Diponegoro Pergoki Residen Selingkuh, Selir Diponegoro Selingkuh dengan Asisten Residen
Pejabat-pejabat Belanda di Yogyakarta berkelakuan buruk. Sebelum meletus Perang Jawa, Asisten Residen PFH Chevallier memiliki hubungan gelap dengan wanita-wanita keraton.
Residen Yogyakarta Baron de Salis disebut selingkuh dengan Ratu Ageng. Residen AH Smissaert juga diisukan selingkuh dengan wanita-wanita keraton.
Diponegoro juga pernah memergoki Residen Nahuys van Brugst pada 1821 sedang bercumbu dengan istri Asisten Residen RCN d'Abo. Di sisi lain, Asisten Residen PFH Chevallier seljngkuh dengan salah satu selir Diponegoro.
Oohya! Baca juga ya:
"Diponegoro agak jengah dan kikuk, hingga Ny. D'Abo sambil tertawa kecil mengecup Nahuys, satu hal yang membuat Pangeran Jawa itu terheran-heran ...," kata Vincent JH Houben.
Nahuys menjadi residen Yogyakarta dan Surakarta pada 1816-2822. Baron de Salis menjadi residen pada 1825-1826.
Salis menggantikan Antonie Hendrik Smissaert yang menjadi residen pada 1823-1825. Chevallier menjadi asisten residen pada masa residen Yogyakarta dijabat oleh Smissaert (1823-1825).
Isu tentang Smissaert, pernah diungkap lewat surat kaleng. Isinya menyebut Smissaert memiliki hubungan, salah satunya dengan Raden Ayu Gondoresmi.
Oohya! Baca juga ya:
Keturunan Sultan Agung Ditolak Belanda Lalu Dibuang ke Ambon, Kenapa Ya?
Smissaert kemudian dicopot dari jabatannya. Tetapi ia membantah tuduhan itu.
Sekretaris sekaligus penerjemah di kantor Residen Yogyakarta, JG Dietree juga disebut selingkuh dengan wanita-wanita keraton. Pergaulan Dietree dengan wanita-wanita keturunan raja disebut-sebut sebagai sangat berbahaya.
Kelakuan-kelakuan seperti yang pernah disaksikan langsung oleh Diponegoro itu tak melulu milik orang-orang Belanda. Ratu Ageng disebut memberi contoh untuk lingkungan keraton.
"Kecabulan yang terjadi di keraton, yaang mendapat teladan dari Ratu Ageng, yang menjalankan segala macam kemaksiatan," kata KRT Hatdjonagoro mengutip catatan Belanda.
Babad Cakranegara, menurut Hardjonagoro, juga mencatat isu selngkuh pejabat Belanda dengan wanita keraton. Ratu Ageng, ibunda Hamengkubuwono V, sering disebut mengundang Residen Yogyakarta ke keraton.
Bagaimana Ratu Ageng melakukannya di masa Diponegoro memimpin perang? Ia akan mengirim utusan untuk mengundang Residen Yogyakarta. Babad Cakranegara menyebutnya Residen Bongos.
Oohya! Baca juga ya:
Sebelum Diserbu Sultan Agung, Kenapa JP Coen Larang Lelaki Belanda Punya Budak Perempuan?
Ketika Residen Bongos tiba, Ratu Ageng meminta para abdi keraton menyiapkan tempat yang sepi untuk menerima Residen.
"(Mereka) duduk berdekatan,Segala tinggah lau mereka menimbulkan curiga, ...," kata Hardjonagoro mengutip Babad Cakranegara.
Siapa Residen Bongos? “Menurut sumber-sumber Belanda ialah Baron de Salis yang menjadi residen Yogyakarta pada waktu itu,” tulis KRT Hardjonagoro dan kawan-kawan.
Baron de Salis juga datang di keraton untuk menemui Ratu Ageng pada malam hari. Tak ada yang berani menghalanginya.
Patih Danurejo menjadi abdi Belanda yang baik. Ia tak keberatan dengan hubungan De Salis dengan Ratu Ageng.
Oohya! Baca juga ya:
Perlawanan Budak di Masyarakat Kolonial Batavia, Untung Suropati Jadi yang Paling Terkenal
Apalagi panglima perang Tumenggung Wiroguno, tinggal menurut saja. Patih Danurejo dan Tumenggung Wiroguno pernah bermasalah dengan Diponegoro.
Yaitu pada saat Patih Danurejo menetapkan pengangkatan petugas pajak. Dalam proyek ini, Tumenggung Wiroguno yang menyediakan prajurit sebagai penarik pajaknya.
Banyak keluhan usng disampaikan kepada Fiponegoro. Diponegoro pun menyampaikan protes kepada Hamengkubuwono IV.
Danurejo rupanya memang pengabdi sejati Belanda. Danurejo pula yang mengerahkan anak buahnya untuk menjalankan proyek pelebaran jalan yang dibuat oleh residen.
Proyek jalan itu mengambil tanah Diponegoro. Danurejo tanpa membicarakannya dengan Diponegoro.
Kasus ini diselesaikan dengan senjata, sehingga membuat Diponegoro memilih jalan perang. Selama Perang Jawa berlangsung, Danurejo pun masih mengabdi kepada Belanda, menyetujui segala tindakan residen selingkuh dengan Ratu Ageng.
Oohya! Baca juga ya:
Selir Diponegoro ada juga yang nakal. Ia menjalin hubungan dengan Asisten Residen PFH Chevallier.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Keraton dan Kompeni, karya Vincent JH Houben (2002)
- Sultan ‘Abdulkamit Herucakara Kalifah Rasulullah di Jawa 1787-1855, karya KRT Hardjonagoro, Dr Soewito Santoso, dan kawan-kawan (1990)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]