Lincak

Balap Peti Sabun, Keceriaan Sebelum Orang Indo Pergi dari Indonesia

Balap peti sabun (lomba peti sabun) yang diadakan oleh koran AID Preangerbode memunculkan keceriaan tidak saja pada keluarga Belanda dan keluarga Indo, melainkan juga Cina dan keluarga Indonesia. Tahun 1950-an menjadi masa-masa akhir keluarga Belanda/Indo sebelum ramai-ramai pergi tinggalkan Indonesia. Sumber: preangerbode

Tahun-tahun penduduan Jepang di Indonesia menjadi masa-masa kelabu bagi keluarga Belanda dan keluarga Indo. Banyak orang Indo/Belanda ditangkap Jepang.

Tapi pada 1950-an, mereka sudah kembali ceria. Koran berbahasa Belanda AID Preangerbode bahkan berbagi keceriaan lewat balap peti sabun (lomba peti sabun) pada Oktober 1950, kemudian pada 1951 dan 1952.

Tahun 1950-an menjadi masa-masa akhir mereka sebelum pergi tinggalkan Indonesia. Sejak 1942, mereka mengalami masa-masa kelabu menjadi tawanan pemerintah pendudukan Jepang dan melewati masa perang kemerdekaan 1946-1949.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada masa pendudukan Jepang, orang Belanda/Indo yang laki-laki dewasa dipekerjakan di berbagai proyek Jepang. Yang perempuan dan anak-anak dimasukkan ke kamp interniran.

Begitu Jepang kalah dan Belanda kembali ke Indonesia untuk memulihkan keadaan setelah Sukarno-Hatta memproklamasikan Indonesia, keluarga Belanda/Indo sedikit senang. Tapi kondisi yang tidak sesuai harapan membuat mereka ingin meninggalkan Indonesia, tetapi juga tidak ingin tinggal di Belanda.

Sejak awal 1946, sudah ada yang mulai meninggalkan Indonesia, tetapi banyak juga yang bertahan hingga 1950-an. Orang Belanda yang tinggal di Belanda sendiri pesimistis dengan masa depan di Eropa.

Mereka menghadapi masa suram setelah Jerman menguasai Belanda sejak 10 Mei 1940, meski Jerman sudah menyerah pada Mei 1945. Angket dibagikan di Belanda. Pada April 1948, menurut catatan Geert Mak di buku Abad Bapak Saya, yang ingin beremigrasi mencapai 43,5 persen.

Ketika Belanda mencoba kembali ke Indonesia, dan tidak rela menyerahkan 70 juta warga Indonesia kepada Sukarno, orang-orang Belanda/Indo di Indonesia memiliki harapan baru di Indonesia. Apalagi pembicaraan-pembicaraan berikutnya adalah dibentuknya Uni Belanda-Indonesia.

Perang kemerdekaan yang dilakukan bangsa Indonesia membuat keluarga Belanda/Indo resah. Tapi mereka kemudian merasa terobati dengan langkah-langkah pemerintah Belanda untuk mengambil Indonesia kembali itu.

Ketika pecah perang kemerdekaan, keluarga Belanda/Indo di Indonesia seperti baru keluar dari sarang harimau, masuk ke mulut buaya. Baru keluar dari kamp interniran Jepang, masuk ke peperangan bangsa Indonesia yang ingin merebut segala hal dari Belanda.

“Dulu ada sekitar 300 ribu orang Belanda dibandingkan dengan 70 juta orang Indonesia. Kaum pria yang pada waktu perang menjalankan tugas militer, untuk bagian terbesar segera sesudah kapitulasi Hindia Belanda ditawan sebagai tawanan perang,” tulis Pans Schomper di buku Selamat Tinggal Hindia.

Orang Belanda lainnya, yang bekerja sipil beserta perempuan dan anak-anak dimasukkan ke kamp interniran. Kamp itu dikelilingi kawat berduri. “Sebelum semua orang masuk kamp, tidak ada lagi yang mempunyai pekerjaan, tidak ada yang menerima gaji, sekolah-sekolah dilarang, koran-koran tidak terbit lagi,” lanjut Pans Schomper.

Nasib mereka baru berubah ketika Jepang kalah perang pada 1945. Sekutu datang di Indonesia, Belanda menyusul, lalu pecah perang kemerdekaan.

Akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Pemerintah Indonesia pun memberikan tawaran soal kewarganegaraan.

Orang-orang peranakan yang lahir di Indonesia otomatis menjadi warga negara Indonesia, kecuali ada pengajuan keberatan. Rupanya banyak keluarga Indo yang tak mau menjadi warga negara Indonesia, sehingga tahun 1950-an menjadi masa-masa akhir mereka tinggal di Indonesia, sebelum akhirnya ramai-ramai pergi tinggalkan Indonesia

Berita Terkait

Image

Tiada Remaja Sunda Juara Balap Peti Sabun, Masa Akhir Indo di Indonesia

Image

Tiada Remaja Sunda Juara Balap Peti Sabun, Masa Akhir Indo di Indonesia

Image

Tiada Remaja Sunda Juara Balap Peti Sabun, Masa Akhir Indo di Indonesia