Kendeng

Matahari Kembar Tiga Terlihat Setelah Terjadi Bencana Kelaparan di Grobogan, Ramalan Apakah yang Muncul?

Fenomena matahari kembar tiga ini pernah muncul setelah bencana kelaparan di Grobogan dan Demak pada 1845. Pertanda apakah? Pada 1849-1850 bencana kelaparan mencapai puncaknya.

Pada 1845, kata Liem Thian Joe, terjadi bencana kelaparan di Grobogan dan Demak yang berimbas ke Semarang. Setahun kemudian, 1846, masyarakat Jawa melihat matahari kembar tiga muncul di langit.

Sebagai pertanda apakah kemunculan matahari kembar tiga itu? Ramalan apa yang muncul? Pada 1845 banyak orang dari Grobogan dan Demak yang harus mencari penghidupan hingga ke Semarang karena bencana kelaparan itu.

Tindak kriminal berupa pencurian pun muncul. “Mayor Tan Hong yang memiliki tiga gudang beras segera mengamalkannya pada penduduk miskin,” tulis Liem Thian Joe.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dengan dikeluarkannya beras dari tiga gudang itu, keamanan Semarang yang semula terganggu, berangsur-angsur pulih. “Pencurian-pencurian seolah tersapu bersih,” tulis Liem Thian Joe.

Oohya! Baca juga ya:

Pemberontakan Orang-Orang Cina Pesisir terhadap Kompeni dan Didukung Bupati Grobogan, Begini Menurut Catatan Cina di Kongkoan Semarang

Pada saat terjadi bencana kelaparan itu, masyarakat Cina pun ternyata juga terkena dampak. Yaitu orang-orang Cina yang tergolong tidak mampu.

Di berbagai daerah, pemeringah Hindia-Belanda mengangkat pimpinan untuk masyarakat Cina yang jumlahnya terus bertambah. Pada 1820, misalnya, pangkat kapiten (kapten) Cina di Demak untuk pertama kalinya.

Namanya Liem Thok, seorang saudagar hasil bumi yang berasal dari Hokkian, Cina Selatan. Pada awalnya, Liem Thok hanya seorang wijkmeester (kepala wilayah).

“Sesudah bertahun-tahun menjalankan kewajibannya dengan setia dan baik, dia diangkat menjadi luitenant, dan akhirnya dia dianugerahi pangkat kapiten,” tulis Liem Thian Joe.

Oohya! Baca juga ya:

Nasib Orang-Orang Cina Pesisir Setelah Raja Mataram Pakubuwono II Kembali Berpihak kepada Kompeni dan Pemimpinnya Melarikan Diri ke Bali

Untuk orang Cina di Purwodadi-Grobogan, kepala wilayahnya bernama Oey Soei. Ia kemudian diangkat menjadi luitenant (letnan) pada 1842. Ia menjadi letnan Cina pertama di Purwodadi-Grobogan.

Pimpinan orang-orang Cina ini memiliki kewajiban juga menjaga keamanan. Baik yang tinggal di kota, maupun di yang tinggal di desa, orang Cina juga diwajibkan melakukan ronda.

Gardu ronda didiridikan di setiap perempatan di ujung masuk kampung atau desa. Ada kentongan (tongtong) di gardu itu.

Maka, kepala ronda di Grobogan itu dikenal sebagai kepala tongtong. Jika sewaktu-waktu ada bahaya, maka kentongan itu akan dipukul sebagai tanda bahaya.

“Jika lewat jam sembilan malam, para penjaga atau ronda-ronda itu wajib meng-hordah orang-orang yang melintas di jalan raya, lebih-lebih yang tidak dikenal; orang tersebut harus di-hordah,” tulis Liem Thian Joe mengenai masa-masa susah setelah ada bencana kelaparan di Grobogan.

Setelah muncul matahari kembar tiga dan berbagai ramalan muncul, kewaspadaan pun ditingkatkan. Orang yang di-hordah itu akan dibebaskan lewat jika ia menjawab: pring. Jika tidak bisa menjawab, para peronda akan menggeledahnya dan melaporkannya kepada polisi.

Hordah, kata Liem Thian Joe berasal dari kata wie daar, yang artinya siapa itu. tapi orang Jawa dan Cina akrab mengeja hordah. Orang yang ditanya cukup menyebut een vriend. Orang Jawa dan Cina akrab mengeja pring.

Oohya! Baca juga ya:

Utusan Kompeni Datang, Mengapa Sultan Agung Menanyakan Jumlah Meriam di Banten?

Lalu, apa artinya dengan kemunculan matahari kembar tiga? “Berhubung dengan adanya keajaiban ala mini, di antara pendduk lalu tersiar ramalan-ramalan yang aneh,” tulis Liem Thian Joe.

Tetapi ramalan-ramalan itu tidak sama. Ada yang meramalkan ada hal-hal baik yang akan muncul, tetapi ada juga yang meramalkan akan muncul hal-hal yang semakin buruk.

Bencana kelaparan saatitu memang tidak membaik. Setelah adanya bencana kelaparan pada 1845, situasi di tahun-tahun berikutnya memang sedikit membaik, tetapi pada 1849-1850, bencana kelaparan mencapai puncaknya.

Penduduk Grobogan yang pada 1848 tercatata ada 98.500 jiwa, akibat bencana kelaparan itu pada 1950 tinggal 9.000jiwa. Penduduk Demak yang tercatat ada 336 ribu pada 1848, tinggal 120 ribu pada 1850.

Oohya! Baca juga ya:

Bencana Kelaparan Membuat Penduduk Grobogan Tinggal 9.000 Jiwa, Ini yang Dilakukan Gubernur Jenderal  

Namun, benarkah ada matahari kembar tiga? Fenomena penampakan matahari terlihat lebih dari satu ini memang ada.

Jadi bukan mataharinya ada tiga, melainkan terlihat ada, yang di dunia astronomi disebut sebagai fenomena parhelion. “Ini adalah kata Yunani yang berarti ‘di samping matahari’,” tulis worldatlas.com.

Kamus Meriam-Webster mendefinisikan parhelion sebagai “salah satu dari beberapa titik terang yang sering diwarnai dengan warna yang sering muncul pada lingkaran parhelik di kedua sisi matahari”. Dalam bahasa Inggris, parhelion dikenal juga sebagai sundog.

Sundog adalah bercak cahaya berwarna-warni dan tampak terang di salah satu atau kedua sisi matahari. Suhunya kira-kira 22 derajat di salah satu atau kedua sisi matahari,” tulis worldatlas.com.

Liem Thian Joe bercerita mengenai matahari kembar tiga yang ia lihat pada 1904. Pada tahun ini, muncul perang Jepang melawan Rusia, bukan ramalan lagi. Pada 1904 di Grobogan juga muncul kelaparan.

“Ketika itu pernah terjadi matahari kembar tiga, masing-masing terpisah agak jauh, tapi yang dua berada di kiri dan kanan, tidak begitu panas seperti yang ada di tengah, matahari aslinya,” tulis Liem Thian Joe yang lahir pada 1895 di Ngadirejo (di Temanggung, sekarang).

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Riwayat Semarang karya Liem Thian Joe (1931, cetaj ulang 2004)

 

Berita Terkait

Image

Grobogan Paceklik, Beredar Surat Provokasi Lawan Orang Eropa

Image

Kredit Pertanian di Grobogan, 1 Pikul Padi Dibayar 1,5 Pikul Padi

Image

Tan Malaka Lepas dari Kejaran R Soekarman yang Memburunya ke Bangkok