RA Kartini tak Suka Buku Java, tapi Ia Mau Membaca tanpa Jeda Jika Suka
Hari ini dua hari setelah Hari Kartini, adalah Hari Buku Internasional. RA Kartini gemar membaca. Banyak buku yang sudah ia baca, tetapi ia menolak untuk membaca buku karya PJ Veth.
Padahal buku karya etnolog Belanda itu mendapat penghargaan dari Kongres Geografi di Paris pada 1873. Lalu mendapat penghargaan lagi dari Kongres Geografi di Venesia pada 1881.
Selain itu, Yayasan Thorbecke juga memberi penghargaan pada 1882. Buku itu, Java, terdiri dari tiga jilid terbit sejak 1875 hingga 1882. Tapi, begitu ia menemukan buku yang ia suka, ia akan membaca buku itu tanpa jeda dengan cara mengurung diri di kamar.
Oohya! Baca juga ya:
Untuk Apa Raja Punya Banyak Anak Jika yang Jadi Raja Cuma Satu? Kisah Mataram
Alasannya tentu bukan karena buku itu berbahasa Belanda, sebab RA Kartini cukup mahir berbahasa Belanda. Ia, misalnya, membaca buku De Wapens Neergelegd karya Bertha von Suttner yang pada 1905 menerima Nobel.
Buku itu berbicara tentang perjuangan memenangkan perdamaian sosial. RA Kartini memang menyukai tema-tema sosialisme. Karenanya, ia juga membaca buku roman berjudul De Vrouw en het Socialisme karya August Bebel.
Ia bahkan pernah mengurung diri di kamar untuk menuntaskan membaca buku roman setebal 567 halaman tanpa jeda. Roman itu berbicara tentang emansipasi perempuan, judulnya Hilda van Suylenburg, karya C Goekoop de Jong.
Bahkan ia sampai mengulang membaca hingga tiga kali. "Mau aku mengorbankan segala-galanya kalau saja diperoleh hidup di masa Hilda van Suylenburg," tulis Kartini 25 Mei 1899.
Buku bertema emansipasi perempuan yang pertama ia baca ya Hilda van Suylenburg itu. Ia kagum pada dampak gerakan emansipasi perempuan di Eropa yang digambarkan buku itu.
Oohya! Baca juga ya:
"Percayakah kau, kalau Hilda van Suylenburg itu aku tamatkan tanpa berhenti? Aku kurung diriku di dalam kamar terkunci, lupa segala-galanya, tak dapat aku melepaskan dia dari tangan, dia begitu menyeret hatiku," tulis Kartini pada 12 Januari 1900.
Setelah RA Kartini menikah, ia mengutarakan niatnya melakukan sesuatu ala Hilda van Suylenburg. Sebelumnya ia juga telah membaca buku Moderne Vrouwen terjemahan dalam bahasa Belanda dari buku Prancis.
Namun, ia tidak menyukai buku itu. Ia kembali ke buku Hilda van Suylenburg.
"Sekarang kami akan melakukan sesuatu ala Hilda van Suylenburg: seorang ibu dengan bayi dalam gendongan pergi bekerja," tulis Kartini pada 8 Juni 1904.
Menyukai karya-karya Barat, bukan berarti RA Kartini tidak menyukai buku yang membahas mengenai Jawa. Ia membaca Wedhatama dan Centhini, sehingga mendapat wawasan mengenai nilai-niai Jawa.
Ia juga membaca buku-buku hikayat wayang. Ia pun membaca buku-buku Multatuli.
Oohya! Baca juga ya:
Portugis Serbu Pasai Fatahillah Lari, Kenapa Portugis Kalah dari Fatahillah di Sunda Kelapa?
Setelah menuntaskan Max Havelaar, RA Kartini lalu membaca Minnebrieven, yang diterbitkan setelah Max Havelaar. Ia membaca dua kali Minnebrieven.
Dari karya Multatuli inilah muncul kesadaran kuat RA Kartini untuk membela pribumi. Ada kalimat yang ia sukai dari buku karya Multatuli, yaitu:
"Tugas manusia adalah memanusiakan manusia". Dan "Bertambah orang Jawa bekerja, bertambah banyak laba didapat oleh mereka (pembesar-pembesar dan sebagainya), oleh pemerintah, oleh nasion".
Lalu mengapa ia tak suka buku Java karya PJ Veth? Ia kecewa dengan isi buku itu yang menurutnya membahas sisi negatif orang Jawa. Ia menolak untuk membaca buku yang menimbulkan kekecewaan.
Buku-buku yang ia baca adalah buku-buku yang memunculkan kesadaran baru. Bukan berarti semua buku Barat bagus. Tidak.
Oohya! Baca juga ya:
Jangan Membaca Buku Lebih dari 1,5 Jam Hai Mahasiswa, Ini Tip Membaca Belajar-Kritis
Buktinya, ia tidak suka dengan pandangan dalam buku Moderne Vrouwen. Ini buku Prancis yang diterjemahkan dari bahasa Prancis itu.
RA Kartini mendapat kecocokan pemikiran dalam buku Moderne Maagden karya Marcel Prevost. Ini juga buku Prancis yang telah diterbikan dalam bahasa Belanda.
"Karena penemuan-penemuan kembali banyak hal yang memang telah aku pikirkan, rasakan, dan alami," tulis Kartini 23 pada Agustus 1900.
RA Kartini juga cukup antusias membaca sejarah Revolusi Prancis, selain sejarah Yunani dan Romawi. Ia menjalankan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan dalam kehidupannya sehari-hari.
Hasil dari membaca buku sejarah Prancis, RA Kartini menjalankan prinsip bebebasan, persamaan, dan persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari. Tentang ini, ia pernah bercerita lewat suratnya tertanggal 18 Agustus 1899.
Ia juga menyukai buku Buddhisme karya Fielding. Juga menyukai biografi Pundita Ramabai. Ramabai Sarasvati meruoakan pembaharu sosial di India dan belum menikah ketika berusia 22 tahun.
Selamat Hari Buku Internasional, 23 April 2024.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Panggil Aku Kartini Saja, Karya Pramoedya Ananta Toer
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]