Lincak

Sultan Agung Tersinggung Dinista Kompeni Sebagai Anjing yang Telah Mengotori Masjid, Loji Kompeni di Jepara pun Lalu Diserbu

Lukisan Pelabuhan Jepara pada abad ke-17. Sultan Agung mengizinkan Kompeni membangun loji di Jepara, tetapi ia serbu pada 1618 karena Kompeni menistanya sebagai anjing yang telah mengotori masjid.

Sultan Agung menerima tawaran dagang dari Kompeni. Ia membolehkan JP Coen membangun loji di Jepara, tetapi jangan coba-coba hendak berkuasa di Jawa. Cukup berdagang saja.

Tetapi nyatanya, JP Coen mencoba merebut Jayakarta. Sultan Agung pun memerintahkan penguasa Jepara untuk menyerang loji Kompeni di Jepara pada Agustus 1618.

Penyerangan itu juga dipicu oleh penistaan terhadap Sultan Agung oleh Kompeni. Kompeni menyamakan Sultan Agung dengan seekor anjing yang telah mengotori masjid Jepara.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Matahari Kembar Tiga Terlihat Setelah Terjadi Bencana Kelaparan di Grobogan, Ramalan Apakah yang Muncul?

Penistaaan itu muncul setelah Sultan Agung tidak memasok beras untuk Kompeni. Loji Kompeni di Jepara tidak bisa mendapatkan beras, sehingga kemudian melakukan perampokan terhadap kapal-kapal Mataram.

Sultan Agung pun tersinggung. Penyerbuan terhadap loji Belanda menyebabkan tiga orang Belanda tewas dan yang lainnya dijadikan tawanan oleh Mataram.

JP Coen pun menjeda upaya merebut Jayakarta. Maka, pada November 1618 ia melancarkan balas dendam dengan membakar semua kapal Mataram yang sedang berlabuh dan pada Mei 1619 membakar kota Jepara, termasuk loji milik Ingris.

JP Coen menaklukkan Jayakarta pada 30 Mei 1619. Lalu mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia.

“Penaklukan Coen atas Batavia pada tahun 1619 merupakan titik balik yang menentukan. Pihak Belanda kini telah melakukan apa yang telah diperingatkan oleh Sultan Agung untuk tidak mereka lakukan: mereka telah merebut suatu bagian dari Pulau Jawa yang ingin diperintahnya sendiri sebagai penguasa tunggal,” tulis MC Ricklefs.

Oohya! Baca juga ya:

Nasib Orang-Orang Cina Pesisir Setelah Raja Mataram Pakubuwono II Kembali Berpihak kepada Kompeni dan Pemimpinnya Melarikan Diri ke Bali

Pada 1619, JP Coen yang sebelumnya merupakan kuasa pelayaran Kompeni, diangkat menjadi gubernur jenderal Kompeni. Ia menjabat hingga 1923.

Pada1614, ketika Kompeni mengirim utusan ke Mataram, Sultan Agung menerima tawaran persahabatan dari Kompeni. Tetapi, jika Kompeni mempunyai maksud merebut Tanah Jawa, maka Sultan Agung menegaskan, persahabatan yang diinginkan oleh Kompeni itu tidak akan pernah terwujud.

Kompeni perlu menjalin persahabatan dengan Mataram karena membutuhkan pasokan beras dari Mataram. Ketika Mataram mengalami kesulitan panen, Sultan Agung menyetop pengiriman beras ke Kompeni.

Sultan Agung tidak bisa memasok beras kepada Kompeni lantaran sawah-sawah rusak akibat peperangan. Sejak 1614, Sultan gung rajin melakukan penaklukan-penalukan terhadap negeri-negeri yang dekat Mataram.

Pada 1616 Sultan Agung menaklukkan Lasem, pada 1617 menumpas pemberontakan yanag muncul di Pajang. Sultan Agung menghancurkan Pajan dan memindahkan penduduk Pajang ke Mataram. Penguasa Pajang melarikan diri ke Surabaya.

Pada 1619 Sultan Agung menaklukkan Tuban. Pada 1620 mulai menyerbu Surabaya, meski baru berhasil menaklukkannya pada 1625.

Oohya! Baca juga ya:

Pemberontakan Orang-Orang Cina Pesisir terhadap Kompeni dan Didukung Bupati Grobogan, Begini Menurut Catatan Cina di Kongkoan Semarang

Pada 1618, akibat tidak dikirimkannya beras kepada Kompeni, hubungan Sultan Agung menjadi buruk. “Konon orang-orang Belanda telah menyamakan Sultan Agung dengan seekor anjing dan telah mengotori masjid Jepara,” tulis MC Ricklefs.

Untuk memulihkan persahabatan, JP Coen menunda menjalin persahabatan dengan Surabaya yang sedang diincar untuk ditaklukkan oleh Sultan Agung. Dengan syarat Kompeni tidak membantu Surabaya, Sultan Agung bersedia melepaskan orang-orang Belanda yang ditawan.

Itu dilakukan oleh Sultan Agung pada 1621. Pada tahun itu juga, Sultan Agung mengirim kembali beras kepada Kompeni. Kompeni juga bersedia mengirimkan utusan-utusannya pada 1622-1624.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004 karya MC Ricklefs (2005)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]