Benarkah Orang Kalang Keturunan Anjing? Sultan Agung Buatkan Permukiman
Pada mulanya, orang Kalang tinggal di hutan, berpindah-pindah. Mereka memiliki pengetahuan tentang kayu dan pertukangan.
Pada 1636, Sultan Agung membuatkan mereka permukiman di dalam dan di luar ibu kota Mataram. Sultan Agung meminta mereka dengan setengah memaksa agar mereka bersedia tinggal di permukiman.
Benarkah mereka keturunan Raja Medang Kamulan yang kawin dengan seekor anjing? Legenda Jawa mengisahkan hal itu.
Oohya! Baca juga ya:
Untuk Apa Sultan Agung Buatkan Orang Kalang Permukiman? Sebelumnya Mereka Tinggal di Hutan
Pada masa Amangkurat II, orang Kalang berada di bawah tanggung jawab Tumenggung Sosrowijoyo. Ini tumenggung yang diberi tugas memelihara keraton.
Ada 6.000 orang Kalang yang menjadi tanggung jawab Tumenggung Sosrowojoyo. Pada masa Mataram dipecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta, orang Kalang juga dipecah menjadi dua: 3.000 ikut Surakarta, 3.000 ikut Yogyakarta.
Sultan Agung membuatkan permukiman untuk mereka. Dengan tinggal di ibu kota atau di luar ibu kota Mataram, mereka mudah dihubungi jika keraton memerlukan tenaga mereka.
Keahlian mereka memilih kayu dan terampil dalam pertukangan membuat mereka diperlukan oleh banyak pihak. Mereka akan dimintai bantuan membangun rumah, membuat pedati, membuat tempat tidur, membuat alat petanian, dan sebagainya.
Setelah sekian lama hidup menetap, mereka kemudian ada yang menjadi pedagang dan usaha simpan pinjam. Sebelumnya, tinggal di hutan, berpindah-pindah.
Oohya! Baca juga ya:
OPM Injak-Injak Nama Presiden yang Ada di Keset di Pintu Markas di Hutan Papua
Mereka merupakan keturunan anjing membuat mereka dipandang hina oleh orang Jawa. Menurut legenda, Raja Medang Kamulan menikahi perempuan yang dikutuk menjadi anjing.
Jadi, mereka mengaku sebagai orang Jawa awal. Sebagai keturunan anjing, mereka dikenal sangat menghargai anjing merah, menakjinggo.
Di zaman Majapahit Menakjinggo adalah sosok manusia berkepala anjing yang memberontak kepada Majapahit. Orang Kalang memelihara anjing merah dan anjing itu tidak boleh diperlakukan secara tidak baik oleh siapa pun.
Sejak zaman Sultan Agung, mereka tinggal di permukiman. Dalam acara pernikahan orang Kalang, sebagai keturunan anjing, ada acara membalur seluruh tubuh pengantin dengan abu dari tulang anjing merah. Pembaluran itu dilakukan sebelum perlengkapan pengantin dipajang.
Untuk seserahan, pengantin pria akan mengantarkan sepasang kerbau, bajak, garu, cangkul, cambuk, dan seikat padi. Jika calon pengantin pria dari keluarga berada, pedati harus ada dalam daftar barang yang diserahkan.
Saat ada kematian, orang Kalang akan melakukan tradisi obong. Mereka akan membuat boneka dari kayu jati yang kemudian diberi sesajen.
Oohya! Baca juga ya:
Boneka kayu jati itu tingginya 35 cm dan lebarnya 15 cm. Boneka ini disebut puspa, diberi paaian dan perhiasan.
Boneka itu lalu ditempatkan di rumah-rumahan yang dibuat dari bambu dengan ukuran 2x2x1 meter.. Dinding dan atapnya dibuat dari ilalang. Sesajen ditaruh di dekatnya.
Sebelum dibakar, kerabat orang Kalang yang meninggal berjalan mengelilingi rumah-rumahan boneka itu, bergerak berlawanan dengan arah jarum jam. Mereka berkeliling sebanyak tujuh kali.
Boneka kayu jati dan sesajen itu kemudian diobong, dibakar. Ini merupakan tradisi orang Kalang untuk mengantar roh leluhur. Setelah dibakar, abunya dilarung ke laut.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Javaanse Volksvertoningen, karya Dr Th Pigeaud (1938)
- Tuha Kalang, karya Agus Aris Munandar, Aditya Revianur, Deny Yudo Wahyudi (2018)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]