Pitan

Juru Taman Sultan Agung; Jin Penolong Raja-Raja Mataram, Benarkah Orang Italia?

Foto adegan film Sultan Agung. Ada juru taman albino, jin penolong raja-raja Mataram. Membantu Senopati membunuh Sultan Pajang, membantu Sultan Agung bepergian dalam sekejap. Benarkah orang Italia?

Dr HJ de Graaf sampai membahas sosok juru taman ini. Sumber-sumber Jawa menyebutnya berkulit albino, membuat De Graaf berkesimpulan juru taman ini orang Barat.

Juru taman inilah yang menjadi penolong Sultan Agung saat bepergian sehingga bisa tiba dalam sekejap. Mulai dari loncat-loncat gunung, pergi ke Banten, hingga pergi ke Makkah, Sultan Agung mendapat bantuan dari juru taman ini.

Disebut juru taman sebab pernah membuat onar keraton pada masa Prabu Anyokrowati, yaitu menyamar sebagai raja sehingga banyak istri dan selir Anyokrowati tertipu. Akibatnya ia dipindahkan ke dalam taman. Ia sosok jin atau orang Italia?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Ayah Angkat Kakek Sultan Agung Dikejar-kejar, Keturunannya Dimakzulkan Empat Abad Kemudian

Sumber-sumber Jawa memang menyebutnya sebagai jin, tetapi De Graaf menolak penjelasan itu. Ia memilih membuat kesimpulan sendiri, bahkan berani menyebut juru taman itu sebagai orang Barat.

Jin ini pernah membantu raja Mataram yang pertama, Senopati, yang merupakan kakek Sultan Agung. Jin itu membunuh Sultan Pajang.

Caranya, ia pergi ke keraton Pajang, tanpa diketahui orang. Ia lalu menduduki dada ayah angkat kakek Sultan Agung yangs ednag sakit itu, hingga yang diduduki jatuh pingsan.

Dr Pigeaud menyebut jin ini sebagai dewa gunung yang membimbing kakek Sultan Agung. Karena disebut pembimbing, maka De Graaf merujuk pada Ki Juru Martani.

Selain menyebut sebagai Ki Juru Martani, De Graaf juga menyebut jin itu sebagai orang Italia karane warna kulitnya yang albino. “Seorang Italia memang tidak begitu putih warna kulitnya, tetapi pasti lebih putih daripada kebanyakan orang Jawa,” kata De Graaf.

Oohya! Baca juga ya:

Benarkah Hanya Presiden Jokowi yang Rayakan Lebaran Idul Fitri di Luar Jakarta? Bung Karno....

Maka, menurut De Graaf, sebagai orang Barat tentu tidak ada yang curiga ketika ia masuk keraton untuk menengok Sultan Pajang yang sedang sakit. Apalagi, jabatan juru taman di keraton-keraton Jawa, kata De Graaf, sudah biasa diberikan kepada orang asing.

Pernah ada juru taman bernama Mas Jenggot. Nama ini disebut De Graaf sebagai gambaran orang asing, sebab orang Jawa tidak berjenggot.

Hal ini dipakai De Graaf untuk memperkuat argumennya bahwa juru taman di Mataram itu juga orang asing, bukan jin. Bahkan spesifik disebut sebagai orang Italia karena wrana kulitnya.

“Maka ada kemungkinan seorang kaki tangan Senopati yang menduduki jabatan ini –meskipun betbangsa Eropa—tanpa menimbulkan kecurigaan dapat mendekati raja pada waktu semua orang sedang lengah, dan secara tiba-tiba menghabisi naya raja itu,” kata De Graaf berspekulasi mengenai pembunuhan Sultan Pajang.

“Mungkin ia sudah ada di istana Pajang, tempat memang banyak terdapat kaki tangan Senopati. Dinas intel Mataram rupanya bekerja dengan baik!” lanjut De Graaf.

Ketika kakek Sultan Agung masih berada di Mayang, datang juru taman menawarkan diri untuk membunuh Sultan Pajang. Hanya kakek Sultan Agung yang bisa melihatnya.

Oohya! Baca juga ya:

Ikut Garebek (Grebeg) Besar di Demak Disebut Setara dengan Naik Haji, Lho Lho Lho Bagaimana Urusannya?

Kakek Sultan Agung itu tidak mengiyakan permintaan juru taman. Tidak pula melarangnya.

“Saya berterima kasih kepadamu ... tetapi tidak ada niat seperti itu pada saya. tetapi ,,, jika kau mau berbuat demikian ... terserahlah, saya tidak memerintahkannya, tetapi juga tidak melarang,” kata kakek Sultan Agung itu kepada juru taman.

Kakek Sultan Agung kemudian kembali ke Mataram. Juru taman pergi ke keraton Pajang.

Membaca percakapan Senopati dengan juru taman itu di sumber Jawa, De Graaf teringat pembicaraan Brahmana Lohgawe dengan Ken Arok. Saat itu Ken Arok menawarkan diri untuk membunuh Tunggul Ametung.

Lohgawe adalah guru Ken Areok. Ia tidak menyetujui tawaran Ken Arok, juga tidak menolak.

Oohya! Baca juga ya:

Diponegoro Seharusnya Berbahagia, tapi Ia Nelangsa Amat di Hari Lebaran Kali Ini

“Tetapi terserahlah padamu sendiri,” kata Lohgawe kepada Ken Arok.

Keberadaan juru taman ini masih ada di masa Sultan Agung. Juru taman itu sering membantu Sultan Agung. Jika juru taman itu orang Italia, apakah ia bisa melakukan hal ini?

Babad Pagedongan menggambarkan kepergian Sultan Agung ke Banten. Berkat jin penolong itu, raja Mataram itu bisa dalam sekejap tiba di Banten. 

“Sultan Agung duduk di singgasana, lalu juru taman menyunggi singgasana itu lalu menjejak jumantara bergabung dengan angin lalu melesat seperti anak panah, pukul delapan malam sudah tiba di atas Lebak.”

Demikian itulah gambaran Babad Pagedongan mengenai kepergian Sultan Agung ke Banten dengan bantuan jin penolong raja-raja Mataram itu yang dikenal sebagai juru taman. Eh, jin apa orang Italia?

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Awal Kebangkitan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (1987)
- Babad Pagedongan (1941)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]