Pitan

Lewat Joget Anaknya, Kakek Sultan Agung Memperlihatkan Kedigdayaan Mataram, Apa yang Dilakukan Sultan Pajang?

Anak pertama kakek Sultan Agung bernama Raden Ronggo memperlihatkan kedigdayaan Mataram lewat joget. Apa yang dilaporkan oleh Raden Benowo dan Adipati Tuban kepada Sultan Pajang mengenai Senopati?

Untuk menutupi ketakjubannya melihat keahlian joget Raden Ronggo, Adipati Tuban menyeru kepada orang-orang Tuban meladeninya. Orang-orang Tuban pun menusukkan tombaknya kepada anak Senopati pendiri Mataram itu.

Tapi tombak-tombak itu digambarkan oleh Babad Tanah Jawi seperti lalat hinggap dicermin. Tidak mempan. Anak dari kakek Sultan Agung itu tetap asyik menarikan tameng dan tombaknya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia tak sekalipun membalas meski Adipati Tuban terus-menerus meminta untuk membalas. Ketika Raden Ronggo memperlihatkan kedigdayaannya, apa yang dilaporkan Adipati Tuban itu kepada Sultan Pajang Hadiwijoyo? 

Oohya! Baca juga ya: Cerita Diponegoro tentang Amangkurat II yang Batal Naik Haji Setelah Kejatuhan Cahaya dari Langit

Gusar karena Raden Ronggo tak mau membalas serangan orang Tuban, Adipati Tuban pun mengadu kepada Senopati. Ia meminta Senopati memerintahkan anaknya membalas menusukkan tombak.

Adipati Tuban datang di Mataram bersama adipati mancanegara, mengikuti Raden Benowo yang diutus ayahandanya, Sultan Pajang Hadiwijoyo. Ia disuruh menyelidiki rumors yang menyebut Senopati akan melawan kekuasaan Pajang.

Di Mataram, mereka mendapat sambutan yang ramah. Pesta sambutan pun dilakukan.

Saat pesta itu, Adipati Tuban ingin mengetahui keahlian orang-orang Mataram joget dengan tameng dan tombak. Karena Senopati menjawab orang Mataram hanya bisa joget dengan tombak yang dibuat dari peleoah pisang, Adipati Tuban pun memperlihatkan kemahiram orang-orang Tuban menari dengan tombak.

Ketika Raden Ronggo ikut joget, Adopati Tuban dibuat takjub. Sebab, anak dari kakek Sultan Agung itu mampu membawa tameng yang sebelumnya diangkat oleh empat orang dan tombak yang sebelumnya diangkat oleh dua orang.

Atraksi tombak Raden Ronggo pun membuat orang-orang Tuban melongo. Raden Ronggo merupakan anak pertama Senopati dari sembilan anak yang ia punya saat itu.

Oohya! Baca juga ya: Kakek Sultan Agung Dibujuk Agar Membolehkan Anaknya Ikut Joget, Adipati Tuban Dibuat Melongo Melihat Keahlian Anak Pendiri Mataram Itu

Raden Ronggo anak dari istri Senopati di Kakinyamat Jepara. Saat menari bersama orang-orang Tuban, usianya baru 12 tahun.

Mendengar permintaan Adipati Tuban, Senopati pun meminta Raden Ronggo memenuhi permintaan Adipati Tuban itu.

Raden Ronggo malah meletakkan tamrng dan tombaknya. Ia beraksi dengan tangan kosong.

"Beraksi menggunakan dua tangan, ia menghadapi orang Tuban yang menerjangnya, orang Tuban itu berhasil dilumpuhkan dengan cepat," tulis Babad Tanah Jawi.

Rombongan utusan dari Pajang itu ribut. Mereka segera pulang ke Pajang.

Tiba di Pakang, Raden Benowo langsung menghadap ayahandanya. Ia melaporkan bahwa tak ada tanda-tanda Senipati Mataram aksn memberontak.

Oohya! Baca juga ya: Desak Anies di Museum Diponegoro Dibatalkan, Ada Tembok Jebol di Lokasi Museum

Raden Benowo juga menceritakan sambutan ramah yang diberikan Senopati. "Balatentara Mataram menunjukkan baktinya. Segala macam perlengkapan Mataram, seperti gajah dan kuda diikutsertakan; para perempuan menjemput beserta suaminya," ujar Raden Benowo.

Namun, Adipati Tuban memiliki pandangan lain. Kepada Sultan Pajang ia melaporkan bahwa Senopati sungguh-sungguh dapat memberontak. Joget Raden Ronggolah yang dipakai pertimbangan oleh Adipati Tuban.

"Senopati benar-benar memberontak kepada Sang Raja. Bila memghadapi perang melawan Kakang Senopati Ing Alaga, meski seribu barisan Pajang didatangkan serentak untuk menyerbu, pasti tidak akan mengimbangi kepintaran dan keteguhan Senopati itu," kata Adipati Tuban.

Adipati Tuban kedigdayaan Senopati melebihi kedidgdayaan orang-orang satu negeri di tapal batas Tanah Jawa. Sultan Pajang pun terlihat cemas mendengar laporan Adipati Tuban.

Syltan Pajang mengatakan percaya kepada laporan yang diberikan oleh Adipati Tuban dan Raden Benowo. Adipati Tuban sudah lama mengabdi, dan Raden Benowo ansk tang disayangi.

Dua-duanya tak mungkin berbohong. Tak mungkin bagi Sultan Pajang untuk tidak mengikuti keduanya.

Tapi sebelum bertindak, Sultan Pajang menceritakan masa kecil cucu Ki Ageng Selo yang kelak menjadi kakek Sultan Agung itu. Setiap Sultan Pajang sedang tidur siang, Senopati kecil yang masih bernama Danang Sutowijoyo selalu berjaga di dekat kaki Sultan Pajang, ayah angkatnya.

Oohya! Baca juga ya: Cerita Diponegoro tentang Amangkurat II yang Batal Naik Haji Setelah Kejatuhan Cahaya dari Langit

"Suatu hari ada seekor ular besar akan meneejangku, Senopati dengan cekatan menangkapnya. Ular itu diputus dan mati," kata Sultan Pajang.

Sultan Pajang juga bercerita saat berburu di hutan. Pada saat banteng yang terluka mengamuk, tak ada yang bisa mdngadangnya.

"Senopati menghadapi banteng itu; satu tanduk binatang itu dipegangnya tetapi banteng itu sangat kuat. Akhirnya tanduknya patah dan binatang itu langsung rebah," kata Sultan Pajang.

Setelah bercerita tetang keperkasaan Senopati di masa kecil, Sultan Pajang menjelaskan jika Senopati dewasa tentu sudah bisa mengetahui hal yang samar. Senopati tentu tanggap pada isyarat sehingga selslu meningkatkan kewaspadaan.

"Karena ada wangsit, segala kehendak dan permintaannya tetap aku turuti. Senopati anakku itu seperti menjadi ketinduanku akan seorang anak," kata Sultan Pajang Hadiwijoyo.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid 1, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]