Gara-gara Kata Goblok, Pendiri Bluebird Ajak Gelut Mahasiswa dan Abdul Muis Divonis Dua Bulan Penjara
Posisi Kiai Miftah lebih tinggi dari penjual es teh, karenanya ketika ia memaki goblok kepada penjual es, lalu tertawa, banyak orang tidak senang kepada Kiai Miftah. Orang ramai-ramai membuat petisi agar Presiden Prabowo mencopotnya dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden.
Di masa penjajahan dulu, kata goblok dipakai untuk memaki pejabat atau aparat keamanan. Abdul Muis pernah melakukannya untuk memaki asisten wedana. Apa arti goblok di dalam KBBI?
Pada tahun 1955, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Djokosoetono mengajak gelut mahasiswa yang tak terima ada dosen yang menggoblok-goblokkan mahasiswa. Djokosoetono kemudian juga dikenal sebagai pendiri Bluebird pada 1972.
Dosen itu Prof Hazairin, sering mengatai mahasiswanya sebagai goblok. Sering pula melontarkan pertanyaan ejekan, “Otakmu di mana?” Keberatan dengan tindakan ini, Persatuan Front Mahasiswa Nasional melayangkan protes bernada ancaman kepada Djokosoetono selaku dekan.
Mereka mengancam, jika Prof Hazairin tidak mengubah perilakunya, mereka tidak bertanggung jawab atas keselamatan Prof Hazairin. Namun, dalam suratnya mereka hanya menyebut Prof Hazairin bertindak kolonial.
Djokosoetono berpihak kepada dosen. Menurut laporan koran Nieuwsgier edisi 5 Maret 1955, setelah melakukan penyelidikan, ia tak menemukan keberadaan organisasi mahasiswa bernama Persatuan Front Mahasiswa Nasional.
Maka, surat yang ia terima ia anggap sebagai surat kaleng. Ia lalu mengumpulkan mahasiswa. Ia ingatkan agar mahasiswa tidak berbuat keributan dengan menyerang dosen.
Jika itu dilakukan, Djokosoetono yang saat itu berusia 46 tahun menyatakan masih sanggup gelut dengan 20 mahasiswa. Tapi jika mahasiswanya ada 200 orang, ia akan meminta bantuan polisi.
Ia berpesan kepada mahasiswa, jangan menyalahkan dosen jika mereka tidak bisa mengerjakan soal ujian. Sebagai calon sarjana hukum, mereka juga diminta tidak melakukan intimidasi.
Mengutip hasil penyelidikan Java Post, Nieuwsgier menyebut bahwa Prof Hazairin sering mengatai mahasiswa dengan kata goblok. Atau dengan pertanyaan “di mana otakmu”.
Yang dilakukan Hazairin tampak seperti yang dilakukan Kiai Miftah. Posisi mereka lebih tinggi dari yang dimaki.
Tapi, Nieuwsgier juga membela Hazairin. “Dia melakukan hal tersebut bukan karena ia suka berbicara seperti itu, melainkan karena kecewa dengan buruknya kemajuan mahasiswa,” tulis koran itu.
Ini berbeda dengan yang dilakukan oleh pemimpin redaksi koran Java Post, Goh Tjing Hok, pada 1 Oktober 1952. Dalam editorialnya, Java Post memaki polisi dengan kata goblok, bodoh, dan gendeng.
Ia kemudian diajukan ke pengadilan oleh polisi. Di depan majelis hakim, ia mengaku telah menulis hal itu, tetapi ia menyangkal telah menghina polisi.
Ia menyebut editorial yang ia tulis itu merupakan kritik melawan nafsu kekuasaan. Hakim memutuskan ia bersalah, dihukum denda Rp 200.