Lincak

Cucu Sultan Agung Memberontak Setelah Amangkurat I Menghukum Mati Mertua, Trunojoyo Jadi Sekutu

Amangkurat II sedang menusuk Trunojoyo. Amangkurat II bersekutu dengan Trunojoyo untuk merebut kekuasaan. Penyebabnya, ayahnya telah menghukum mati mertua, yang juga kakek Amangkurat II.

Perlu waktu 11 tahun bagi Pangeran Adipati Anom untuk bertindak setelah kakeknya, Pangeran Pekik, dibunuh oleh Raja Mataram Amangkurat I, pengganti Sultan Agung.

Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik, sang mertua, pada 1659. Pangeran Adipati Anom yang merupakan putra mahkota menjalin hubungan dengan Kajoran pada 1670, bersekutu dengan Trunojoyo, mrnantu Raden Kajoran Ambalik.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Selama cucu Sultan Agung itu masih berduka atas kematian Pangeran Pekik, para penasihatnya terus mendorongnya untuk memberontak, mengambil alih kekuasaan Mataram. Itulah sebabnya ia membuka kontak dengan Kajoran.

Oohya! Baca juga ya:

Begini Tip Cara Membaca Buku untuk Mahasiswa dari Pakar Pendidikan

Di Kajoran ada pertapa yang juga masih kakek Pangeran Adipati Anom, yaitu Raden Kajoran Ambalik. Ia masih keturunan dari Sunan Bayat (Ki Ageng Pandanaran).

Sebagai pertapa, Raden Kajoran Ambalik memiliki kesaktian, tapi sangat diremehkan oleh Kompeni. Dari Kompeni ia mendapat julukan: pemburu iblis, nabi kaum iblis.

Penduduk Kajoran menyebutnya sebagai Panembahan Romo. Ia menjadi mertua Trunojoyo dan mertua Pangeran Wiromenggolo, salah satu paman Pangeran Adipati Anom.

Wiromenggolo pernah memberontak kepada Amangkurat I. Pangeran Purboyo lalu mendapat perintah dari Amangkurat I untuk membunuh adiknya itu.

Ohya! Baca juga ya:

Mudik Lebaran Menjadi Terasing di Jalan Tol, Apalagi Jika Susah Mendapati Pengasoan

Ketika Wiromenggolo meninggal, istrinya sedang hamil. Anaknya kelak menjadi Pakubuwono I.

Setelah Pangeran Adipati Anom menjalin hubungan dengan Kajoran, Raden Kajoran Ambalik memperkenalkan Trunojoyo, menantunya, kepada Putra Mahkota. Raden Kajoran Ambalik memberi tahu tugas-tugas Trunojoyo berikut akibat-akibat buruk yang mungkin akan terjadi.

Trunojoyo menyanggupi tugas yang diberikan dengan segala risikonya. Pangeran Adipati Anom tentu senang mendengarnya.

Trunojoyo kemudian menjadi adipati di Madura. Dengan kekuasaannya ia kemudian memberontak kepada Mataram.

Amangkurat I sampai harus meminta bantuan Kompeni untuk menumpas Trunojoyo. Negeri-negeri di Jawa Timur sudah banyak yang takluk kepada Trunojoyo.

Pangeran Adipati Anom menawarkan diri untuk menumpas Trunojoyo, tetapi Amangkurat I tidak langsung mengabulkannya. Amangkurat I mendapat informasi mengenai kedekatan cucu Sultan Agung itu dengan Trunojoyo.

Oohya! Baca juga ya:

Alibi Amangkurat I Ketika 7.000 Ulama-Santri Mataram Jadi Korban Pembantaian

Ketika Amangkurat I akhirnya mengirim cucu Sultan Agung itu ke medan perang untuk menumpas Trunojoyo, ia tidak dilepas sendirian. Ada orang-orang yang dikirim mendampinginya, yang tugasnya adalah mengawasi gerak-geriknya.

Pada Juli 1676, cucu Sultan Agung itu berangkat dengan 60 ribu prajurit. Sebanyak 40 ribu prajurit bersamanya, 20 prajurit lagi bersiaga di Jepara. Pangeran Purboyo, Pangeran Blitar, Pangeran Singosari, mendampingimya.

Trunojoyo memberontak tentu tidak memakai alasan membantu Pangeran Adipati Anom, melainkan menuntut hak atas Madura. Andai ayah Trunojoyo tidak dibunuh, ayahnyalah, Demang Mloyo, yang menjadi adipati menggantikan Cakraningrat I.

Setelah Demang Mloyo dibunuh, paman Trunojoyo Pangeran Sampang menjadi adipati menggantikan Cakraningrat I. Dengan menggunakan alasan menuntut hak atas Madura, strategi yang disusun bersama Putra Mahkota tidak mengemuka.

Namun, Amangkurat I yang tekah menghukum mati sang mertua, menaruh curiga pada Putra Mahkota, sehingga ia tidak percaya sepenuhnya ketika mengirimnya ke medan perang untuk menumpas Trunojoyo.

Ohya! Baca juga ya:

Jadi Putra Mahkota Culik Istri Orang, Jadi Raja Calon Istri Diculik Putra Mahkota

Maka, jelas memunculkan kecurigaan ketika cucu Sultan Agung yang membawa banyak prajurit melulu kalah. Pasukan Trubojoyo dengan mudah menduduki wilayah-wilayah yang sebelumnya dijaga pasukan Putra Mahkota.

Rupanya para prajurit tidak dikoordinasi terpusat. Mereka dibiarkan tinggal di rumah-rumah penduduk.

Dengan begitu, ketika pasukan Trunojoyo datang, mereka melarikan diri. Dari Tuban melarikan diri ke barat hingga akhinya tiba di Lasem.

Ketika pasukan Trunojoyo merebut Lasem, mereka melarikan diri ke Demak. Putra Mahkota memilih pulang ka Mataram lewat Semarang.

Pasukan yang tersisa ditinggalkan di Demak. Tapi, justru ketika tidak ada cucu Sultan Agung, pasukan yang tersisa itu memberikan perlawanan yang memadai terhadap pasukan Trunojoyo yang tidak merebut Demak.

Pada 1677, Trunojoyo yang memberontak berhasil merebut keraton Mataram. Amangkurat I melarikan diri disertai Putra Mahkota.

Oohya! Baca juga ya:

Juru Taman Sultan Agung; Jin Penolong Raja-Raja Mataram, Benarkah Orang Italia?

Setelah Amangkurat I meninggal di tempat pelarian, cucu Sultan Agung itu naik tahta sebagai Amangkurat II. Ia menerusksn hal yang sudah dilakukan ayahnya: meminta bantuan Kompeni menumpas Trunojoyo.

Bahkan Amangkurat II-lah yang menghukum mati Trunojoyo pada 1679 dengan tangannya sendiri. Saat itu Trunojoyo ditahan Kompeni di Batavia. 

Berbeda dengan ayahnya saat membunuh sang mertua, kakek Amangkurat II, menggunakan tangan orang lain.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Runtuhnya Istana Mataram, karya Dr HJ de Graaf (1987)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com