Paman Sultan Agung Membunuh Dua Prajurit Tuban, Jadi Bukti akan Memberontak ke Ayah Angkat di Pajang?
Dua menantu Sultan Pajang menyebar isu bahwa Adipati Mataram akan memberontak ke ayah angkat di Pajang. Adipati Mataram itu, Ngabehi Senopati, kelak menjadi raja Mataram dan menjadi kakek Sultan Agung.
Oleh karena itu, Sultan Pajang mengirim anaknya bersama dua menantunya itu, Adipati Tuban dan Adipati Demak, untuk pergi ke Mataram, membawa 1.000 prajurit.
Utusan kedua ini disambut dengan meriah: pesta tiga hari. Tapi muncul insiden, dua prajurit Tuban tewas dalam aksi tari tameng. Paman Sultan Agung membunuh mereka dengan tangan kosong.
Oohya! Baca juga ya:
Benarkah Hanya Presiden Jokowi yang Rayakan Lebaran Idul Fitri di Luar Jakarta? Bung Karno....
Dua prajurit itu kena tombak paman Sultan Agung dalam aksi tari tameng itu. Di Babad Tanah Jawi, paman Sultan Agung itu disebut masih berusia dua tahun.
Tapi Dr HJ de Graaf mengutip sumber lain menubut usia paman Sultan Agung sudah 17 tahun. Usia 17 tahun sudah tergolong usia dewasa saat itu, sudah masanya menikah.
Sementara, Babad Tanah Jawi menggambarkan, paman Sultan Agung itu masih memiliki rasa malu khas anak-anak. Ysitu ketika meminta izin kepada ayahnya agar diperbolehkan ikut menari tameng.
Pada awalnya, kakek Sultan Agung tidak mengizinkan anaknya, Raden Ronggo, ikut menari tameng. Namun akhirnya mengizinkan setelah Adipati Tuban membujuknya.
Oohya! Baca juga ya:
Empat orang mengangkat tameng yang akan dipakai menari oleh psman Dultan Agung itu. Tombaknya diangkat oleh dua orang.
Raden Ronggo menari dengan gesit menggunakan tombak dan tameng yang sangat berat itu. Adipati Tuban dibuat takjub, para prajurit Tuban pun melongo.
Benowo bersama dua saudara iparnya itu menjadi utusan kedua yang dikirim ke Mataram oleh Sultan Pajang. Utudan pertama yang dikirim melsporjan tidak ada tanda-tanda rencana pemberontakan Mataram.
Tapi isu rencana Mataram memberontak itu terus berkembang. Maka Sultan Pajang mengirim lagi utusan, terdiri dari anaknya sendiri beserta dua nenantunya.
Sultan Pajang memiliki alasan kuat mencari kebenaran mengenai isu Mataram akan memberontak yang disampaikan oleh Adipati Tuban dan Adipati Demak. Sebab, kakek Sultan Agung sudah tiga tahun belum juga menghadap ke Pajang.
Pada saat ia menunjuk Senopati sebagai adipati Mataram pada 1584, dispensasinya hanya pada tahun pertama untuk tak perlu menghadap. Ini sudah tiga tahun tidak juga menghadap. Paman Senopati, Ki Juru Martani juga sudah jengkel terhadap Senopati yang keras kepala.
Oohya! Baca juga ya:
Diponegoro Seharusnya Berbahagia, tapi Ia Nelangsa Amat di Hari Lebaran Kali Ini
Ki Juru Martani telah memarahi dan menasihatinya, hingga akhirnya datang rombongan utudan kedua dari Pajang. Insiden dua prajurit Tuban terbunuh dilaporkan secara berbeda kepada Sultan Pajang.
Benowo melaporkan tak ada bukti Mataram akan memberontak. Dirinya disambut dengan pesta tiga hari, dan para utusan mendapat suntingan bunga dari gadis-gadis Mataram.
Tapi Adipati Tuban melaporkan hal yang berlawanan. Ia sengaja menguji Mataram dengan tari tameng. Dua prajuritnya yang tewas dalam acara itu memperlihatkan Mataram sudah menyiapkan diri untuk memberontak.
Dua prajurit itu telah menusukkan tombaknya ke paman Sultan Agung. Bahkan berkali-kaki.
Tetapi tidak bisa melukai paman Sultan Agung sedikit pun. Ketika melelskukan serangan balasan, paman Sultan Agung membunuh mereka dengan tangan kosong
Oohya! Baca juga ya:
Lebaran Banyak Orang Datangi Meriam Si Jagur di Batavia, untuk Apa?
"Senopati benar-benar memberontak kepada Sang Raja. Bila memghadapi perang melawan Kakang Senopati Ingalaga, meski seribu barisan Pajang didatangkan serentak untuk menyerbu, pasti tidak akan mengimbangi kepintaran dan keteguhan Senopati itu," kata Adipati Tuban.
Dalam laporannya, Adipati Tuban menambahi, kedigdayaan Mataram melebih kedidgdayaan otang-orang satu negeri di tapal batas Tanah Jawa. Mendapat laporan Adipati Tuban, wajah Sultan Pajang terlihat gusar.
Adipati Tuban dan Adipati Demak, di kemudian hari akan adu kekuatan dengan Senopati. Kakek Sultan Agung itu kemudian menangkap Adipati Demak yang merebut tahta Pajang dari putra mahkota Pangeran Benowo dan menyerbu Tuban ketika sudah menjadi raja Mataram.
"Apakah penugasan terhadap mereka sebagai utusan ke Mataram itu berarti adanya pengaruh daerah-daerah pesisir yang sangat besar atas Pajang, yang diberi angin oleh seorang raja yang sudah tuacdan kehilangan gigi?" tanya De Graaf
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Awal Kebangkitan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (1987)
- Babad Tanah Jawi Buku I, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com