IKN, Apakah Jakarta akan Senasib dengan Pajang dan Majapahit?
Sebentar lagi Jakarta akan ditinggal presiden baru. Presiden baru akan memerintah dari Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ini seperti ketika Senopati diserahi tahta Pajang, ia tidak memerintah di Pajang, melainkan di Mataram. Seperti halnya Raden Patah, ia tidak memerintah di Majapahit tetapi di Demak.
Senopati kemudian menunjuk adiknya menjadi adipati Pajang dan Raden Patah kemudian menunjuk iparnya menjadi adipati Majapahit. Akankah Jakarta sebasib dengan Pajang dan Majapahit?
Oohya! Baca juga ya:
Pendiri Majapahit Manfaatkan Pasukan Kubilai Khan, Kenapa Kubilai Khan Marah kepada Kertanegara?
Untuk Jakarta, Jokowi telah mengumumkan undang-undang yang menunjuk anak Jokowi menjadi pemimpin pengembangan Jakarta. Di Jakarta ada banyak aset yang berpotensi untuk dijual setelah presiden dan anak buahnya berkantor di IKN.
Di Jakarta juga ada proyek-proyek swasta yang belum tuntas. Swasta-swasta ini telah membantu banyak Jokowi selama dua periode, termasuk membantu pembangunan IKN.
Jika Jakarta diserahkan kepada gubernur yang dipilih rakyat, belum tentu Jakarta diurus seperti yang dibayangkan Jokowi. Oleh karenanya di atas gubernur Jakarta ada atasan lagi yang tugasnya ditegaskan dalam undang-undang.
Bagaimana yang terjadi di Kadipaten Majapahit? Sejarawan Slamet Mulyana menyebut Raja Demak Raden Patah terlambat memutar haluan kehidupan rakyat Majapahit.
Oohya! Baca juga ya:
Orang Kristen Naik Haji, Snouck Hurgronje Diusir dari Makkah
Raden Patah kadung fokus dengan wilayah pesisir. Akibatnya Mahapahit yang dipimpin Adipati Dyah Ranawijaya menjadi telantar.
Raden Patah merupakan anak Raja Majapahit Brawijaya V dari istri yang saat mengandungnya diserahkan kepada Adipati Palembang. Menolak menjadi penerus di Palembang, Raden Patah memilih berdiam di hutan Bintoro di Demak.
Ia lalu diangkat oleh Brawijaya V menjadi adipati Demak Bintoro. Setelah Majapahit runtuh laku menjadi wilayah kadipaten di bawah Demak, terjadi kemerosotan kehidupan perekonomian rakyat Majapahit.
Kegiatan tradisi keagamaan di Majapahit juga terus merosot. Tak ada lagi upacara keagamaan yang diadakan oleh kerajaan.
"Pendewaan terhadap raja makin menipis, dan pada suatu saat lenyap," kata Slamet Mulyana di buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.
Jokowi juga sempat didewa-dewakan. Dan kini pelan-pelan merosot.
Oohya! Baca juga ya:
16 Orang Kristen Naik Haji, Dua darinya Pernah di Indonesia
"Katena hubungan antara pemerintah pusat dan rakyat pedalaman tidak baik, kedua belah pihak menderita kerugian," ujar Slamet Mulyana mengenai hubungan Demak sebagai pusat pemerintahan di pesisir dan Majapahit sebagai negeri bawahan di pedalaman.
Tapi nasib Majapahit berbeda dengan nasib Pajang. Setelah menjadi negeri bawahan Matatam, Pajang berkali-kali memberontak terhadap Mataram.
Para petani dan pedagang yang berbondong-bondong dipindah ke Mataram, membuat kehidupan perekonomian di Pajang merosot drastis. Kelompok agama di Tembayatlah yang kemudian memulai pemberontakan.
Hingga pada masa Amangkurat I pun pemberontakan dari Pajang masih muncul. Trunojoyo adalah menantu tokoh agama di Tembayat, Pajang, yang menjadi pemberontak besar bagi Mataram.
Amangkurat II merasa perku mrmintahkan pusat pemerintahan Mataram ke Pajang. Keraton baru itu diberi nama Kartosuro tak jauh dari keraton lama Pajang.
Ma Roejan