Lincak

Sebutan 'Inlander' Diusulkan Diganti 'Indonesiana', tetapi Dikritik

Indonesia dipakai untuk menggantikan nama Hindia Belanda. Penduduknya disebut orang Indonesia, menggantikan sebutan dari Belanda, 'inlander'.
Indonesia dipakai untuk menggantikan nama Hindia Belanda. Penduduknya disebut orang Indonesia, menggantikan sebutan dari Belanda, 'inlander'.

Sebutan resmi untuk orang Indonesia di undang-undang dasar (grondwet) adalah “inlandsche” atau “inheemsche”. Dalam keseharian yang sering diucapkan adalah “inlander”. Semua artinya pribumi. Orang Indonesia membenci sebutan ini. Kata ini selalu dikaitkan dengan kolonialisme. ‘’Itulah alasan mengganti istilah yang dibenci itu dengan istilah ‘orang Indonesia’,’’ tulis Prof Dr HTH Fischer di buku Inleiding tot de Culture Anthropologie van Indonesia (1952: 2).

Pada tahun 1926, saat berbicara di Kongres Pemuda Indonesia Pertama, sekretaris panitia kongres Soemarto juga menyebut perlunya penggantian inlander. Ia memilih menggantinya dengan “Indier” (orang Hindia). Tapi penyebutan ini kalah popular dengan penyebutan “Indonesier” (orang Indonesia) sebagai pengganti inlander. Selama tahun 1930 sampai 1932, wartawan Kelana Djaja memperkenalkan sebutan “Indonesiana” untuk orang Indonesia laki-laki dan “Indonesiani” untuk menyebut orang Indonesia perempuan di koran Sedio Tomo yang ia pimpin (Soeara Oemoem, 21 April 1938 dan 25 April 1938).

Tapi, ketika Kelana Djaja menciptakan kata itu, menurut penilaian Soedarjo Tjokrosisworo, ia masih berpegang kepada pengembangan bahasa Melayu. Karenanya, Soedarjo mengingatkan, dengan adanya pengakuan dalam Sumpah Pemuda 1928, ia memilih menciptakan kata baru demi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Mengutip pernyataan Kelana Djaja, Soedarjo menyatakan bahwa “Indonesiana-Indonesiani” tidak meluas pemakaiannya (Soeara Oemoem, 25 April 1938). Oleh karena itu, Putra Selong dalam tulisannya di Soeara Oemoem edisi 24 Mei 1938 menyerukan untuk menggunakan lagi sebutan “Indonesiana-Indonesiani” sebagai pengganti Indonesier:

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Marilah kita hidoepkan perkataan “Indonesiana-Indonesiani”. Pendam dan tanamlah perkataan “Indonesier”. Sekali lagi hidoeplah “Indonesiana-Indonesiani”.

Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), pada kongresnya 1938, memutuskan penggantian sebutan “Indonesier” dengan “Indonesiana”, bersama dengan penggantian istilah lainnya. Darmo Kondo mengkritik keputusan ini melalui rubrik “Isi Podjok” yang dijaga oleh Chronos:

Kalau orang Indonesia laki diseboet Indonesiana, orang laki Belanda apa laloe djadi Belandana, enz. enz.

Chronos sendiri moepakat seperti sekarang jaitoe: poetra Indonesia, poetra Andalas enz.

Kata Indonesia itoe sadja boeat lidah Indonesia sendiri soedah soekar, apalagi Indonesiana. Chronos tidak djarang dengar orang berkata: Indonesia keliroe Indosenia atau Indosia. Apalagi berkata Indonesiana tentoe merasa soekar dan pilih sadja poetra Indonesia boeat anak Indonesia laki-laki ataupoetri Indonesia boeat anak-anak Indonesia perempoean. Indonesiana nanti bisa keliroe Indo-sina (Indo-China) atau Indo-ana (Indo-Anna) (Soeara Oemoem, 9 Juni 1938).

Sebutan inheemsche/inlandsche/inlander yang bernada negatif di undang-undang dasar (grondwet) itu gagal diamendemen menjadi Indonesia. Sebutan koloni lebih beruntung nasibnya, karena pada amendemen 1922, sebutan itu dihapus. Dalam perubahan undang-undang dasar itu, wilayah Kerajaan Belanda mencakup juga Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao. ‘’Oleh karena perubahan grondwet di tahun itu, Hindia Timur, Hindia Barat, dan Curacao telah menjadi bagian-bagian yang sama dari Kerajaan Belanda,’’ tulis Bintang Timoer edisi 25 Oktober 1934 mengutip De Indische Courant. Hindia Timur adalah nama yang dipakai sebelum Hindia Belanda, untuk menyebut Indonesia. Sedangkan Hindia Barat digunakan untuk menyebut Suriname.

Namun, kata koran itu, orang masih menyebut menterinya sebagai menteri daerah jajahan. Masih ada pula sebutan Koloniaal Verslag. ‘’Malah di dalam Indische Staatsregeling masih ada satu kali disebut perkataan kolonien,’’ kutip Bintang Timoer.

De Indische Courant menyebut itu sebagai kesalahan Belanda yang perlu segera diperbaiki. Di Volksraad, wakil dari Perhimpoenan Pegawai Bestuur Boemipoetera (PPBB) telah meminta penyebutan Hindia Belanda diganti menjadi Indonesia, tetapi mendapat perlawanan hebat dari surat-surat kabar Belanda di Batavia.

Biarpun sebenarnya orang akan bertanya “what is in a name” apakah artinya nama, tetapi dalam hal ini kita rasa ada besar faedahnya. Dari nama dan sebutan itu, lama-lama akan masuk perasaan persamaan biarpun ada perbedaan tetapi tidak oleh sebab yang satu kurang, hanya karena yang satu beda dengan yang lain, artinya wel anders maar daardoor is niet minder (Bintang Timoer, 25 Oktober 1934).

Di masa itu, sebutan orang Indonesia adalah sebutan untuk pribumi di Hindia Belanda. Maka, setelah Indonesia merdeka, sebutan untuk orang Indonesia meluas ke siapa pun yang bersedia melakukan naturalisasi menjadi bangsa Indonesia. Pada 1931, Partai Ra’jat Indonesia yang dipimpin Tabrani menerbitkan brosur “Menoedjoe Kemerdekaan Indonesia”. Memilih jalan parlementer, Partai Ra’jat Indonesia mengaku sebagai partai reformis yang menginginkan pencapaian kemerdekaan dan kemudian menjadi anggota Liga Bangsa-Bangsa. Menyeru “satu kehendak nasional” dan “satu tindakan untuk kemerdekaan”, lewat brosur itu Partai Ra’jat Indonesia menawarkan konsep kewarganegaraan yang sederajat untuk semua orang yang tinggal di Hindia Belanda:

selain orang Indonesia, semua elemen penduduk yang ada di sini (Belanda, Indo-Eropa, Indo-Cina, Indo-Arab, dan lain-lain) akan dapat mempengaruhi urusan negara sebagai warga negara yang memiliki hak yang sama. Kewarganegaraan Indonesia dapat diperoleh dengan cara naturalisasi bagi orang non-Indonesia (Bataviaasch Nieuwsblad, 28 September 1931)

Sumber: Rancangan buku mengenai Tabrani dan bahasa persatuan yang disusun Priyantono Oemar

Berita Terkait

Image

Tae Bikin Farhat Abbas dan Denny Sumargo Berseteru, Parada Harahap dan Tabrani Dulu Berseteru karena Kongkalikong

Image

Ini Alasan Kongres Pemuda Diadakan, Ada Orang Tua, dan Bikin Sumpah Pemuda