Tukang Rumput Damaikan Sunan Amral dan Pakubuwono I yang Perang Berebut Keraton Mataram, Siapakah Tukang Rumput Itu?
Perang kakak adik berebut keraton Mataram tak terhindarkan. Hal itu terjadi karena laporan palsu utusan Pakubuwono I yang dikirim untuk menemui Amangkurat II.
Amangkurat II alias Sunan Amral, berkeraton di Kartosuro, Pajang. Ia menyerbu keraton Mataram di Plered yang sudah dikuasai adiknya, Pangeran Puger alias Pakubuwono I.
Tukang rumput mendamaikan kakak adik yang perang berebut keraton Mataram akibat kesalahpahaman itu. Untuk menyudahi kesalahpahaman itu, Sunan Amral mengirim utusan untuk menemui Pakubuwono I.
Oohya! Baca juga ya:
Ini Penyebab Sunan Amral dan Pakubuwono I Perang Berebut Keraton Mataram
Ia diutus untuk membujuknya. "Jangan membawa teman seorang pun. Bujuklah adindaku itu," kata Sunan Amral alias Amangkurat II.
Utusan itu berangkat dengan menanggalkan pakaian kebangswanannya. Ia lalu mengenakan pakaian santri.
Utusan itu lalu berbaur dengan tukang rumput. Tukang rumput yang mengurusi kuda-kuda Pakubuwono I pun bertanya kepada tukang rumput gadungan itu.
Ia menjawab sebagai tukang rumput Ki Tambakboyo. Ia harus melarikan diri karena habis dipukuli.
Oohya! Baca juga ya:
Kisah Aji Saka dan Merpati Yesus Kristus Menurut Ronggowarsito
Oleh karena itu ia bergabung dengan para tyjang rumput raja. Jika ia kembali, ia takut akan dipukuli lagi.
Tukang rumput raja merasa kasihan, sehingga menerimanya bergabung. Ia diminta membawa dedak.
Saat tiba di pesanggrahan, Pakubuwono I sedang memeriksa kudanya . Selama perang, Pakubuwono I telah meninggalkan keraton Mataram di Plered.
Tukang rumput gadungan utusan Sunan Amral alias Amangkurat II itu segera menyembah. "Aduh Gusti, abdi Paduka seperti bermimpi," kata tukang rumput gadungan itu sambil menangis.
Pakubuwono I kaget melihat orang yang sedang menyembah di hadapannya. Ia kenal dengan orang itu.
"Apa tugasnya sehingga sakit menangis?" tanya Pakubuwono I, yang telah melakukan perang melawan kakaknya berebut keraton Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Kalah Debat tentang Yesus Kristus, Kiai Jawa Masuk Kristen
"Duhai Gusti, bunuhlah hamba kalau Paduka masih berselisih dengan kakanda Paduka. Bagaimana jadinya bumi ini?" kata tukang rumput gadungan.
Sebelum Pakubuwono I menyela, ia melanjutkan perkataannya. "Siapa yang akan mengurusi Tanah Jawa selain Paduka Gusti bersama kakanda Paduka?" tanya tukang rumput gadungan.
Ia lalu menyatakan telah banyak raktat kecil tewas dalam perang berebut keraton Mataram itu. Ia meminta bekas kasihnya agar tak ada lagi rakyat yang menjadi korban
"Siapa yang kehilangan jika Tanah Jawa rusak? Ya tentu Pafuka Gusti dan kakanda Paduka," kata tukang rumput gadungan.
Jika Mataram aman dan makmur, lanjut dia, tentu Pakubuwono II dan Sunan Amral yang menikmatinya. "Kalau Paduka menghendaki naik tahta, mintalah baik-baik dan bertemulah dengan kakanda Paduka," kata tukang rumput gadungan memberi saran.
Oohya! Baca juga ya:
Kenapa Yesus Kristus Diperkenalkan Sebagai Isa Almasih di Indonesia?
Pakubuwono I tersentuh dengan kata-kata tukang rumput gadungan itu. Ia lalu menuruti kata-katanya.
"Sampaikan sembah baktiku kepada Kakanda dan mohonkan maaf untuk semua kekeliruanku," kata Pakubuwono I.
Tapi tukang rumput gadungan itu tidak mau pulang. Ia meminta agar mengirim utusan menemui Amangkurat II.
Tukang rumput gadungan Sunan Amral itu akan pulang bersama Pakubuwono I, jika Pakubuwono sudah siap untuk pulang. Pakubuwono I kemuduan mengutus tiga orang untuk menyampaikan surat keoada Sunan Amral alias Amangkurat II.
Lewat surat itu, Pakubuwono I menyatakan menghentikan perang berebut keraton Mataram. Ia menyerahkan hidup matinya kepada Sunan Amral.
Sang Raja pun memerintahkan kepada Patih Nerangkusumo agar menyiapkan tempat tinggal untuk adiknya, Pakubuwono I. Pakubuwono I kemudian pulang dan menjadi Pangeran Puger lagi.
Oohya! Baca juga ya:
Sejarah Yesus Kristus Disebut Isa Almasih di Indonesia
Adipati Urawan, utusan Sunan Amral yang menyamar sebagai tukang rumput, melaporkan bahwa Pakubuwono I sudah siap bertemu dengan Sunan Amral. Sang adik sungkem dan kemudian memeluk sang kakak.
"Air mata mengucur deras," tulis Babad Tanah Jawi.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku III, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]