Pitan

Diponegoro Juga Bercerita Joko Tarub Mencuri Pakaian Bidadari di Grobogan, Mengapa Bidadari Itu Marah Besar Setelah Punya Anak?

Makam Raden Kidang Telangkas alias Joko Tarub alias Ki Ageng Tarub di Desa Tarub, Kabupaten Grobogan. Diponegoro juga bercerita mengenai Joko Tarub di babad yang ia tulis.

Para bidadari tidak tahu apa yang terjadi selama mereka mandi di telaga. Setelah puas mandi, para bidadari itu keluar dari telaga di hutan Tarbub di daerah Grobogan.

“Tetapi Dyah Nawangsasi (Nawangwulan) hilang pakaiannya,” tulis Diponegoro.

Dalam babad yang dia tulis, Diponegoro juga bercerita tentang Joko Tarub yang mencuri pakaian bidadari. Joko Tarub lalu membantu bidadari itu, tetapi mengapa bidadari itu beberapa tahun kemudian marah besar kepada Joko Tarub?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Diponegoro menyebut Joko Tarub dengan nama Raden Kidang Telangkas, sedangkan Dewi Nawangwulan disebut Dyah Nawangsasi.

Oohya! Baca juga ya: 100 Tahun Wafatnya Diponegoro, tidak Omon-Omon Saja seperti Kata Prabowo Subianto

Sasi bersinonim dengan wulan. Sasi memiliki arti bulan, sedangkan wulan memiliki makna rembulan (nama satelit bumi) dan bulan (berkaitan dengan waktu).

Nawangwulan merupakan bidadari paling muda di antara mereka yang hari itu sedang mandi di telaga di hutan Tarub di Grobogan. Ketika bidadari lainnya terbang untuk pulang menuju Kahyangan, Nawangwulan kembali berendam di telaga setelah tidak menemukan pakaiannya.

“Sang Dyah Nawangsasi ditinggal,” kata Diponegoro.

Nawangwulan pun mengucap nazar. Yang menolongnya dengan memberikan pakaian akan dijadikan sebagai orang tua jika yang memberi pakaian itu sudah tua dan akan ia jadikan saudara jika yang memberi pakaian itu masih muda.

Kidang Tlangkas yang sedang bersembunyi di sekitar telaga itu pun muncul. Joko Tarub disebut sebagai Kidang Telangkas karena ia sering melakukan tapa ngidang.

Ngidang artinya menyerupai kijang. Kidang adalah bahasa Jawa untuk kijang. Bertapa menyerupai kijang berarti mengembara di hutan.

Oohya! Baca juga ya: Mengapa Banyak Mahasiswa Berminat Mengikuti E-Learning BSN untuk Materi Pengantar Standardisasi?

Lantaran Joko Tarub adalah anak yang gesit, maka sesuai jenis tapa yang ia pilih, maka ia dijuluki juga sebagai Raden Kidang Tlangkas.

Tinggal di Desa Tarub, Joko Tarub alias Kidang Telangkas kemudian menikah dengan Nawangsasi alias Nawangwulan. Mula cerita, ya karena ia mencuri pakaian salah satu bidadari yang sedang mandi di telaga di hutan Tarub di Grobogan itu.

Ketika dalam persembunyiannya ia mendengar nazar Nawangwulan, Joko Tarub menurut Diponegoro langsung meminangnya. “Menikahlah denganku adinda,” kata Joko Tarub.

“Ya, saya sesungguhnya bidadari, ditinggal teman-teman sewaktu mandi, pakaianku ikut terbawa terbang,” jawab Nawangwulan. Ia belum tahu jika pakaiannya dicuri oleh Joko Tarub.

“Aku bantu, tidak baik berendam terlalu lama di air,” kata Joko Tarub.

“Baiklah kalau ada yang menolong. Kalau ada yang memberi pakaian padaku, kalau muda aku anggap sebagai saudara, kalau tua aku anggap orang tuaku,” jawab Nawangwulan mengulang nazarnya, sekaligus menjawab pinangan Joko Tarub.

Oohya! Baca juga ya: Diponegoro Sebagai Pujangga, Kata Muh Yamin Babad Diponegoro Merupakan Karangan Jiwa yang Bernyanyi

“Tanggung terlalu cantik,” sahut Joko Tarub. Lelaki dan wanita, terlebih masih muda, kalau boleh dan berkenan, saya masih perjaka, saya bertanggung jawab, hendak mengabdikan diri hamba,” kata Joko Tarub mempromosikan diri.

