Sahabat Nabi yang Masih Kanak Ini Menyelamatkan Unta-Unta Nabi dari Perampokan
Nabi Muhammad biasa membiarkan unta-untanya digembalakan di Ghabah, sekitar delapan kilometer dari Madinah. Suatu hari, datang rombongan perampok kafir berkuda dan bersenjata.
Penggembala unta Nabi sudah mereka bunuh. Seseorang yang masih kanak, saat itu sedang berjalan-jalan menuju Ghabah membawa panah, menyaksikan perampokan itu.
Anak itu, sahabat Nabi bernama Salamah bin Akwa’, segera naik ke bukit, lalu menghadap ke Madinah, berteriak meminta bantuan untuk menyelamatkan unda-unta Nabi. Setelah itu ia mengejar para perampok yang sedang menggiring unta-unta Nabi dan menghujani mereka dengan anak panah.
Oohya! Baca juga ya:
27 Maret Soeharto Jadi Presiden, Ini Nasib Istana Kepresidenan
Salamah bin Akwa’ dikenal sebagai sahabat Nabi yang kencang larinya dan jago memanah. Ia bisa mengejar kuda berlari, tetapi kuda tak mampu mengejarnya.
Kemahiran memanahnya bisa membuat para perampok itu merasa sedang diburu oleh banyak orang. Jika ada yang menoleh ke belakang, Salamah buru-buru berlindung di balik pepohonan.
Dari balim pepohonan itu, ia masih tetap menghunajkan panah ke arah para perampok. Kuda-kuda mereka terkena panah.
Agar kuda-kuda mereka tidak terjatuh, beban kuda dikurangi. Caranya, mereka membuang senjata-senjata yang mereka bawa dan juga kain-kain.
Rombongan perampok kafir itu dipimpin oleh Abdurrahman Fazari. Uyainah bin Hishn bersama rombongannya membatu Abdurrhamna Fazari dan rombongannya.
Oohya! Baca juga ya:
27 Maret, Lahir Tiga Bayi Tabung Kembar Program Tien Soeharto di RSAB Harapan Kita
Kekuatan para perampok itu menjadi bertambah. Salamah tetap sendirian.
Setelah mereka mengetahui yang mengejar mereka hanya seorang, mereka pun menunjuk beberapa orang untuk mengejar Salamah.
Sahabat Nabi itu menghindar dengan cara naik ke bukit. Mereka tetap mengejarnya, hingga mendekati Salamah.
Sebelum mereka benar-benar dekat dengan Salamah, Salamah berteriak. “Tahukah kamu, siapa aku?”
Mereka pun balik bertanya. Salamah menjawab, “Aku adalah Ibnu Akwa’.”
“Demi Dzat yang telah memuliakan Baginda Nabi Muhammad SAW, siapa pun dari kalian yang ingin menangkaku, tidak akan dapat menangkapku. Tetapi jika aku ingin menangkap salah seorang dari kalian, makam ia tidak akan lolos dariku,” lanjut Salamah.
Oohya! Baca juga ya:
Berubah Rupa, Guru Sultan Agung Ini Dikira Genderuwo dan Bikin Marah Para Wali
Tentu Salamah tudak sedang menggertak, karena ia memang jago berlari. Salah terus berbicara untuk mengulur waktu, berharap ada bantuan segera datang.
Rupanya, teriakan meminta bantuan yang dilakukan sahabat Nabi sebelum mengejar para perampok itu memang ada yang mendengarnya. Ia melihat ada rombongan berkuda yang datang ke arah Addurrahman Fazari dan rombongan.
Rombongan bantuan itu dipimpin oleh Akhram Asadi dan Abu Qatadah. Mereka lalu menyerang Aburrahman Fazari dan rombongannya.
Akhram Asadi mati syahid di tangan Aburrahman Fazari. Abdurrahman Fazari yang kehilangan kuda lalu mengambil kuda Akhram Asadi, lalu menyerang Abu Qatadah.
Abu Qatadah terjadu dari kuda. “Ketika terjatuh, Sayidina Abu Qatadah RA berhasil menyerang Abdurrahman sampai tewas,” kata Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi, mengutip hadis riwayat Abu Dawud.
Oohya! Baca juga ya:
Sunan Kalijaga Meninggal di Berbagai Daerah, Mengapa Sultan Demak Mengurung Diri?
Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi menyebut riwayat lain. Yaitu yang meriwayatkan bahwa Salamah bin Akwa’ sempat meminta Akhram Asadi untuk menunggu datangnya bala bantuan yang lain.
Namun, Akhram memilih langsung menyerang rombongan perampok yang banyak itu. “Biarlah aku mati syahid,” kata Akhram kepada Salamah.
Rombongan bantuan lain datang kemudian. Hal itu membuat para perampok yang tersisa lantas melarikan diri.
Berapa usia sahabat Nabi bernama Salamah bin Akwa’ yang telah menyelamatkan unta-unda Nabi itu? “Kebanyakan ahli sejarah menulis bahwa usia Sayidina Salamah RA ketika itu 12 atau 13 tahun,” kata Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Kitab Fadhilah Amal, karya Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]