Tiada Remaja Sunda Juara Balap Peti Sabun, Masa Akhir Indo di Indonesia
Tahun 1950-an adalah tahun galau bagi orang Indo di Indonesia setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada Desember 1949. Dekade 1950-an menjadi masa-masa akhir bagi keluarga Indo, mereka kemudian memilih meninggalkan Indonesia.
Tapi, sebelum mereka meninggalkan Indonesia, mereka sempat berbagi keceriaan pada 1950-1953. Koran berbahasa Belanda yang ditujukan untuk orang-orang Indo, AID Preangerbode, mengadakan balap peti sabun di Bandung.
Tak hanya remaja Indo yang ikut balap, tetapi ada juga remaja Cina dan remaja Indonesia dari Sunda dan Jawa. Tapi tak ada remaja Sunda yang menjadi juara balap peti sabun itu. Balap itu kini pelaksanaannya diteruskan oleh Daya Mahasiswa Sunda (Damas).
Hari ini, Sabtu (14/10/2024) dan besok, Ahad (15/12/2024), balap peti sabun itu berlangsung di Bandung. Tentu seru juga seperti dulu.
Dulu, Prangerbode tentu mengadakan lomba balap itu tanpa mengaitknnya dengan masa-masa akhir mereka tinggal di Indonesia. Koran itu masih terbit hingga 1957.
Oleh Preangerbode, balap peti sabun ini diperuntukkan bagi semua remaja berbagai bangsa. Tapi ada batasan usia.
“Semua anak laki-laki berusia sekitar 10-16 tahun,” tulis Preangerbode. Pada 1950 dan 1951 baru anak laki yang diperbolehkan ikut lomba, tapi pada 1952, ada balap khusus untuk anak-anak perempuan.
Karena pada 1950 itu balap peti sabun baru pertama kali diadakan, maka Preangerbode pun memberian panduan cara pembuatan kereta peti sabun. Peti sabun juga harus memenuhi syarat keamanan.
Misal, panjang peti sabun tidak boleh melebihi dua meter. Jarak poros roda depan dan belakang minimal harus satu meter. Peti sabun juga harus dlengkapi rem.
Peti sabun ini meluncur di lintasan balap dengan cara didorong. Saat start, peti sabun diletakkan di papan luncur landai.
Tidak jarang yang di tengah lintasan sudah melambat lajunya. Hal itu memerlukan bantuan dorongan lagi dari orang lain.
Tapi karena dorongannya terlalu kuat, kereta balap peti sabun itu malah terguling dan rusak. Tentu memerlukan perbaikan untuk bisa meneruskan balap.
Ada juga pengendara tidak mampu mengendalikan laju. Begitu tiba di garus finis, peti sabun tetap melaju kencang dan menabrak penonton yang ada di depan depan garis finis.
Alfred Amrein mengalami hal itu pada balap 1952. Ia menabrak kaki penonton setelah melewati garis finis di babak final.
Alfred Amrein menjadi juara kedua pada 1952. Kalah dari adiknya, Erich Amrein, yang menjadi juara pertama.