Sekapur Sirih

Bupati Grobogan: Jika Raja tidak Jujur, tidak akan Selamat dalam Peperangan

Pakubuwono II beralih mendukung Kompeni. Bupati Grobogan menyiapkan 100 orang Cina untuk menyerbu Keraton Mataram. Jika raja tidak jujur, kata Bupati, ia tidak akan selamat dalam peperangan.

Setelah penobatan Amangkurat V, disusunlah rencana menyerbu ibu kota Mataram Kartosuro. Bupati Grobogan Martopuro menyiapkan 100 orang Cina.

Adipati Pati pun menasihati Bupati Grobogan agar tidak bertindak sembrono dalam peperangan yang dilakukan. Mataram menurunkan 10 ribu prajurit, untuk menaklukkan orang-orang Cina yang melarikan diri dari Semarang.

“Jika raja tidak baik dan tidak jujur, ia tidak akan selamat dalam peperangan. Dengan 100 orang saja, orang Kartosuro pasti takluk. Akan saya buat berenang di tempat becek,” jawab Bupati Grobogan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Adipati Pati Tipu Bupati Grobogan, Amangkurat V pun Dinobatkan Lagi Sebagai Raja di Pati

Bupati Grobogan dan Adipati Pati melakukan perlawanan karena Raja Mataram Pakubuwono II telah memihak kepada Kompeni. Sejak awal ia menjadi raja, Bupati Grobogdan dan Patih Notokusumo telah mempengaruhinya agar memusuhi Kompeni.

Baru juga mau bergerak, pasukan Mataram yang dipimpin Pringgoloyo tiba Grobogan. Pringgoloyo dibantu empat tumenggung, yaitu Wiroguno, Singoranu, Mloyokusumo, dan Mangunnagoro.

Bupati Grobogan yang masih berada di Demak tentu segera pulang. Setibanya di Gubug, sekitar 35 kilometer dari Grobogan, ia berunding dengan Adipati Pati, Kapiten Singseh, dan Kapiten Sepanjang.

Di Gubug itu pula, Martopuro bertemu dua utusan Pringgoloyo yang mengantarkan surat untuknya. Pringgoloyo menganggap tindakan Bupati Martopuro sudah kelewat batas.

Bupati Grobogan itu pun membalas surat Pringgoloyo dengan menyebut bahwa di sebelah utara Gunung gendeng sedang ada banteng bertelapak besi sedang mengamuk, akan segera menyeruduk gajah putih.

Oohya! Baca juga ya:

Jual Sepeda Motor Kredit, Ketua RT Ini Masuk Penjara

Pringgoloyo pun marah membaca surat Martopuro. Disobek-sobeknya surat itu lalu membuat surat balasan.

“Sudah diketahui isinya bahwa di sebelah utara Gunung Kendeng ada anak kambing dan anak kerbau yang baru keluar kuku kakinya,” kata Pringgoloyo dalam surat balasannya.

Pringgoloyo juga tidak akan surut mempertahankan wilayah Mataram. Ia sebut pesisir hingga dasar laut pun adalah tanah milik Pakubuwono II.

Isi surat itu membuat Martopuro marah. Ia pelintir jenggot, matanya garang memandang. Semua orang Grobogan ia kumpulkan.

Orang-orang Grobogan itu dikumpulkan bukan untuk ikut bertempur, melinkan hanya untuk bersorak ketika 100 orang Cina maju berperang. Mendengar gemuruh teriakan orang-orang Grobogan, praajurit Mataram gugup.

Martopuro memimpin 100 prajurit Cina menyerbu prajurit Mataram. Banyak prajurit Mataram yang tewas dan cedera.

Oohya! Baca juga ya:

Grobogan Banjir, Desember 1955 Ada Pemilu, Mengapa Residen Semarang Kirim Perahu Motor?

Tumenggung Wiroyudo dan Singoranu tewas di peperangan itu. Pringgoloyo melaporkan kondisi ini kepada Pakubuwono II.

Pakubuwono II marah membaca laporan Pringgoloyo. Terlebih, musuh mereka bukan hanya orang Cina.

Musuh Mataram disebut bertambah Bupati Martopuro dan Mangun Oneng yang sudah menjadi Adipati Pati. Pakubuwono II curiga, mereka berani mengangkat Raden Mas Garendi sebagai Amangkurat V, tentu ada orang di belakangnya.

Pakubuwono II pun mengirim utusan untuk menemui Pringgoloyo yang telah menyelamatkan diri. Utusan menyampaikan pesan raja dengan berbisik-bisik ke Pringgoloyo.

Di Semarang, Patih Notokusumo menyempaikan berita penobatan Amangkuat V kepada Kompeni. Tumenggung Tirtowiguno yang ditugasi di Semarang segera menyampaikan kabar ini kepada Pakubuwono II.

Oohya! Baca juga ya:

Digunjing karena Pinjol, Ternyata ITB Miliki Alumni Presiden dan Musuh Soeharto serta Anggota PMB

“Sudah jelas ini kejahatan Si Paman Notokusumo,” kata Pakubuwono II menanggapi laporan Tirtowiguno.

Pakubuwono lantas meminta bantuan Kompeni untuk menangkap Notokusumo yang masih di Semarang. “Kita rangkap saja menjadi dalang sekaligus wayang,” kata Bupati Grobogan kepada Adipati Pati setelah mendengar penangkapan Patih Notokusumo.

Mendapat laporan dari Bupati Grobogan dan Adipati Pati, Amangkurat V bersedih semalaman meratapi nasib Patih Notokusumo. Mereka juga melaorkan akan membela Notokusumo dengan menyerbu keraton Mataram.

Serbuan orang-orang Cina yang dikerahkan oleh Bupati Grobogan dan Adipati Pati membuat Pakubuwono II melarikan diri menuju Magetan dan kemudian berkeraton di Ponorogo. Amangkurat V pun kemudian bertahta di keraton Kartosuro.

Benar kata Bupati Grobogan. “Jika rajanya tidak baik dan tidak jujur, ia tidak akan selamat dalam peperangan.”

Kapan Indonesia memiliki kemujuran seperti kata Bupati Grobogan ini?

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid VI, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Kenapa Ada Banyak Raja Bernama Warman di Indonesia Zaman Dulu?