Ini Alasan Utama Anak Sultan Agung Menghukum Mati Mertua Beserta 60 Bawahannya
Saat Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik, Amangkurat II masih berusia 11 tahun. Ia belum memahami konflik politik antara ayahnya yang raja Mataram dan kakeknya itu.
Hukuman mati itu dilaksanakan terhadap Pangeran Pekik beserta anggota keluarganya, termasuk ibu Amangkurat II. Pun 60 bawahannya. Lalu apa alasan utama anak Sultan Agung itu menghukum mati bapak mertua?
Untungnya Amangkurat II yang masih kecil itu tidak termasuk yang terkena hukuman. Entah karena ia hanya seorang cucu, entah karena dia darah daging Amangkurat I, entah karena ia putra mahkota Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Mudik Lebaran Menjadi Terasing di Jalan Tol, Apalagi Jika Susah Mendapati Pengasoan
Amangkurat II pernsh marah krpada Pangeran Pekik yang menghadiahinya ayam bekisar. Ayam itu semula tampak seperti ayam betina, kemudian berubah seperti ayam jantan.
Amangkurat II menganggap Pangeran Pekik sedang menyindir dirinya, agar segera turun tahta dan menyerahkan tahta kepada putra mahkota. Putra mahkota adalah cucu Pangeran Pekik.
Tapi Amangkurat II mrmaafkannya setelah Pangeran Pekik beserta keluarganya menjemur diri di alun-alun. Selain itu, ia tak tdhdn oleh ratapan istri Pangeran Pekik yang merupakan bibinya, minta dibunuh lebih dulu jika suaminya memang bersalah.
Hukuman mati kemudian dilakukan karena Pangeran Pekik dianggap telah membantu putra mahkota menculik calon istri Amangkurat I. Amangkurat I kemudian meminta empat penguasa pesisir pergi ke Surabaya untuk membawa keluarga Pangeran Pekik ke Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Alibi Amangkurat I Ketika 7.000 Ulama-Santri Mataram Jadi Korban Pembantaian
Pangeran Pekik dibunuh di hadapan keluarganya pada 21 Februari 1659. Setelah itu dibunuh pula dua kakaknya, seorang putranya, dua keponakannya.
Dibunuh pula 60 orang bawahannya. Orang-orang Belanda di Batavia mengetahui informasi dari orang-orang Jawa yang dikirim penguasa Jepara ke Batavia.
Mereka memberitakan, Amangkurat I telah menyuruh membunuh Pangeran Pekik dengan keris. Bersamanya, dibunuh pula putra sulungnya, orang-orang kepercayaannya, mertuanya, iparnya, kakak perempuannya, dan anak perempuannya yang menjadi istri Amangkurat I berikut tujuh orang anaknya di Mataram.
Mengapa Putra Mahkota yang merupakan cucu Pangeran Pekik tidak termasuk yang dihukum mati? Tidak ada penjelasan mengenai alasan atas hal itu dari andk Sultan Agung itu ketua menghukum mati keluarga sang mertua.
Yang ada justru gambaran mengenai Putra Mahkota yang masih lugu, sehingga tidak memahami konflik politik antara ayahnya yang raja Mataram dan kakeknya. Tetapi, pengasuh-pengasuhnya menjelaskannya.
Pengasuh-pengasuhnya kemudian memintanya untuk selalu berhati-hati selama Amangkurat I masih hidup. Mereka juga menghasutnya agar melakukan tindakan terhadap Pangeran Giri.
Oohya! Baca juga ya:
Jadi Putra Mahkota Culik Istri Orang, Jadi Raja Calon Istri Diculik Putra Mahkota
Siapa Pangeran Giri? Apa kesalahan kakek Putra Mahkota itu sehingga Amangkurat I mempunyai alasan untuk menghukum mati bapak mertua itu?
"Sebabnya ... menurut desas-desus, karena mereka mau membunuh Sunan dan seseorang telah disogok dengan janji akan diberi kedudukan dan uang jika msu membunuh Sunan dan untuk itu diberikan kepada orang tersebut, pakaian dan keris, dan karena itulah rencana jahat itu bocor," kata Dr HJ de Graaf mengutip catatan Belanda
Jadi, menurut catatan Belanda, kesalahan Pangeran Pekik bukan karena menculik calon istri anak Sultan Agung, Amangkurat I, untuk dijodohkan dengan Putra Mahkota. Melainkan karena rencana pembunuhan.
Pangeran Girilah yang memfitnah Pangeran Pekik. Ia mendatangi Amangkurat I dengan tubuh gemetar bersujud di depan Amangkurat I.
Ia membuat pengakuan telah disuruh oleh Pangeran Pekik untuk membunuh Amangkurat I. Tanpa melakukan penyelidikan, Amangkurat I memerintahkan untuk membunuh Pangeran Prkik.
Oohya! Baca juga ya:
Calon Istri Diculik, Anak Sultan Agung Ini Membunuh 60 Orang Termasuk Mertua
Pangeran Giri merupakan keponakan Pangeran Pekik. "Tetapi sudah lama membenci pamannya itu," kata De Graaf.
Pangeran Giri bisa menyembunyikan kebenciannya di hadapan Pangeran Pekik. Pangeran Pekik, kata De Graaf, "Baru dapat mengetahuinya setelah terlambat."
Setelah menghukum mati sang mertua, Amangkurat I kemudian memberi hadiah kepada Pangeran Giri berupa seorang istri yang cantik, yang ia bawa pulang ke Gresik. Setelah itu, Pangeran Giri menjadi pertapa.
Bagaimana dengan Putra Mahkota yang pada 1677 menjadi Amangkurat II? Pada 1676, ketika Trunojoyo bersekutu dengan orang-orang Makassar mrmberontak terhadap Amangkurat I, Putra Mahkota minta izin kepada anak Sultan Agung, Amangkurat I, agar dikirim ke medan perang untuk menumpas mereka.
Putra Mahkota yang cucu Sultan Agung itu membawa 40 ribu prajurit. Tapi ini hanya taktik Putra Mahkota. Ia akan pura-pura memerangi pemberontak, tapi ia akan mengalah, untuk menggerogoti kekuasaan ayahnya.
Apakah ini ada hubungannya dengan kasus lama yang membuat Amangkurat I mempunyai alasan untuk menghukum mati bapak mertua, Pangerann Pekik, yang merupakan kakek Amangkurat II?.
Ma Roejan:
Sumber rujukan:
Runtuhnya Istana Mataram, karya Dr HJ de Graaf (1987)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]