Siapa Gadis Medang yang Jadi Rebutan Batara Wisnu dan Batara Guru? Halo Warga Grobogan, Ada yang Tahu?
Babad Tanah Jawi menyebut Nabi Adam merupakan leluhur langsung orang Jawa. Putra Nabi Adam, yaitu Nabi Sis, memiliki anak yang bernama Hyang Nurcahyo yang menurunkan Hyang Nuroso, Hyang Nuroso menurunkan Hyang Wenang, dan Hyang Wenang menurunkan Hyang Tunggal.
Hyang Tunggal memiliki anak bernama Batara Guru yang menurunkan lima cucu untuk Hyang Tunggal, yaitu Batara Sambo, Batara Brama, Batara Mahadewa, Batara Wisnu, dan Dewi Sri. Batara Wisnu ditugasi menjadi raja di Medang, Nusa Jawa.
Batara Guru memiliki calon istri yang masih muda di Medang, gadis itu bernama Ni Mbok Medang, yang kecantikannya tiada tanding. Batara Wisnu pun tertarik kepadanya, sehingga Ni Mbok Medang jadi rebutan Batara Wisnu dan Batara Guru. Menurut legenda masyarakat Grobogan, Medang berada di Grobogan.
Oohya! Baca juga ya:
Sebelum Sultan Agung Naik Tahta, Paman Dibuang ke Nusa Brambangan
Dalam cerita legenda masyarakat Grobogan, Aji Saka datang dari India pada tahun 78 Masehi untuk kemudian menjadi raja di Medang. Tentu saja Aji Saka sudah tidak bertemu dengan Ni Mbok Medang.
Aji Saka tidak seberuntung Batara Wisnu yang datang lebih awal di Medang. Selama menjadi raja di Medang, Batara Wisnu belum pernah menjumpai gadis secantik Ni Mbok Medang.
Batara Guru ingin membawa Ni Mbok Medang ke Kahyangan sebelum Ni Mbok Medang direbut Batara Wisnu. Batara Guru pun mengutus Batara Narada turun ke Jawa untuk memanggil pulang dan menurunkannya dari tahta raja Jawa.
Batara Narada menyampaikan kemarahan Batara Guru kepada Batar Wisnu. Marah karena Ni Mbok Medang diambil oleh Batar Wisnu.
“Kau diusir, tak lagi berhak menjadi raja,” kata Batara Narada kepada Batara Wisnu.
Oohya! Baca juga ya:
Portugis Serbu Pasai Fatahillah Lari, Kenapa Portugis Kalah dari Fatahillah di Sunda Kelapa?
Batara Wisnu terdiam seribu bahasa. Ia lalu masuk ke hutan belantara.
Di bawah pohon beringin ia lalu bertapa. Ia tinggalkan urusan duniawi.
“Ia duduk tepekur, menyilang kaki, memusatkan pikiran, menutupi Sembilan lubang tubuhnya,” tulis Babad Tanah Jawi.
Batara Narada pun melapor kepada Batara Guru. Tentu setelah ia kembali ke Kahyangan.
“Putra Paduka ke beringin tujuh. Ia sakit hati dan tertekan dan bertapa di tengah hutan dengan perasaan pedih,” kata Batara Narada sekembalinya dari Medang, Nusa Jawa, yang menurut legenda ada di Grobogan.
Karena Batara Guru memperistri gadis dari Medang bernama Ni Mbok Medang, maka anak-anak mereka menjadi keturunan Nabi Adam. Batara Guru adalah keturunan keenam dari Nabi Adam.
Oohya! Baca juga ya:
Dari 10 Sultan Yogyakarta Ada yang Punya 80 Anak, Siapa Paling Banyak Istri dan Anak?
Jika Medang dipimpin oleh Batara Guru menjadi negeri yang tenteram, tidak demikian ketika Aji Saka datang di Jawa. Ia harus mengusir raja Medang yang suka memakan daging rakyatnya sendiri.
Sama halnya dengan suasana di Gilingwesi. Negeri ini ada di masa Batara Wisnu menjadi raja Medang.
Saat itu di Nusa Jawa ada dua raja yang sama-sama digdaya. Yaitu Batara Wisnu di Medang dan Sri Watugunung di Gilingwesi.
Kehidupan di Gilingwesi tidak nyaman. Penyebabnya adalah perilaku yang keliru dari Sang Raja, menikahi ibunya sendiri, Dewi Sinta.
Dewi Sinta pun tidak menyadari jika suaminya adalah putra kandungnya. Mereka sudah berpisah lama sehingga tidak saling mengenali.
Oohya! Baca juga ya:
Cucu Sultan Agung Jauh-jauh ke Batavia untuk Membunuh Trunojoyo yang Membantunya Merebut Tahta
Suasana tidak tenteram itu digambarkan sebagai sering terjadi gerhana matahari dan rembulan. Sering jatuh bintang berekor pasa malam hari.
Kilat dan petir saling bersahutan tiada henti. Hujan turun salah musim. Gempa dan gunung api meletus. Laut terus bergejolak.
Jangan-jangan, jika Batara Wisnu jadi menikahi Ni Mbok Medang, akan terjadi hal serupa di negeri Medang karena kemarahan Batara Guru. Ternyata Watugunung juga anak dari Batara Guru.
Siapa gadis Medang di Nusa Jawa yang bernama Ni Mbok Medang itu? Babad Tanah Jawi tidak memberikan penjelaskan mengenai orang tuanya.
Ia hanya disebut sebagai perempuan muda yang luar biasa cantiknya. Halo, warga Grobogan, ada yang tahu?
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku I, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh.
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]