Tabrani Jadi Pahlawan Nasional, Ini Alasan Tabrani Menolak Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Persatuan
Menko Pulhukam Mahfud MD Rabu (8/11/2023 mengumumkan daftar pahlawan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah tahun ini. Ada enam tokoh yang ditetapkan, termasuk di dalamnya adalah M Tabrani, pencetus bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Presiden Jokowi menetapkan enam pahlawan nasional itu melalui Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH2023, tanggal 6 November 20233. Yaitu: Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dati Sulawesi Utara, M Tabrani dari Jawa Timur, Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah, KH Abdul Chalim dari Jawa Barat, dan KH Ahmad Hanafiah dari Lampung.
M Tabrani diusulkan oleh Balai Bahasa Jawa Timur. Rencana pengusulannya sudah disiapkan sejak 2019 oleh Badan Bahasa. Memerlukan waktu yang lama karena ternyata perlu waktu untuk mencari data mengenai sejak terjang Tabrani.
Oohya! Baca juga ya:
Bupati Grobogan Gunakan Senjata Bantuan Belanda untuk Serang Loji Belanda di Semarang
Ikrar Pemud ayang sekarang disebut Sumpah Pemuda, seharusnya dibacakan di di hari terakhir Kongres Pemuda Indonesia Pertama, yaitu pada 2 Mei 1926. Namun tim kecil yang membahas rancangan ikrar yang disusun Muh Yamin, tidak mencapai kata sepakat sehingga memutuskan untuk membawanya ke Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
Tabrani menjadi ketua panitia kongres, Yamin menjadi salah satu pembicara. Ia membahas bahasa-bahasa yang ada di Indonesia saat itu.
Tim kecil yang terdiri dari Tabrani, Yamin, Djamaluddin Adinegoro, dan Sanusi Pane memerika semua naskah para pembicara sebelum dibacakan di kongres. Tabrani menyetujui isi naskah yang disusun Yamin, tetapi ketika Yamin menyusun rancangan ikrar pemuda yang menyebut bahasa persatuan adalah bahasa Melayu, Tabrani menolaknya.
Dalam naskah pidatonya, Yamin belum menyebut bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Ia membahas bahasa-bahasa yang digunakan oleh banyak orang di Indonesia. Bahasa-bahasa itu berpeluang menjadi bahasa persatuan.
Tabrani menolak bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan bukan karena ia benci bahasa Melayu. Yang ia benci adalah imperialisme.
Oohya! Baca juga ya:
Ia mengakui ada banyak bahasa di Indonesia, semuanya memiliki peluang yang sama untuk berkembang. Jika memilih salah satu dari bahasa yang sudah ada sebagai bahasa persatuan, menurut Tabrani, hal itu akan membuka peluang munculnya imperialisme bahasa.
Argumen Tabrani ini sudah ia tulis pada Februari 1926. Bahasa Melayu dianggap Tabrani belum bisa menguatkan perasaan persatuan bagi bangsa Indonesia yang bukan pengguna bahasa Melayu.
Tabrani menilai bahwa bahasa memiliki kekuatan. Maka, jika bahasa Melayu dipaksakan menjadi bahasa persatuan, bisa memunculkan imperalisme bahasa Melayu terhadap bahasa-bahasa lain.
Maka, kata tabrani, yang diperlukan untuk menguatkan perasaan persatuan bangsa Indonesia tentu saja haruslah bahasa Indonesia. “Janganlah kita tak berusaha dan berikhtiar buat menerbitkan satu bahasa yang lambat laun akan dapat diberinya nama bahasa Indonesia,” tulis Tabrani.
Yang disebut bahasa Indonesia adalah gabungan dari berbagai bahasa yang sudah digunakan oleh bangsa Indonesia. Dalam berkomunikasi dengan orang-orang dari daerah lain, orang Sunda, misalnya, akan menggunakan bahasa campuran, ada Sunda, ada Melayu, ada Belanda, ada Arab.
Demikian pula orang Jawa, mereka akan menggunakan bahasa campuran juga. Ada Jawa, ada Belanda, ada Arab, ada Melayu, dan sebagainya. Bahasa itulah yang disebut Tabrani sebagai cikal bakal bahasa Indonesia.
Oohya! Baca juga ya:
Bahasa Indonesia ini, diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk mempercepat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Tabrani meyakini, gerakan persatuan Indonesia akan bertambah solid dan bergerak cepat dengan adanya bahasa Indonesia.
Pada saat membahas Ikrar Pemuda bagian bahasa persatuan ini, Djamaluddin Adinegoro menyetujui bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Tabrani dan Sanusi Pane tidak setuju.
Tabrani mengakui jasa besar Yamin, ketika rancangan ikrar pemud aitu dibawa ke Kongres Pemuda Indonesia Kedua, yang harus dijunjung sebagai bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Tidak lagi bahasa Melayu. Yamin menyetujui alasan Tabrani.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Hindia Baroe, 11 Februari 1926
- Anak Nakal Banyak Akal karya M Tabrani (1979)
- Dari Kongres Pemuda Indonesia Pertama ke Sumpah Pemuda karya B Sularto (1986)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]