Pitan

Jenderal De Kock kepada Diponegoro, Berakrab-akrab Dahulu Menangkap Kemudian

Pasukan yang mengiring Diponegoro, tiba di Magelang pada 8 Maret 1830. Menjelang Lebaran, Jenderal De Kock berakrab-akrab dengan Diponegoro, pada hari kedua Lebaran De Kock lalu menangkap Diponegoro.

Pagi-pagi, Jenderal De Kock menemani Diponegoro berjalan-jalan. De Kock datang sendirian, tidak ditemani ajudan dan Residen Kedu.

Jenderal De Kock berakrab-akrab dengan Diponegoro, tidak terlihat adanya perselisihan. Keduanya terlihat senang pada pagi itu, Sang Jenderal melayani Sang Sultan tanpa rasa rikuh.

Namun, ketika di hari kedua Lebaran De Kock menangkap Diponegoro yang melakukan silaturami kepada De Kock, marahlah Diponegoro. “Hei Jenderal De Kock, kau sangat kejam,” kata Diponegoro.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Cerita Diponegoro tentang Penurun Raja-Raja Mataram dari Grobogan yang Bertanya di Halaman Istana Pajang Malah Dijawab dengan Tusukan Tombak

Diponegoro pun menyinggung keakraban yang diperlihatkan De Kock pada saat mereka berdua jalan-jalan pagi sehabis Diponegoro shalat Subuh. Saat itu Diponegoro menunggang kudanya, De Kock menjemputnya.

Ketika Diponegoro hendak turun dari kuda, De Kock mengulurkan tangan untuk memandu Diponeegoro turun dari kudanya. Keduanya bergandeng tangan bergurau sepanjang jalan. “Tiada rasa rikuh,” tulis Diponegoro dalam babadnya.

Karena De Kock datang sendirian, Diponegoro pun menanyakan ketidakhadiran ajudan dan Residen Yogyakarta yang biasanya selalu mendampingi De Kock. De Kock menyebut ajudannya masih lelap tidur sepagi itu dan Residen takut sama istrinya.

“Residen menunggu istrinya bangun, tidak mau membangunan. Berjalan saja berjingkat, tidak mau mengganggu, takut dimarahi,” ujar De Kock.

Mendengar cerita itu Diponegoro pun tersenyum. Pagi itu, ajudan dan residen datang menyusul.

Menjelang Lebaran itu, De Kock mememberi uang 2.000 gulden kepada Diponegoro. Uang itu kemudian dibagi-bagikan Diponegoro kepada para pengikutnya. Sebelumnya, De Kock pernah memberi Diponegoro 1.000 gulden.

Pada hari terakhir puasa, Diponegoro berserta panglima perang (basah) dan adipati wisata naik kereta kuda. Ketika tiba di loji Belanda, Jenderal De Kock mengajaknya singgah.

Oohya! Baca juga ya: Pajak Gerbang Tol Memicu Aksi Kejahatan, Perang Diponegoro Mendapat Dukungan dari Para Penjahat

“Besok pagi sudah Lebaran, lebih baik Paduka dan semua basah juga semua adipati sebaiknya ke sini mengadakan selamatan,” kata De Kock memberi tawaran.

Diponegoro menyanggupinya jika mereka sudah selesai menjalankan tradisi Lebaran, saling bersilaturahmi saling meminta maaf. Pada saat Diponegoro dan para pengikutnya melakukan shalat Id, De Kock menyaksikannya dari kejauhan.

Diponegoro pun meminta pendapat kekapad anaknya dan para panglima mengenai undangan silaturahmi dari De Kock. Pada hari kedua Lebaran, Diponegoro pun mengunjungi De Kock, ia menyerahkan semuanya pada nasib, lir mas kentir toya. Bagai emas hanyut terbawa air.

Maka, Diponegoro pun sampai pada akhir kisah babad yang ia tulis dalam tembang Maskumambang. Emas yang terapung di air.

Di bagian akhir ini, Diponegoro berkisah mengenai pertemuannya dengan De Kock. Awalnya ia heran ketika ia sudah selesai bersilaturahmi dan minta pamit pulang tapi De Kock mencegahnya.

“Mengapa tidak boleh pulang? Di sini apa yang dikerjakan?” tanya Diponegoro.

Diponegoro pun menjelaskan niat baiknya memenuhi undangan bersilaturahmi yang juga sekaligus menjalan tradisi Jawa bahwa setiap Lebaran yang muda mengunjungi yang lebih tua untuk meminta maaf. Usia De Kock lebih tua enam tahun dari Diponegoro.

Oohya! Baca juga ya: Di Depan Sultan, Diponegoro Menendang Komandan Pasukan Keraton Yogyakarta, Ada Kaitan dengan Pemungut Pajak?

“Yang tua begitu juga, Jenderal. Jadi sama-sama,” kata Diponegoro.

Maka, ketika De Kock tidak mengizinkan pulang Diponegoro dengan alasan ingin menyelesaikan persoalan hari itu juga, Diponegoro semakin heran. Diponegoro tentu saja tidak tahu jika De Kock mendapat perintah dari Gubernur Jenderal Van den Bosch untuk menangkap Diponegoro.

Van den Bosch menegaskan tak ada perundingan untuk Diponegoro, tetapi De Kock mengajak berunding supaya mudah menangkap Diponegoro.

Begitulah taktik yang digunakan De Kock. Berakrab-akrab dahulu, menangkap kemudian, pada 28 Maret 1830. Diponegoro berada di Magelang sejak 8 Maret 1830.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Dipanegara karya Diponegoro, penerjemah Gunawan dkk (2016)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Siapa Pakualam, Pangeran Yogyakarta yang Mendapat Hadiah Tanah di Grobogan dari Raffles?

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam