Kenapa Cucu Sultan Agung tak Diaku Sebagai Anak Amangkurat I oleh Pakubuwono I?
Cucu Sultan Agung, Amangkurat II, merebut keraton yang dikuasai Trunojoyo atas bantuan Kompeni. Ia kemudian memanggil Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan sebutan Eyang.
Di kemudian hari, sebutan Eyang kepada Gubernur Jenderal ia ganti dengan sebutan Romo (ayah). Cucu Sultan Agung itu senang mengenakan seragam Angkatan Laut Kompeni.
Akibatnya, Pakubuwono I menganggapnya sebagai bukan anak Amangkurat I. Melainkan anak Cornelis Speelman, gubernur jenderal Hindia Belanda periode 1680-1684.
Oohya! Baca juga ya:
Kapten Tack Dibunuh, Cucu Sultan Agung Ini Ingin Pergi ke Masjid Demak, untuk Apa?
Pada 1676, Speelman datang di Mataram sebagai pemimpin pasukan Kompeni. Ia mendapat tugas memburu Trunojoyo atas permintaan Amangkurat I.
Ia beruntung, setelah naik tahta mahkota emas peninggalan Kerajaan Majapahit jatuh kepadanya. Ia kemudian memakainya sebagai mahkota raja Mataram.
Dengan mengenakan mahkota Majapahit itu, ia hidupkan kembali tradisi Mataram. Tradisi itu telah dirusak oleh Amangkurat I selama 30 tahun sebelum ia naik tahta.
Setelah Amangkurat II naik tahta, ia melanjutkan kerja sama dengan Kompeni untuk memburu Trunojoyo. Tetapi setelah Trunojoyo tertangkap pada 1679, ia masih harus berhadapan dengan Pangeran Puger yang atas bantuan Kompeni mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Pakubuwono I.
Pangeran Puger adalah adik Amangkurat II. Ketika Amangkurat I melarikan diri diiringi oleh Putra Mahkota yang kemudian menjadi Amangkurat II, Pangeran Pugerlah yang berjuang mempertahankan keraton dari serangan Trunojoyo.
Oohya! Baca juga ya:
Mengapa Bahasa Indonesia Disebut Miskin Kosakata? Menyambut Pemutakhiran KBBI
Pangeran Puger kemudian melarikan diri ke Semarang ketika keraton dikuasai Trunojoyo. Atas bantuan Kompeni Pangeran Puger menjadi Pakubuwono I, kemudian merebut keraton Kartosuro.
Atas bantuan Kompeni pula, cucu Sultan Agung Amangkurat II sebagai raja Mataram yang sah membangun keraton baru di Kartosuro. Lokasi keraton baru ini tak jauh dari lokasi keraton Pajang yang pernah ada satu abad sebelumnya.
Di masa akhir pemerintahan Amangkurat I, Putra Mahkota Raden Mas Rahmat bersekongkol dengan Trunojoyo bersama orang-orang Kajoran (wilayah di Pajang). Mereka memberontak kepada Amangkurat I.
Ketika Putra Mahkota naik tahta sebagai Amangkurat II, pemberontakan orang-orang Kajoran pun masih berlanjut. Maka, selain harus menghadapi adiknya sendiri, Pakubuwono I, anak Amangkurat I itu juga harus menghadapi orang-orang Kajoran.
Sebelum pindah ke keraton baru, cucu Sultan Agung itu sempat bertahta di keraton Plered. Ia merebut keraton dari Pakubuwono I atas bantuan Kompeni.
“Pada tanggal 18 November 1680 Couper mengantar Sunan ke keraton para leluhurnya yang kinisepi dan tidak terpelihara,” kata Dr HJ de Graaf.
Oohya! Baca juga ya:
Sakit Hati kepada Petugas Bea Cukai Sebelum Pecah Perang Jawa
Couper yang dimaksud adalah Jacob Couper, komandan tentara Kompeni yang menggantikan Speelman. Sejak 1677 Amangkurat II meninggalkan keraton ini.
Ketika Amangkurat II datang, keraton dikuasai oleh Pakubuwono I yang tidak mau meletakkan senjatanya. Ia harus berperang melawan adiknya itu untuk merebut keraton Kartosuro.
Bagaimana rakyat Pajang yang diwakili oleh orang-orang Kajoran masih melawan cucu Sultan Agung, Amangkurat II? Padahal sebelumnya mereka bekerja sama memberontak terhadap anak Sultan Agung, Amangkurat I.
Bagi orang-orang Kajoran, Amangkurat II bukanlah raja yang adil. Ciri-ciri fisik cucu Sultan AGung itu dianggap tidak mewakili ciri-ciri fisik rartu adil dalam bayangan mereka.
Pemimpin pemberontak dari Kajoran kali ini adalah Kiai Wonokusumo. Ia masih berkerabat dengan Raden Kajoran Ambalik alias Panembahan Romo.
Oohya! Baca juga ya:
Sewaktu menjadi putra mahkota, Amangkurat II meminta bantuan kepada Raden Kajoran Ambalik. Raden Kajoran Ambalik kemudian mengenalkannya kepada Trunojoyo, menantunya.
Tetapi Amangkurat II kemudian juga harus menghabisi Trunojoyo yang kekuasaannya semakin meluas di Jawa Timur, setelah menaklukkan Mataram. Trunojoyo ditangkap Kompeni pada 27 Desember 1679.
Pada 1683, pemberontakan Kiai Wonokusumo dipukul mundur oleh Amangkurat II. Tentu saja juga atas bantuan Kompeni.
Pasukan anak Amangkurat I mengepung Gunung Kidul, basis Kiai Winokusumo. Pengepungan dilakukan dari tiga penjuru.
Siasat ini gagal, membuat cucu Sultan Agung, Amangkurat II, menarik pasukannya untuk bertahan di keraton. Pasukan Kompeni di Kartosuro kemudan bertindak, memancing keluar Wonokusumo dan pengikutnya.
“Yang laki-laki dibunuh, sedangkan perempuan dan anak-anak, sebanyak 2.000 jiwa, dibagi-bagikan kepada para mantra,” ujar De Graaf.
Pemberontakan Wonokusumo terhadap anak Amangkurat I itu pun padam .
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack, karya Dr HJ de Graaf (1989)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]