Nasib Orang-Orang Cina Pesisir Setelah Raja Mataram Pakubuwono II Kembali Berpihak kepada Kompeni dan Pemimpinnya Melarikan Diri ke Bali
Sesungguhnya, kata PJ Veth, Raja Mataram Susuhunan Pakubuwono II tidak bisa dipercaya. Etnolog Belanda itu menyebut, Pakubuwono II tergencet oleh dua pilihan yang saling berlawanan, yaitu keinginan bersahabat dengan Kompeni atau bermusuhan dengan Kompeni.
Yang pertama diinginkan oleh Ratu Ageng, ibunda Pakubuwono II, dan yang kedua diinginkan oleh Notokusumo, patih Mataram. Bagaimana nasib orang-orang Cina pesisir yang semula didukung Pakubuwono II untuk melawan Kompeni?
“Susuhunan mengambil sikap dengan tegas ia berlagak menunjukkan persahabatannya dengan Kompeni supaya jika orang-orang Cina jatuh, dia bisa kembali pada Kompeni,” tulis PJ Veth.
Oohya! Baca juga ya:
Namun sebenarnya, lanjut PJ Veth, diam-diam ia memberikan dukungan kepada orang-orang Cina. Jika dukungan ini berjalan dengan baik, maka Pakubuwono II akan bersama-sama mengusir Kompeni dari Tanah Jawa.
Jika Kompeni bisa diusir dari Jawa, Pakubuwono berjanji akan memberikan wilayah pesisir kepada orang-orang Cina. Kendati begitu, orang-orang Cina masih melihat keragu-raguan Pakubuwono.
Maka, orang-orang Cina perlu menghilangkan keragu-raguan itu, agar sepenuhnya mendukung orang-orang Cina. Caranya, mereka melakukan gerakan-gerakan pembuka.
Pada tanggal 27 Juli 1741, orang-orang Cina berhasil merebut loji Kompeni di Rembang dan kemudian membakarnya. “Pemberontakan ini menjalar ke seluruh Jawa, juag di Cirebon dan Preanger, penduduknya telah diserukan buat perang sabil oleh Susuhunan,” tulis PJ Veth.
Patih Notokusumo bersama Bupati Grobogan Tumenggung Martopuro terus menggerakkan orang-orang Cina pesisir. Meski Bupati Pekalongan Joyoningrat menyarankan kepada Pakubuwono II untuk mendukung Kompeni, tetapi Bupati Grobogan memilih mendukung orang-orang Cina.
Oohya! Baca juga ya:
“Martopuro dengan diam-diam berserikat pada Encik Macan dan Muda Tek di Grobogan,” tulis Raffles.
Meski gerakan orang-orang Tionghoa di Cirebon ditumpas oleh tentara Mataram, tetapi orang-orang Cina di Tegal berhasil mengepung loji. Setelah itu mereka bergerak ke timur, bergabung dengan orang-orang Cina yang mengepung lojo Kompeni di Semarang.
“Dengan demikian mereka sudah berhasil memotong perhubungan jalan ke arah laut. Rembang, Jepara, Demak, dan pos lain jadi terancam oleh orang Cina. Atas hasutan rahasia dari Kartosuro, bupati-bupati yang berada di kota-kota sepanjang pesisir telah berpihak kepada orang-orang Cina,” tulis PJ Veth.
Dipimpin oleh Bupati Grobogan, orang-orang Cina pesisir berhasil merebut loji Kompeni di Semarang. Namun, Kompeni behasil merebut kembali loji itu setelah Raja Mataram Pakubuwono II beralih berpihak kepada Kompeni. Kapiten Cina Kwee An Say ditangkap.
Hingga akhirnya, Notokusumo dan Bupati Grobogan membuat scenario ‘pengusiran’ orang-orang Cina dari Semarang, agar bisa mencari persembunyian di timur. Dari Semarang mereka ‘melarikan diri; ke Demak dan Pati.
Oohya! Baca juga ya:
Di Pati inilah kemudian skenario lanjutan dimainkan. Raden Mas Garendi diangkat sebagai raja baru Mataram.
“Sekonyong-konyong datang perubahan baru yang tidak terduga sama sekali dan sudah membuat kerusuhan berkobar semakin besar. kaum pemberontaj pribumi dan Cina (di bilangan Kartosuro) telah menurunkan Pakubuwono II dari tahta dan mengangkat Mas Garendi, cucu dari Sunan Mas yang dibulang ke Ceylon, menjadi raja, yang usianya baru 12 tahun dengan memakai nama Susuhunan Amangkurat,” tulis PJ Veth.
Namun, ini juga tidak bertahan lama. Sebab bupati-bupati yang berada di bawah ketiak Kompeni memukul mundur mereka.
Mas Garendi dibuang ke Ceylon. Pemimpin orang-orang Cina yang bernama Tai Wan Soei melarikan diri ke Bali, maka orang-orang Cina pesisir puan tidka berdaya.
“Tai Wan Soei salah satu saudara dari lain ibu Kaisar Khien Lung,” tulis Liem Thian Joe mengutip Du Bois. Ia melarikan diri setelah melakukan pemberontakan terhadap Kaisar Khien Lung.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Riwayat Semarang karya Liem Thian Joe (1931, cetak ulang 2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]