Cucu dari Cicit Sultan Agung Dibuang, Keraton Pindah ke Sala dengan Bongkar Kuburan
Pakubuwono II bisa merebut kembali keraton Kartosuro atas bantuan orang-orang Madura. "Keraton kosong, tak ada kegiatan, tak ada tanda kemujuran lagi. Pertama dikalahkan oleh orang Cina dan kedua diinjak-injak oleh orang Madura," ujar Pakubuwono II.
Cucu dari cicit Sultan Agung dibuang Kompeni ke Ceylon, Pakubuwono II kemudian membangun keraton baru di Sala atas usulan Kompeni. Oleh Pakubuwono II, Sala diganti nama menjadi Surakarta Hadiningrat.
Pengukuran tanah pun kemudian dilakukan setelah Pakubuwono II diberi tahu soal lokasi yang disukai Kompeni itu. Maka, orang-orang Sala harus membongkar kuburan leluhur mereka karena lokasinya akan menjadi bagian dari wilayah keraton baru.
Oohya! Baca juga ya:
Pakubuwono II membangun keraton baru setelah cucu dari cicit Sultan Agung yang menjadi Amangkurat V dibuang ke Ceylon (Srilanka). Amangkurat V sempat menjadi pelarian setelah keraton direbut oleh orang-orang Madura.
Kompeni memburunya. Cucu dari cicit Sultan Agung itu tertangkap di Madiun.
Kompeni membawa Amangkurat V itu ke Semarang, lalu membuangnya ke Ceylon. Usai itu, Kompeni membantu Pakubuwono II memulihkan kondisi Tanah Jawa.
Perang di Mataram akibat Kompeni menghabisi orang Cina di Batavia pun berhenti. Orang-orang Cina di Jawa Tengah melawan Kompeni atas dukungan Pakubuwono II.
Oohya! Baca juga ya:
Food Estate, Bung Karno: Petani Harus Punya 10 Hektare Lahan, Bagaimana Food Estate Prabowo?
Namun kemudian Pakubuwono II berbalik arah mendukung Kompeni. Akibatnya, orang-orang Cina menyerbu keraton Kartosuro.
Mereka berani menyerbu karena didukung oleh Bupati Grobogan. Sebelumnya, Bupati Grobogan yang melindungi orang-orang Cina telah menobatkan raja baru, yaitu Amangkurat V.
Cucu dari cicit Sultan Agung itu bisa menguasai keraton Kartosuro setelah Bupati Grobogan mengerahkan orang-orang Cina. Pakubuwono II melarikan diri ke Ponorogo ketika orang-orang Cina menggempur keraton.
Setelah Mataram kembali tenang, Kompeni membantu membangun keraton baru. Dicarilah lokasi yang cocok.
Pengging di barat dan Pokak di selatan didatangi. Kadinding di utara yang menghadap Kali Pepe juga dilihat. Pajang juga dikunjungi, tetapi dianggap tidak cocok sebab bekas lokasi keraton negeri yang dihancurkan Mataram.
Setelah berkeliling, mereka beristirahat di bawah pohon di Pasar Sala. Perwira Kompeni bertanya kepada Adipati Pringgoloyo dan Sindurejo mengenai lokasi yang cocok untuk keraton Mataram dan loji Kompeni.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah Cari Tempat untuk Mangkubumi, Mengapa Bupati Grobogan Melarikan Diri ke Hutan?
Mereka berdua menyerahksn keputusan pada perwira Kompeni. Perwira itu merasa, lokasi tempat mereka beristirahat di Pasar Sala itu justru yang cocok.
"Saya perkirakan, kalau di sini berhasil dibangun negeri, padi dan beras tidak akan mahal lagi," kata perwira Kompeni
Meski di Sala tidak ada sawah, padi dan beras bisa didatangkan dari Ponorogo. "Jika raja berkenan, tempat inilah yang cocok," ujar perwira itu.
Pringgoloyo dan Sindurejo mengatakan, Sala serung tergenang air ketuka musim hujan. Perwira itu meyakinkan, Kompfni sanggup menperbaikinya agar tidak lagi kebanjiran saat musim hujan.
"Setelah pergantian tahun, Pangeran dikhitan dan dilakukan pengukuran tanah di Desa Sala untuk membuat keraton baru. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1670 AJ," tulis Babad Tanah Jawi. Tahun Jawa 1670 sama dengan 1748 tahun Masehi.
Oohya! Baca juga ya:
Batu bata dicetak. Pringgoloyo dan Mangkubumi mengawasi pembangunan keraton.
Setengah bulan kemudian, Pakubuwono II meninjau pembangunan keraton di Sala. "Aku akan pindah keraton pada tahun Dal," ujar Pakubuwono II kepada Pringgoloyo dan Mangkubumi.
"Hari Rabu tanggal 17 bulan Muharam tshun Dal, 1671 AJ, Sang Raja meninggalkan istana Kartosuro. Para punggawa riuh, tidak ada yang mau ketinggalan," tulis Babad Tanah Jawi.
Tahun Jawa 1671 sama dengan tahun 1749 Masehi. "Setelah Raja masuk keraton di bumi Sala, nama kerajaan diganti menjadi Surakarta Hadiningrat," lanjut Babad Tanah Jawi.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid VI, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting apardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]