Dungu Sejak Dulu
Seorang pembaca Soeara Moehammadijah mengajukan keluhan dan pertanyaan panjang lebar. Ia menyebutnya sebagai “kicauan”, dimuat di majalah milik Muhammadiyah itu, edisi Oktober 1922.
Di akhir kicauan, ia mengucapkan salam, lalu ia tulis atribusi dirinya: Wassalam, si dungu dan bebal, Ismail. Rupanya, kata dungu yang tercatat di KBBI itu sudah sejak dulu biasa digunakan.
Baca kata dungu, mengingatkan pada Rocky Gerung yang memopulerkan kembali kata dungu untuk menyebut lawan diskusinya yang tidak memiliki pemahaman terhadap permasalahan. Apa bedanya dungu, bebal, bodoh, dan kiasan yang sudah dicatat J Kats pada 1927: otak udang?
Ismail mendungukan diri sendiri, sedangkan Rocky Gerung mendungukan pemahaman/tindakan orang lain. Terakhir ia tujukan kepada Ridwan Kamil, menyebut candaan Ridwan Kamil tentang janda sebagai “olok-olok yang dungu.”
Pada kampanye Pilkada DKI Jakarta 2024 pada 16 November 2024, Ridwan Kamil menyebut akan menyantuni para janda miskin. Banyak yang marah atas candaan Ridwan Kamil, yang bunyi candaannya begini:
“Nanti janda-janda akan disantuni oleh Pak Habiburokhman, akan diurus oleh Bang Ali Lubis.”
“Nanti akan diberi sembako oleh Bang Adnan, dan kalau cocok akan dinikahi oleh Bang Ryan.”
Kembali ke kicauan Ismail di Soeara Moehammadijah, isi kicauan itu mengurai berbagai persoalan kerusakan yang muncul dalam praktik kehidupan. Tentu saja dikaitkan dengan praktik ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Tulisan di Soeara Moehammadijah itu membuktikan bahwa penggunaan kata dungu sudah lazim pada 1922 itu. Dirunut ke belakang, kata dungu ternyata juga sudah lazim digunakan hampir seabad sebelumnya, pada 1824.
Kata bebal, bahkan sudah digunakan jauh sebelumnya. Naskah Melayu klasik Bustan al-Salatin dari Aceh yang ditulis pada 1638-1643, telah menyebut bebal: Hai hamba Allah, engkaulah bebal akan yang pekerjaan yang kesudahan.
Naskah tahun 1824, mulai ditulis di Belitung dan selesai di Batavia, Surat Ingatan Tengku Said al-Qadri, menyebut bebal dan dungu:
... maka dengan sebab inilah kita Tengku Said menghertikan maksud kedua fihak itu akan kebajikan dengan sungguh-sungguh ijtihad kita yang bebal lagi dungu ini sebab takut kita barangkali sebab kurang mengerti perbahasaan kedua fihak itu ....
Pada 1833 ada Syair Mekah Madinah yang ditulis oleh Syek Daud Sunur. Naskah ini ada di Ulakan, Sumatra Barat, di dalamnya ada nasihat kepada si dungu:
Dengar olehmu wahai sahabat
Fakir yang dungu punya amanat
Bacalah kitab ilmu yang mufakat
Supaya betul jalan akhirat
Ilmu yang salah banyak sekarang
Sebab muftinya tiada terang
Ada pula Syair Kumbang dan Melati dari Bengkulu sebelum tahun 1859:
Istimewa yang ahli mengikat peri
Ahli mengikat kalam cumbuan
Diharapkan ampun sekalian tuan
Kepada fakir kurang pengetahuan
Tambahan bebal yang tiada keruan
Bebal dan dungu bukan seperti
Mengikat saja belum mengerti
Daripada hendak melipurkan hati
Seboleh-bolehnya ngarang dikuati
Pada masa lalu, bukan hal tabu mengucap dungu dan bebal. Tak pula terasa kasar di telinga.