Lincak

Pusar Hamengkubuwono III Dijilati Saat Sekarat, Ini yang Dilakukan Diponegoro

Pangeran Diponegoro belajar agama sejak kecil, lalu belajar mistik Jawa setelah remaja. Ia pun bertindak ketika pusar Hamengkubuwono III dijilati saat sekarat.

Sultan Hamengkubuwono III mengalami demam selama sebulan pada Oktober 1814. Disaksikan Diponegoro, dukun meracik obat-obatan, para kiai berzikir di dekat ranjang Sultan.

Pada November 1814 sakit Hamengkubuwono III sampai puncaknya. Pada saat Sultan sekarat, dilakukan ritual menjilati pusarnya.

“Yang bertujuan untuk mempermudah keluarnya daya hidup,” tulis Peter Carey.
Bagaimana Diponegoro melihat praktik mistik Kejawen ini? Diponegoro sejak kecil belajar agama ala pendidikan pesantren di Tegalrejo.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia belajar Alquran dan hadis. Ia juga mempelajari Kitab Tuhfah yang membahas sufisme, mempelajari Usul dan Tasawwuf, traktat yang berisi teologi mistik Islam.

Oohya! Baca juga ya: Keris-Keris Diponegoro, Ada yang Dijadikan Jimat Selama Perang Jawa dan Ada Pula yang Disita oleh Ratu Ageng karena Isi Ramalannya

Serat Anbiya dan Tafsir Quran pun ia pelajari. Termasuk pula Siratussalatin dan Tajussalatin. Tentang hukum Islam, Diponegoro mempelajari buku Taqrib, Lubab al-Fiqh, Muharrar, dan Taqarrub.

Ia juga mempelajari kitab klasik Arab dan Persia seperti Fatah al-Muluk (Kemenangan Para Raja), Hakik al-Modin dan Nasihat al-Muluk (Pelajaran Moral bagi Para Raja). Kitab-kitab klasik Jawa seperti Serat Rama, Bhoma Kawya, Arjuna Wijaya, dan Arjuna Wiwaha juga ia dalami.

Joyo Lengkoro Wulang yang berisi aspek-aspek kenegarawanan juga ia baca. Kitab ini berkisah tentang pangeran muda yang berkelana bertemu dengan banyak guru, mulai dari guru sekuler hingga guru mistik.

“Ini adalah teks yang punya daya tarik universal di antara elite keraton, yang menjadi lambang cita-cita pendidikan ideal bagi para ksatria muda. Diponegoro memberikan ekspresi praktisnya dengan berziarah ke Pantai Selatan pada sekitar 1805,” tulis Peter Carey mengenai Joyo Lengkoro Wulang.

Ia juga membaca Serat Gondokusumo, Asmoro Supi, Serat Angreni, Serat Manikmoyo. Naskah-naskah Jawa itu berkisah tentang kehidupan para bangsawan.

Oohya! Baca juga ya: Diponegoro dan Pengikutnya Berhasil Selamatkan Diri pada Waktu Maghrib Saat Rumahnya Dibakar Belanda, Sempat Shalat Maghribkah Mereka?

Ia pun ingin membaca Menak Amir Hamza, kisah kehidupan paman Nabi Muhammad. “Tetapi permintaan itu ditolak oleh Belanda dengan pertimbangan ‘terlalu mahal’ (padahal pertimbangan sebenarnya adalah karena isinya yang Islami,” kata Peter Carey.

Buku-buku yang dipelajari Diponegoro memperlihatkan bahwa ia adalah seorang intelektual. Belajar mulai dari mistik-Kejawen, mistik-Islam, ilmu-ilmu ketatanegaraan, Alquran dan hadis.

Ia menjalankan ajaran Islam, tetapi juga menyukai dunia mistik. Kendati begitu, ia tidak rela pusar ayahnya dijilati saat ayahnya mengalami sekarat.

Semasa menjadi sultan, Diponegoro tahu pemerintahan ayahnya penuh intrik. “Sultan tidak pernah menikmati kehidupan yang betul-betul sehat dan intrik-intrik terhadap kekuasaan ayahnya kemarin tentu memperburuk kondisi kesehatannya,” ujar Peter Carey.

Lalu apa yang ia lakukan ketika melihat orang-orang menjilati pusar ayahnya? “Diponegoro bergerak maju dan dengan tegas menutup tubuh ayahnya dengan selimut, yang berarti membatalkan di tengah jalan ritual tersebut,” kata Peter Carey.

Dukun tetap meracik obat. Kiai tetap meneruskan zikirnya.

“Tindakan ini menunjukkan bahwa sekalipun ia penganut mistik Islam-Jawa, Pangeran tidak setuju dengan beberapa aspek praktik adat istiadat kebatinan Jawa masa itu.

Dukun tetap meracik obat. Kiai tetap meneruskan zikir.

Oohya! Baca juga ya: Diminta Pakubuwono II Mengusir Orang Cina, Bupati Grobogan Disebut Ingin Mengusir Anjing tetapi Mengempit Anak Anjing

Pada akhirnya, Sultan Hamengkubuwono III harus pasrah pada kehendak Sang Khalik. Ia meninggal pada 3 November 1814 saat fajar menyingsing.

“Residen Inggris Kapten Gernham (1782-1827; menjabat 1814-1815), segera memerintahkan tentara Sepoy untuk menjaga segel-segel dan gembok ruang-ruang kerajaan untuk mempersiapkan penguasa baru,” kata Peter Carey.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Takdir karya Peter Carey (2014)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Benarkah Bahasa Berasal dari Jawa?

Image

Beberapa Kiai Ini Dikenal Sebagai Penyebar Injil di Jawa

Image

20 Ribu Keluarga Asia Gantikan 20 Ribu Keluarga Romawi di Jawa, Habis Jugakah Mereka?