Mendengar perkataan Joko Tarub, Nawangwulan pun merenung. Aku harus menikah, dan lagi, hatiku harus senang dengan orang itu.

Tak segera mendapat jawaban, Joko Tarub berkata lagi, “Kemauan adinda bagaimana?”
Nawangwulan mencoba menyembunyikan gundah hatinya. Lalu menjawab, “Asal menuruti kemauanku dan mau menolong.”

Joko Tarub pun meminta Nawangwulan menunggu. Ia pergi sejenak, lalu kembali dengan membawa pakaian untuk Nawangwulan.

Nawangwulan meminta Joko Tarub berbalik badan agar ia leluasa berpakaian. Namun karena menunggu terlalu lama, Joko Tarub pun memperlihatkan ketidaksabarannya, lalu terjun ke telaga.

Joko Tarub lalu membopong Nawangwulan keluar dari telaga. Meninggalkan hutan, Nawangwulan dibawa pulang ke Desa Tarub, Grobogan.

Seperti juga cerita di Babad Tanah Jawi, Kidang Telangkas akhirnya menikahi Nawangsasi. Setelah kedua orang tuanya tiada, kata Diponegoro, Kidang Telangkas berganti panggilan sebagai Kiai Ageng di Tarub.

Oohya! Baca juga ya: BSN Bicara Soal UMKM dan Carbon Capture Storage yang Disinggung Gibran di Debat Cawapres

Mereka sudah memiliki anak. “Nawangsih namanya,” kata Diponegoro.

Pagi itu Nawangwulan sedang memasak sekaligus menimang Nawangsih. Karena ada keperluan mencuci pakaian di telaga, ia pamit kepada Joko Tarub yang pagi itu masih di rumah, agar tidak membuka tutup periuk yang digunakan untuk menanak nasi.

“Sudah menjadi takdir Allah dan Kiai Ageng tidak menuruti nasihat istrinya, penasaran seperti apa caranya memasak maka dibukanya periuk itu, menjadi kaget dirinya,” tulis Diponegoro.

Ternyata, Nawangwulan hanya menanak sebiji beras. Pantas saja padi selumbung sudah sekian lama tidak habis-habis.

Berusaha agar tidak diketahui oleh Nawangwulan, Joko Tarub meminta Nawangwulan untuk membuktikan bahwa dirinya selama ditinggal memang tidak pernah membuka tutup periuk. “Dinda, kalau tidak percaya, lihatlah. Beras yang satu biji masih utuh,” kata Joko Tarub.

Sedihlah Nawangwulan mendengar pernyataan Joko Tarub yang mengetahui jumlah beras yang ia tanak. Berarti suami yang ia percaya itu telah berbohong. Maka sejak hari itu, Nawangwulan harus menumbuk padi sebelum memasak.

Oohya! Baca juga ya: Anies Baswedan Manfaatkan Tiktok untuk Kerja Kampanye, Alat Kerja Seperti Apa yang Diperkenalkan kepada Generasi X di Bangku Sekolah?

Tidak cukup sebutir beras lagi, maka lama-kelamaan padi di lumbung habis. Nawangwulan pun menemukan pakaiannya di dasar lumbung.

“Ternyata kau menipu diriku! Sudah, selamat tinggal,” kata Nawangwulan kepada Joko Tarub.

Joko Tarub termangu, sedih melihat Nawangwulan marah.

“Pesanku kalau anakmu menangis, buatkan tempatdan bakarlah merang ketan yang berwarna ungu, pasti aku datang. Dan lagi, kalau anakmu menikah, undanglah, aku pasti datang,” lanjut Nawangwulan.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Dipanegara karya Diponegoro, diterjemahkan oleh Gunawan dan kawan-kawan (2016)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Usia Grobogan Hampir 3 Abad, Ini Asal Usul Nama Daerah Tempat Anak Raja Majapahit Dibuang

Image

Tak Ada Pahlawan Lokal Jadi Monumen di Grobogan, Kenapa?

Image

Bupati Grobogan dan Orang-Orang Cina Serang Belanda, Begini Triknya