Portugis Serbu Pasai Fatahillah Lari, Kenapa Portugis Kalah dari Fatahillah di Sunda Kelapa?
Pada 1521, Dipati Unus yang pernah memberikan bantuan kepada Samudra Pasai menyerbu Portugis di Malaka meninggal dunia. Pada 1521 itu pula, Pasai dikuasai oleh Portugis yang bermarkas di Malaka.
Dipati Unus sempat menyerbu Malaka pada 1521 itu, sebagai penyerbuan yanag kedua tetapi juga gagal mengalahkan Portugis. Penyerbuan pertama ia lakukan pada akhir 1512 – awal 1513 dengan membawa 100 kapal berisi pasukan Jepara yang berada di bawahh Kerajaan Demak.
Dipati Unus harus melarikan diri kembali ke Jepara setelah Portugis menggempur kapal-kapalnya. Pada saat Portugis menggempur Pasai pada 1521, Fatahillah juga melarikan diri untuk menyelamatkan diri. Ia menumpang kapal ke Makkah, setelah menunaikan ibadah haji ia ke Jepara pada 1525 dan pada 1526 menggempur Portugis di Sunda Kelapa pada 1527.
Oohya! Baca juga ya:
Dari 10 Sultan Yogyakarta Ada yang Punya 80 Anak, Siapa Paling Banyak Istri dan Anak?
Saat meninggalkan Pasai, usia Fatahillah sudah 30 tahun. Ia lahir di Pasai dati keluarga keturunan Arab yang tinggal di Gujarat.
Dari Gujarat, ayahnya pindah ke Pasai dan melakukan dakwah Islam di Pasai. Ketika mempertahankan diri dari serbuan Portugis, kekuatan Pasai kalah jauh.
Fatahillah harus berusaha keras untuk bisa lolos dari Pasai. Tiga tahun tinggal di Tanah Suci Makkah ia gunakan untuk memperdalam agama.
Dari Makkah sebenarnya ia ingin pulang ke Pasai, tetapi Pasai masih dikuasai Portugis, sehingga ia melanjutkan perjalanan ke Jepara. Ia kemudian menghadap ke Sultan Demak Sultan Trenggono.
Mengagumi kedalaman ilmu agama Fatahillah, Sultan Trenggono mengangkatnya sebagai penasihat sekaligus panglima perang.
Oohya! Baca juga ya:
Cucu Sultan Agung Jauh-jauh ke Batavia untuk Membunuh Trunojoyo yang Membantunya Merebut Tahta
“Kedatangan Fatahillah di Demak laksana pohon di musim kemarau yang tertimpa hujan. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila sesudah berada di Demak, Fatahillah mendapat penghormatan yang cukup besar,” kata sejarawan Unpad, Edi S Ekadjati pada 1983.
Fatahillah kemudian juga menjadi ipar Sultan Trenggono. Ia dinikahkah dengan adik Sultan Trenggono, Nyai Ratu Pembayun.
Tapi Fatahillah tak puas hanya berdakwah di Demak. Ia ingin memperluas dakwahnya di wilayah barat Jawa.
Ia siapkan kala-kapal. Pada 1526 Fatahillah berangkat ke Banten bersama pasukannya.
Ia mendapat bantuan dari Maulana Hasanuddin, anak Sunan Gunungjati. Tanpa melalui kekerasan, Fatahillah dan Maulana Hasanuddin mengislamkan banyak orang Banten.
Kemudian, pada 1527, Fatahillah bergerak ke Sunda Kelapa. Di Sunda Kelapa ada Portugis yang harus diusir.
Oohya! Baca juga ya:
Bersama pasukannya, ia berhasil menggagalkan Portugis yang menguasai Pelabuhan Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527. Tanggal 22 Juni kemudian diayakan sebagai hari ulang tahun Jakarta.
“Jatuhnya Pasai ke tangan orang Portugis mengakibatkan bangunnya kesadaran Fatahillah akan bahayanya penjajahan bangsa asing,” kata Edi S Ekadjati.
Saat Portugis menggempur Pasai, negeri kelahiran Fatahillah, ia tak bisa membalas kekalahan dari Portugis di Pasai. Tapi, Fatahillah kemudian melawan Portugis di Sunda Kelapa.
“Ternyata Fatahillah bukan hanya seorang ulama. Ia juga seorang ahli siasat perang dan berani memimpin pasukan dimedan perang,” lanjut Edi S Ekadjati.
Setelah Dipati Unus meninggal, Demak dikejutkan oleh adanya perjanjian antara Portugis dan Pajajaran. Perjanjian itu dianggap akan mengancam Demak dan Cirebon.
Oohya! Baca juga ya:
Jangan Membaca Buku Lebih dari 1,5 Jam Hai Mahasiswa, Ini Tip Membaca Belajar-Kritis
“Tidak mustahil setelah mendirikan benteng di Sunda Kelapa, pada suatu waktu Pos=rtugis menyerbu Cirebon dan Demak,” kataEdi S Ekadjati.
Ekspedisi Fatahillah memimpin pasukan Demak menyerbu Sunda Kelapa mewujudkan impian Demak. Demak tak ingin perniagaannya terhenti gara-gara kehadiran Portugis di Sunda Kelapa.
Nama Fatahillah kemudian diabadikan sebagai nama tidak resmi untuk museum di Jakarta. Nama resminya adalah Museum Sejarah, tetapi masyarakat menyebutnya sebagai Museum Fatahillah.
Gedung museum itu terletak di Jalan Fatahillah, Jakarta. Jakarta adalah nama baru untuk menggantikan Batavia, nama yang digunakan oleh Kompeni untuk mengganti nama Jayakarta yang dipakai setelah Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda Kepala.
Museum itu memanfaatkan gedung pemerintahan Kompeni yang dibangun pada 1707-1710.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, karya Drs Edi S Ekadjati (1983)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]