Lincak

Sebelum Sultan Agung Naik Tahta, Paman Dibuang ke Nusa Brambangan

Foto adegan film Sultan Agung. Sebelum Sultan Agung naik tahta, ada kejadian yang membuat Prabu Anyokrowati membuang paman Sultan Agung ke Nusa Brambangan. Apa kesalahannya?

Kakek Sultan Agung, Panembahan Senopati, memiliki anak pertama bernama Pangeran Ronggo dari selir yang berasal dari Kalinyamat. Anak keduanya bernama Pangeran Puger, dari selir yang berasal dari Demak.

Yang menggantikannya naik tahta adalah Prabu Anyokrowati, anak ke-10 Senopati dari permaisuri yang berasal dari Pati. Prabu Anyokrowati memberi Pangeran Puger wilayah di Ponorogo dan diberi nama baru: Pangeran Joyorogo.

Pangeran Ronggo diminta untuk membantu Pangeran Puger. Tapi, Pangeran Puger kemudian dibuang ke Nusa Brambangan oleh Prabu Anyokrowati. Apa kesalahan paman Sultan Agung itu?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

OOhya! Baca juga ya:

Portugis Serbu Pasai Fatahillah Lari, Kenapa Portugis Kalah dari Fatahillah di Sunda Kelapa?

Prabu Anyokrowati mengirim pengawal untuk menjemput Pangeran Puger. Harta benda dirampas, membuat istri Pangeran Puger menangis.

“Aduh Pangeran, ada apa ini? Banyak orang Mataram yang siaga berbaris di luar,” kata istri Pangeran Puger.

Pangeran Puger menyadari kesalahannya. Tetapi sudah terlambat untuk memita maaf.

Ia diminta meninggalkan Mataram tidak boleh membawa pengawal. Hanya boleh membawa seorang istri. Pangeran Puger dikirim ke Nusa Brambangan.

Sebelum meninggal Prabu Anyokrowati menyampaikan pesan yang akan menggantikannya adalah Pangeran Martopuro. Martopuro anak ke-4 Prabu Anyokrowati dari Ratu Lung Ayu.

“Semua orang Mataram dan semua saudaraku, hendaknya ingat pesan Ayahanda Raja almarhum. Siapa yang berniat jahat akan mengalami bencana,” kata Prabu Anyokrowati menyampaikan pesan.

Oohya! Baca juga ya:

Derita RA Kartini Setelah Dinikahi Lelaki yang Sudah Punya Istri, Siapa yang Ingin Menodai Nama Pejuang Emansipasi Perempuan Itu?

Ia pun lantas menyebutkan bukti. “Yakni Kakang Mas Puger. Joyorogo tidak ingin pesan itu karenanya mengalami nasib memelas,” lanjut Prabu Anyokrowati.

Ia kemudian meminta Pangeran Ronggo untuk pulang ke Ponorogo. Ia perlu mengatur Ponorogo setelah ditinggalkan oleh Pangeran Puger.

Sebelum Pangeran Puger dibuang, Pangeran Ronggo sempat menjemur diri di alun-alun Mataram. Para pengikutnya juga turut serta.

Prabu Anyokrowati meminta pengawal untuk melihat orang-orang yang menjemur diri. Pengawal bertanya kepada Pangeran Ronggo mengenai tujuannya menjemur diri.

“Saya menyampaikan hidup mati kepada Sri Raja sebab saya ketakutan,” jawab Pangeran Ronggo.

Ia lalu menyampaikan pesan untuk Prabu Anyokrowati bahwa Pangeran Puger, paman Sultan Agung, hendak melawan raja, merebut tahta. Mereka belum tahu hukuman yang bakal diterima Pangeran Puger adalah dibuang ke Nusa Brambangan.

Oohya! Baca juga ya:

Jangan Membaca Buku Lebih dari 1,5 Jam Hai Mahasiswa, Ini Tip Membaca Belajar-Kritis

Dalam sebuah pertermuan, Pangeran Ronggo sudah menentang keinginan Pangeran Puger yang akan memberontak. Ia tak didengar oleh Pangeran Puger.

Sebagai penguasa Ponorogo, Pangeran Puger merasa kedudukannya sama dengan kedudukan adiknya, Prabu Anyokrowati. Ia merasa juga mempunyai hak untuk menjadi raja.

Ia menolak saran Pangeran Ronggo agar ia mengurungkan niatnya melawan Prabu Anyokrowati. Selain Pangeran Ronggo, ada lima orang lagi yang menasihati Pangeran Puger.

Karena nasihatnya ditolak, mereka kemudian memutuskan untuk melapor ke Mataram. Mereka tak mau terkena hukuman mati akibat tindakan Pangeran Puger.

Mereka kemudian menjemur diri di alun-alun Mataram. Cara ini efektif untuk menyampaikan pesan kepada raja.

Oohya! Baca juga ya:

Mudik Lebaran Menjadi Terasing di Jalan Tol, Apalagi Jika Susah Mendapati Pengasoan

Dan kemudian, cerita berlanjut pada penangkapan Pangeran Puger, paman Sultan Agung itu. Ia kemudian dibuang ke Nusa Brambangan

Setelah Prabu Anyokrowati meninggal, Pangerah Martopuro naik tahta. Tapi hanya sehari, lalu digantikan oleh Pangeran Rangsang.

Pangeran Rangsang merupakan anak pertama Prabu Anyokrowati. Ibunya dinikahi oleh Prabu Anyokrowati sewaktu Prabu Anyokrowati masih menjadi putra mahkota.

Karenanya, Pangeran Rangsang bukan putra mahkota, meski anak tertua. Tapi, Pangeran Martopuro merupakan anak berkebutuhan khusus.

Pangeran Martopuro kemudian diminta untuk menyerahkan tahta kepada Pangeran Rangsang sehari setelah penobatannya. Pangeran Rangsang kemudian dikenal sebagai Sultan Agung.

Sebelum meninggal, Prabu Anyokrowati kepada anak-anaknya untuk selalu rukun, tidak berebut kekuasaan. Ia memiliki 15 anak, jangan sampai kejadian paman Sultan Agung terulang lagi sehingga harus ada yang dibuang lagi.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku II, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com