Kendeng

Adipati Pati Tipu Bupati Grobogan, Amangkurat V pun Dinobatkan Lagi Sebagai Raja di Pati

Makam Amangkurat V, dikenal juga sebagai Sunan Kuning, di Kota Semarang. Amangkurat V dinobatlan sebagai raja oleh Bupati Grobogan dengan dukungan orang-orang Cina.

Di bawah tarub, Raden Mas Garendi didudukkan di singgasana sebagai Amangkurat V. Gelar lengkapnya adalah Sunan Mangkurat Prabu Kuning Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama.

“Semua sudah mendengar bahwa di Tanah Demak ada yang naik tahta menjadi raja sebab memang keturunan bangsawan. Daerah di sekitar Demak tuntuk kepadanya,” tulis Babad Tanah Jawi.

Adipati Pati sudah mendengar bahwa Bupati Grobogan Martopuro menobatkan Raden Mas Garendi sebagai raja baru Mataram. Ia merasa keduluan, sehingga berupaya melakukan tipu daya bersama kerabatnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Membantah Berita, Anak Sultan Agung Harus Berbohong kepada Paman Ipar dalam Kasus Ayam Bekisar

Saat Bupati Grobogan menobatkan Amangkurat V, Adipati Pati masih tumenggung, bernama Mangun Oneng. Ia lalu mengirim surat kepada Bupati Grobogan, menyatakan disuruh Patih Notokusumo mencari Raden Mas Garendi yang akan diangkat sebagai raja.

Mangun Oneng juga mengaku telah menerima benda upacara sebagai perlengkapan penobatan. Maka, Martopuro pun membawa Raden Mas Garendi ke Pati, karena surat Mangun Oneng dianggap sebaai perintah Patih Notokusumo.

Kapiten Sepanjang dan Kapiten Singseh juga menganggap Patih Notokusumo telah merangkul mereka. Mereka ikut ke Pati.

Bupati Martopuro merasa khawatir, sehingga ia meminta pasukan rahasiswa meningkatkan kewaspadaan. Kepada Martopuro, Mangun Oneng mengatakan akan melaporkan ke Patih Notokusumo mengenai penobatan Raden Mas Garendi.

Martopuro pun menyerahkan Raden Mas Garendi. Semua urusan diserahkan kepada Mangun Oneng.

Oohya! Baca juga ya:

Anak Sultan Agung Marah kepada Paman Ipar karena Bekisar Betina Jadi Jantan

Martopuro pun mengusulkan agar Mangun Oneng menggunakan gelar adipati, bukan tumenggung lagi. Sebab Mangun Oneng telah menjadi wakil Patih Notokusumo dalam penobatan Raden Mas Garendi.

“Bila setuju, nama Kakang adalah Adipati Pati. Itu baik. Adapun saya akan berganti nama menjadi Raden Tumenggung Sujanapura. Mari kita segera menghadap Sang Sinuhun,” kata Bupati Martopuro.

Mangun Oneng bersujud di kaki Amangkurat V sambil menangis. Benda-benda upacara dan busana keraton ia persembahkan kepada raja baru.

Mendapat penjelasan bahwa Patih Notokusumo yang memerintahkan pencalonannya sebagai raja, Amangkurat V begitu senang. Berarti ia sudah menjadi penguasa Tanah Jawa.

Mangun Oneng juga diizinkan memakai nama Adipati Pati dan Martopuro memakai nama Raden Tumenggung Sujanapura.

Di Pati, Amangkurat V tinggal di Dalem Kademangan. Upacara penobatan disiapkan oleh Mangun Oneng Sang Adipati Pati dengan mengumpulkan para ulama.

Oohya! Baca juga ya:

Kompeni Tembakkan Tinja, Kok Bisa Prajurit Sultan Agung Mati karena Peluru Tinja?

Kerbau dan sapi dipotong untu pesta. Amangkurat V duduk di singgasana beralaskan permadani. Para bdi perempuan menjadi pengiringnya.

“Para ulama mengambil tempat di sebelah kiri sementara orang Cina di sebelah kanan,” tulis Babad Tanah Jadi. Para penggawa pesisir ada di hadapan Sang Raja.

“Adipati Pati berdiri dan mengumumkan kepada seluruh bala tentara untuk menjadi saksi penobatan Sang Prabu Kuning Mangkurat. Para ulama menyambut hangat dan kemudian mendoakan kesejahteraan kerajaan,” lanjut Babad Tanah Jawi.

Setelah doa, gong dipukul riuh. Demikian pula kentongan. Terompet juga ditiup. Tembang kodhok ngorek juga berkumandang.

“Makanan dikeluarkan bertahap,” lanjut Babad Tanah Jawi. Yang hadir pun menyantap makanan.

Oohya! Baca juga ya:

Mabuk Sebelum Melawan Sultan Agung, Adipati Pati Tewas di Medan Perang, Siapa yang Membunuh?

Kudus, Rembang, Lasem, Juwana, Tanjung, Demak, Grobogan, dan Cengkalsewu tunduk pada Amangkurat V. Adipati Pati memerintahkan penaklukan negeri-negeri yang jauh dari Pati.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid V, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Kenapa Ada Banyak Raja Bernama Warman di Indonesia Zaman Dulu?