Perlawanan Budak di Masyarakat Kolonial Batavia, Untung Suropati Jadi yang Paling Terkenal
Kompeni menguasai Jayakarta. JP Coen menghancurkan lokasi penguasa Jayakarta dan masjid-masjid, lalu membangun benteng untuk masyarakat kolonial.
Orang Sunda dan Jawa yang semula menjadi penghuni Jayakarta sejak 1619 dikeluarkan dari Batavia, nama baru untuk Jayakarta. Penduduk pribumi yang tinggal hanyalah para budak dan gundik.
Kehidupan para budak ini memprihatinkan, banyak yang meninggal karena kekurangan gizi. banyak yang melakukan perlawanan, tapi mendapat hukuman berat, yang terkenal adalah Untung Suropati.
Oohya! Baca juga ya:
Yang bisa bebas adalah mereka yang digaji cukup sehingga bisa membeli kekebasannya. Atau mereka telah memeluk agama Kristen lalu dibebaskan oleh tuannya, atau seperti Untung Suropati.
Budak didatangkan oleh para pedagang senior di Batavia, baik itu budak laki-laki ataupun budak perempuan. Budak perempuan ada yang kemudian menjadi gundik.
Pada 1620, JP Coen mencatat, penduduk yang tinggal di dalam tembok Batavia hanya 2.000 orang. Sebanyak 10 ribu sampai 15 ribu tinggal di luar tembok.
Budak-budak yang merdeka diberdayakan sebagai milisi Kompeni sejak 1622. Tugasnya melakukan jaga malam.
Maka, budaya dominan orang-orang Eropa yang memiliki gundik adalah budaya Asia. Bukan budaya Eropa. Maka, anak-anak mereka akan kehilangan hak untuk pulang ke Belanda dan kehilangan hak mendapat pendidikan di Eropa.
Oohya! Baca juga ya:
Perempuan pribumi yang semula menjadi budak, kemudian menjadi nyonya di keluarga laki-laki Eropa yang menikahinya. Tapi, mereka yangtetap sebagai budak, selain kekurangan gizi, juga tidak mendapat tinggal yang layak.
Akibatnya, banyak budak yang melawan tuannya. Budak yang melawan biasanya akan mendapat hukuman yang berat.
Untung Suropati, yang semula menjadi perwira Kompeni yang baik. Suropati berasal dari Bali. Ia dibeli oleh Kapten Van Beber di Makassar saat ia masih berusia tujuh tahun.
Kompeni menguasai Makassar pada 1669, Kapten Van Beber pulang, membawa Untung Suropati ke dalam kehidupan masyarakat kolonial di Batavia. Van Beber kesulitan keuangan, Van Beber menjual budak-budaknya.
Untung Suropati dijual kepada Kapten Moor. Kapten Moor di kemudian hari dikenal sebagai perwira Kompeni yang bersahabat dengan raja Mataram.
Kapten Moor naik pangkat dan menjadi anggota Dewan Hindia. Moor juga menyukai Suropati yang pekerja keras. Tapi setelah remaja, Untung Suropati mencintai anak Moor, tetapi mengapa kemudian melakukan perlawanan?
Oohya! Baca juga ya:
RA Kartini tak Suka Buku Java, tapi Ia Mau Membaca tanpa Jeda Jika Suka
Rupanya, Moor marah kepada Untung Suropati yang tidak tahu diri itu. Maka, Untung Suropati dijebloskan ke penjara bawah tanah.
Tapi ia berhasil kabur dari penjara bawah tanah, lalu menjadi buron. Ia kemudian menjadi pimpinan orang-orang Bali merdeka, karena tak ada yang bisa mengalahkanya.
Karena keandalannya ini, ia kemudian direkrut menjadi perwira Kompeni. Itu terjadi setelah Untung Suropati dan kawan-kawannya menyerang benteng Kompeni di Tanjungpura.
Ketika ia mendapat tawaran bergabung di ketentaraan Kompeni, serta-merta ia menyanggupi. Ia ingin membalas dendam kepada Kapten Moor yang telah menjebloskannya ke penjara.
Dalam satu kasus, Untung Suropati tersinggung karena ada perwira Kompeni yang pangkatnay leih rendah darinya tidak menuruti perintahnya. Maka ia pun mengerahkan anak buahnya untuk menyerang perwira itu.
Oohya! Baca juga ya:
Ayahnya Raja Punya Banyak Anak, Diponegoro Punya 31 Adik, Adakah yang Ikut Perang Jawa?
Apalagi, perwira itu juga menyatakan Suropai adalah budak buron. Setelah penyerangan itu, Suropati meminta perlindungan ke Mataram.
Ia berhasil membunuh perwira Kompeni Kapten Tack pada 1686 di Mataram. Kapten Tack merupakan perwira yang menjadi utusan Kompeni menangkap Suropati.
Untung Suropati juga mendapat tugas menyelesaikan urusan utang Raja Mataram, Amangkurat II. Amangkurat II memiliki utang cukup banyak sejak ia naik tahta pada 1677.
Perlawanan Untung Suropati dan kawan-kawannya memang membuat masyarakat kolonial di Batavia cemas. Maka, Kompeni pun membatasi impor budak laki-laki dewasa untuk kategori tertentu.
Budak dari Makassar dan Bali masuk kategori ini, sehingga tidak lagi dibolehkan dibawa ke Batavia. “Setelah 1685, tidak ada budak laki-laki di atas usia 12 tahun dari kedua suku tersebut yang diizinkan untuk dibawa ke Batavia,” ujar Jean Gelman Taylor.
Kompeni lebih cemas lagi setelah Untung Suropati membunuh Kapten Tack. Kesiagaan dilakukan dikota-kota yang ada orang Belandanya.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Kehidupan Sosial di Batavia, karya Jean Gelman Taylor (2009)
- Untung Surapati, karya Drs Sjafii (1977)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]