Pemberian HGB dan SHM Pagar Laut, Kiara: Perampasan Ruang Laut
Pada 19 Oktober 2024, nelayan Tangerang sudah mempersoalkan pagar laut yang membatasi gerak mereka untuk melaut di diskusi “Strategi Nasionalisasi Proyek Swasta, Problematik PIK 2 Sebagai PSN”. Ada sekitar 200 nelayan yang hadir di diskusi itu.
ternyata, perairan yang dipagari itu telah dikeluarkan sertifikat HGB dan SHM oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIara) pun menilai itu sebagai perampasan ruang laut.
Ketika masalah pagar laut itu ramai di pengujung 2024, pemerintah dan pengembang mengaku tak tahu-menahu dengan pagar laut yang membentang sepanjang lebih dari 30 kilometer itu. Baru pada 10 Januari 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap pagar laut yang melintas di perairan enam kecamatan di Tangerang itu.
Namun, hingga 20 Januari 2025 KKP mengaku belum berhasil mengungkap pelaku pemagaran laut dan pemilik pagar laut itu. Padahal pemagaran laut tersebut telah merugikan nelayan kecil dan tradisional yang telah memanfaatkan perairan tersebut sebagai ruang produksi mereka dengan komoditas ikan, rajungan dan juga rebon.
Setelah kasus pagar laut di Tangerang ini ramai, bermunculan pula informasi mengenai keberadaan pagar laut di daerah lain. Pemagaran laut juga terjadi di perairan Kabupaten Bekasi yang mencapai dua kilometer. Terjadi juga di perairan Pulau C di perairan Jakarta Utara dengan jarak mencapai 500 meter.
Dari ketiga lokasi tersebut, terdapat pola yang sama dan dengan menggunakan peralatan yang sama. Yaitu bambu yang disertai dengan pemberat.
Perairan di Tangerang yang telah dipagari itu, ternyata sudah ada pemilik HGB-nya. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tercatat telah mengeluarkan sertifikaa HGB dan SHM untuk perairan yang dipagari di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah mengakui hal itu. Menurut Nusron, Kementerian ATR/BPN telah mengeluarkan HGB sebanyak 263 bidang laut dan SHM sebanyak 17 bidang. Luasannya mencapai sekitar satu juta meter persegi atau 100 hektare (ha).
Rinciannya, menurut Menteri ATR/BPN, sebagai berikut:
- PT Intan Agung Makmur mendapat 234 bidang
- PT Cahaya Inti Sentosa mendapat 20 bidang
- Perorangan (data belum dibuka ATR/BPN) mendapat sembilan bidang
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menelusuri situs milik Kementerian ATR/BPN. Berdasarkan garis pantai pada peta desa dari Badan Informasi Geospasial (BIG), maka terdapat persil-persil tanah di laut seluas sekitar 515,77 ha atau lebih dari lima juta meter persegi.
Seluruh persil-persil tanah yang berada di atas laut tersebut posisinya ada di perairan laut Desa Kohod, Kecamatan Pakishaji, Kabupaten Tangerang. Luas hasil penelusuran ini lima kali lipat dari pernyataan Menteri ATR BPN yang menyatakan hanya terdapat sekitar 1 juta meter persegi luas bidang tanah tersertifikat di atas laut.
Menurut Kiara, proses yang berlangsung dari mulai pemagaran hingga pendaftaran tanah ini patut diduga merupakan proses komodifikasi dengan mengubah laut menjadi daratan. Dugaan selanjutnya, kemungkiinan akan dilakukan privatisasi atas ruang daratan yang telah terbentuk oleh aktor dan pihak tertentu.
“Dari penelusuan yang telah dilakukan, PT Cahaya Inti Sentosa merupakan salah satu pemegang saham di PT Pantai Indah Kapuk Dua, sedangkan PT Intan Agung Makmur memiliki kantor utama yang berada di gedung yang sama dengan PIK 2. Sehingga hal ini tidak dapat dipisahkan karena relasi yang sangat erat antara kedua perusahaan tersebut dengan PIK 2, bahkan hal ini diduga berkaitan dengan PSN PIK 2,” jelas Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati
Menurut Susan, Kiara pun melakukan penelusuran di Kecamatan Kramat dan juga Kecamatan Mauk. Nelayan kecil menyebutkan bahwa pemagaran laut tersebut diduga untuk perluasan kawasan PIK 2 yang akan menimbun ataupun mereklamasi laut sebagai bagian dari perluasannya.
Kiara mendapatkan informasi dari pengaduan langsung dari nelayan kecil. Informasi dan dugaaan tersebut didapatkan nelayan ketika proyek pemagaran laut ini sedang berjalan tahun lalu.
“Dari hasil penelusuran yang telah dilakukan Kiara, tidak ada perubahan yang signifikan yang disebabkan abrasi di wilayah pesisir Desa Kohod, sehingga dalil bahwa pemagaran laut ini untuk menanggulangi abrasi itu adalah kekeliruan,” kata Susan. Penelusuran tersebut dilakukan sejak tahun 1985 hingga 2024.