Lincak

Ini Penyebab Sunan Amral dan Pakubuwono I Perang Berebut Keraton Mataram

Situs keraton Mataram di Plered. Sunan Amral dan Pakubuwono I perang berebut keraton Mataram karena laporan palsu. Inilah penyebab perang kakak adik putra Amangkurat I itu.

Raden Notobroto, utusan Pakubuwono I, sudah menghadap Amangkurat II alias Sunan Amral di Kartosuro, Pajang. Amangkurat II lantas menyuruhnya pulang untuk memberi tahu Pakubuwono I bahwa dirinya sudah menjadi raja.

"Katakan kepada Adinda bahwa aku menjadi raja dengan dukungan bala tentara Kompeni dan macam-macam orang seberang. Bala tentara mancanegara dan pesusir semua takluk kepadaku," kata Amangkurat I yang kelak dikenal sebagai Sunan Amral.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tapi perang kakak adik antara Sunan Amral dan Pakubuwono I telak terelakkan juga. Inilah perang berebut keraton Mataram, katena utusan Pakubuwono I memberi laporan palsu.

Oohya! Baca juga ya:

Dikenal Sebagai Sunan Amral, Perang dengan Adik Berebut Keraton Mataram

Sesampai di Mataram, Notobroto dicegah untuk melaporkan yang sebenarnya. Tumenggung Mandalika dan Gajah Pramoda memintanya agar melapor bahwa yang menjadi raja di Pajang bukanlah kakak Pakubuwono I, melainkan anak Amral Helduweldeh, perwira bintang 4 AngkatanLaut Kompeni.

Karena yang menjadi raja di Pajang benar kakak dari Pakubuwono I, Patih Notokusumo ingin agar Pakubuwono I menyerahkan keraton Mataram kepada Amangkurat II. Dialah yang berhak naik tahta, karena dia putra mahkota.

Perbedaan pendapat membuat Pakubuwono I bingung. Ia ingin mendengar langsung laporan dari utusan yang dikirim ke Pajang.

Pakubuwono I mengirim utusan ke Pajang setelah ia kedatangan utusan dari Pajang. Utusan Pajang itu diperintah oleh Amangkurat I untuk mengambil keraton Mataram dari Pakubuwono I.

Oohya! Baca juga ya:

Kisah Aji Saka dan Merpati Yesus Kristus Menurut Ronggowarsito

Utusan Pajang itu menjelaskan jika Pamgeran Adipati Anom, kakak Pakubuwono I, telah menjadi raja dan berkeraton di Kartosuro, Pajang. Ia yang berhak menjadi raja Mataram, sehingga ingin mengambil keraton Mataram.

Pangeran Adipati Anom adalah putra mahkota Mataram yang mengiring Amangkurat I melarikan diri ketika Trunojoyo menyerbu Mataram. Pangeran Puger, adik Pangeran Adipati Anom, berjaga mempertahankan keraton, meski akhirnya melarikan diri juga setelah Trunojoyo merebut keraton.

Ia melarikan diri ke Semarang lalu menjadi raja dengan nama Pakubuwono I. Atas bantuan Kompeni, ia merebut kembali keraton Mataram.

Rupanya, di tempat pelarian, Pangeran Adipati Anom juga naik tahta pada 1677, setelah Amangkurat I meninggal. Amral Helduweldeh membantunya naik tahta dan menyerahkan pakian indah dari gubernur jenderal Kompeni.

Amral Helduweldeh kemudian membantu Amangkurat I menumpas Trunojoyo yang sudah berkedudukan di Kediri dengan nama Prabu Maduretno. Perwira Kompeni yang disebut sebagai Amral Helduweldeh adalah Admiral Cornelis Speelman.

Amangkurat II, yang kelak dikenal sebagai Sunan Amral, mengenalnya sejak 1652. Cornelis Speelman kemudian menjadi gubernur jenderal Kompeni pada 1680-1684, yang juga membantu Sunan Amral perang berebut keraton Mataram melawan Pakubuwono I.

Oohya! Baca juga ya:

Kalah Debat tentang Yesus Kristus, Kiai Jawa Masuk Kristen

Tak heran jika Amangkurat II dikenal sebagai anak Amral. Ia harus merebut keraton Mataram karena Pakubuwono I terkena hasutan untuk melawannya sebagai raja yang sah.

Notobroto menghadap Pakubuwono I bersama Tumenggung Mandalika dan Gajah Pramoda, memberi laporan palsu. Ia melaporkan bahwa yang menjadi raja di Pajang adalah anak Amral, bukan Pangeran Adipati Anom.

"Hamba sudah sampai di hadapan Sang Raja yang bertahta di Pajang," kata Notobroto.

"Memang benar, ia sungguh-sungguh putra Amral, bukan kakanda Paduka, yang memaksa menguasai Tanah Jawa. Semua bala tentara pesisir takluk kepada yang menjadi raja," lanjut Notobroto.

Sebelum Nootobroto memberi laporan palsu atas desakan Mandalika dan Gajah Pramoda, Notokusumo telah melarikan diri pada malam harinya. Notokusumo mengajak anak istrinya ke Pajang untuk mengakui Amangkurat I sebagai raja Mataram yang sah.

Oohya! Baca juga ya:

Kenapa Yesus Kristus Diperkenalkan Sebagai Isa Almasih di Indonesia?

Mandalika melaporkan hal ini kepada Pakubuwono I. "Memang sudah kehendak Tuhan, adik Notokusumo tidak sependapat," kata Pakubuwono I yang mempercayai laporan Notobroto bahwa yang menjadi raja di Pajang adalah anak Amral.

"Ayo bala tentara Mataram, Mandalika, Gajah Pramoda, bersiaplah segera untuk perang," kata Pakubuwono I.

Di keraton Kartosuro, Pajang, Notokusumo berswrah diri kepada Amangkurat II. Ia melaporkan bahwa Pakubuwono I terkena hasutan untuk memusuhi Amangkurat II.

"Ia tidak bermaksud menghadap Paduka dan ingin menyerbu perang. Karena itu hamba menyerahkan hidup mati hamba kepada Paduka. Saran hamba tidak diperhatikan oleh yang bertahta di Mataram," kata Notokusumo kepada Sunan Amral alias Amangkurat I

Amangkurat II marah. Ia pun segera memerintahkan Patih Nerangkusumo untuk mempersiapkan perang melawan Pakubuwono I.

Kalak adik akan berebut keraton Mataram. "Aku akan datang sendiri menemui adindaku di Kapugeran," kata Amangkurat II.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku III, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]