Pitan

Ayah Angkat Kakek Sultan Agung Dikejar-kejar, Keturunannya Dimakzulkan Empat Abad Kemudian

Sultan Pajang hendak menyerbu Mataram, Senopati membuat siasat. Akhirnya, ayah angkat kakek Sultan Agung itu justru dikejar-kejar. Empat abad kemudian keturunannya dimakzulkan.

Taktik kakek Sultan Agung, Senopati, berhasil membuat pasukan Pajang kocar-kacir. Sultan Pajang pun ikut melarikan diri.

Pasukan Mataram lalu mengejar mereka. Bersama 40 prajurit berkuda, Senopati ikut mengejar sang ayah angkat, Sultan Pajang.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menjelang kejatuhannya, ayah angkat kakek Sultan Agung itu dikejar-kejar tentara Mataram. Empat abad kemudian, keturunannya dimakzulkan.

Oohya! Baca juga ya:

Kakek Sultan Agung Berjalan di Permukaan Laut tak Perlu Nenu yang Dipakai Nenek Moyang Orang Sumba Turun dari Matahari untuk Mencapai Daratan

Sultan Pajang bersiap menyerbu Mataram karena pelaksanaan hukuman terhadap Tumenggung Mayang digagalkan Senopati. Dosa Tumenggung Mayang adalah membantu putranya menyelinap ke keraton tengah malam untuk menemui putri Sultan Pajang.

Tumenggung Mayang adalah ipar Senopati. Maka Senopati pun menggagalkan rencana Sultan Pajang membuang Tumenggung Mayang ke Semarang.

Sultan Pajang marah, sehingga mengerahkan pasukan untuk menyerbu Mataram. Senopati membuat siasat, mengumpulkan banyak kayu dan bat di puncak bukit.

Kayu dibakar, batu dilempar. Bende Kiai Bicak peninggalan Ki Ageng Selo dipukul bergemuruh. Pasukan Pajang yang terdiri dari 10 ribu prajurit menganggap Gunung Merapi meletus, sehingga mereka lari kocar-kacir.

Oohya! Baca juga ya:

Diponegoro Seharusnya Berbahagia, tapi Ia Nelangsa Amat di Hari Lebaran Kali Ini

Pasukan Mataram mengejar mereka. Sultan Pajang lari ke Bayat, dikejar oleh Senopati bersama 40 prajurit. Karena Sultan Pajang masuk kompleks makam Sunan Tembayat, Senopati berhenti di Mayang.

Sultan Pajang tak bisa membuka kunci makam. Juru kunci menyebut kehadirannya ditolak oleh Tuhan karena cahaya bumi telah pindah ke Mataram.

Esok harinya, Sultan Pajang pulang ke keraton naik gajah, terjatuh dan sakit. Sultan Pajang ditandu.

Senopati bersama 40 prajuritnya mengiring dari kejauhan. Pangeran Benowo berhasrat menyerang Senopati karena dianggap hendak mengejarnya, tapi dicegah oleh ayahandanya, Sultan Pajang.

Bahkan Benowo dinasihati agar tetap rukun dengan kakak angkatnya, Senopati. Tiba di keraton, sakit Sultan Pajang semakin parah.

Senopati memerintahkan anak buahnya menaruh banyak bunga selasih di pintu barat. Tahu hal ini dari Benowo, Sultan Pajang menganggap dirinya yang akan segera meninggal sudah diketahui Senopati.

Oohya! Baca juga ya:

Benarkah Hanya Presiden Jokowi yang Rayakan Lebaran Idul Fitri di Luar Jakarta? Bung Karno....

Ia segera memerintahkan memanggil Senopati. Tapi Senopati tidak bisa datang karena masih bersemedi di Mayang.

Jin juru taman Senopati menawarkan diri untuk membunuh Sultan Pajang yang sedang sakit itu. Kakek Sultan Agung itu tidak mengiyakan usulan jin juru taman, tapi juga tidak melarang.

Ketika Senopati pulang ke Mataram, jin juru taman masuk ke keraton Pajang. Tentu tak ada yang melihat kehadirannya.

Jin juru taman lalu menduduki dada Sultan Pajang hingga Sultan Pajang jatuh pingsan. Baru esok harinya Sultan Pajang sadar, tak lama kemudian meninggal.

Tahta kerajaan lalu direbut oleh Sunan Kudus, diberikan kepada menantu Sultan Pajang, Adipati Demak. Benowo sebagai putra mahkota diberi posisi sebagai adipati Jipang.

Oohya! Baca juga ya:

Ikut Garebek (Grebeg) Besar di Demak Disebut Setara dengan Naik Haji, Lho Lho Lho Bagaimana Urusannya?

Benowo mundur dari dunia politik, menekuni dakwah Islam. Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari adalah keturunan ke-7 dari Pangeran Benowo.

Berarti keturunan ke-8 dari Sultan Pajang Hadiwijoyo. Hadiwijoyo, yang mempunyai nama kecil Joko Tingkir, merupakan ayah angkat Senopati, kakek Sultan Agung.

Hasyim Asy'ari memiliki cucu bernama Abdurrahman Wahid. Pada 1999 Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden Indonesia.

Tapi keturunan ayah angkat kakek Sultan Agung ini kemudian dimakzulkan di tengah jalan. Penyebabnya adalah kasus Bulog.

Ayah angkat kakek Sultan Agung dikejar-kejar, Abdurrahman Wahid dimakzulkan MPR. Maka, Abdurrahman Wahid tidak bisa menyelesaikan masa pemerintahannya hingga 2004.

Pada 2001, Wapres Megawati Soekarnoputri menggantikan Abdurrahman Wahid sebagai presiden.

Ma Roejan

Oohya! Baca juga ya:

Lebaran Banyak Orang Datangi Meriam Si Jagur di Batavia, untuk Apa?

Sumber rujukan:
- Awal Kebangkitan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (1987)
- Babad Tanah Jawi Buku I, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
- Sunan Kalijaga, karya Dr Purwadi MHum dan Dra Siti Maziyah MHum (2005)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]