Pada 28 Maret Diponegoro Ditangkap, Penangkapnya Berpesta Sebelumnya
Setelah memerintahkan anak buahnya membujuk Diponegoro agar mau berunding, Letnan Jenderal Hendrik Markus de Kock sempat berpesta. Pesta iru sengaja diadakan oleh Societat de Harmonie di Batavia untuknya.
Pesta diadakan pada 17 Februari 1830, dihadiri 400 tamu undangan, termasuk Gubernur Jenderal Van den Bosch. Beberapa hari kemudian, datang laporan dari Kolonel Cleerens bahwa Diponegoro bersedia berunding dengan De Kock.
Diponegoto tiba di Magelang pada 8 Maret, dan pada 28 Maret, bertepatan dengan hari kedua Lebaran, De Kock menangkap pemimpin Perang Jawa itu.
Oohya! Baca juga ya:
Sunan Kalijaga Meninggal di Berbagai Daerah, Mengapa Sultan Demak Mengurung Diri?
Sejak 1826, De Kock memang memilih tinggal di Magelang setelah berselisih dengan Gubernur Jenderal Du Bus. Pada 1828, meski De Kock diangjat menjadi pejabat gubernur jenderal, ia tetap berada di Magelang.
Ia baru pergi ke Batavia pada 2 Februari 1828 setelah gubernur jenderal definitif tiba di Batavia pada 31 Januari 1828. Selama menjadi pejabat gubernur jenderal, De Kock menghibahkan tanah kepada Tarekat Freemason.
Tarekat Freenason akan membangun kuil pemujaan. Selain menghibahkan tanah pemerintah kolonial, De Kock juga menyumbang 4.000 gulden. Anggaran pembangunan mencapai 12 ribu gulden.
De Kock melakukdn peletakan batu pertama pembangunsn kuil Freemason itu pada 15 Februari 1830 sebagai presiden Tarekat Freemason. Ia juga merupakan wakil grand master Freemason di Hindia Belanda.
Oohya! Baca juga ya:
Beringin dan Istana Emas di IKN, Ini Kata Serat Kaca Wirangi
Pesta yang diadakan untuknya adalah pesta untuk menghargai jasanya dalam pembangunan kuil Freenason itu. Tapi pesta dansa itu menjadi serba kebetulan karena pada 16 Februari 1830 Diponegoro menyatakan kesediaannya untuk berunding.
Berkaitan dengan tugasnya untuk memulihkan keamanan di Jawa, berbagai cara telah De Kock lakukan. Gagal mengalahkdn Diponegoro lewat perang, ia mengubah taktik.
Ia lakukan cara halus, yaitu mengendalikan perang saudara. Ia memilih tidak menaklukkan pangeran-pangeran Jawa, melainkan memenangkan hati mereka.
Pengikut-pengikut Diponegoro yang memiliki niat baik ia rangkul, yaitu mereka yang bersedia bekerja sama dengan Belanda. Yang memiliki niat jahat ia buru tanpa ampun.
Ia terus menjalin komunikasi di keraton Yogyakarta dan Surakarta. Itulah sebabnya, ketika di Jawa diadakan pesta ulang tahun Ratu Wilhelmina, ia membiarkannya, kendati di Batavia, Du Bus tidak mengadaksn perayaan demi penghematan.
Tapi rupanya, Van den Bosch kurang setuju dengan langkah De Kock yang kurang progresif itu. Van den Bosch memutuskan
tak perlu lagi berunding dengan Diponegoro.
Oohya! Baca juga ya:
Joko Tingkir, Cucu Raja Majapahit yang Menurunkan Presiden Indonesia
Baginya, pilihan untuk Diponegoro hanya dua. Mati atau masuk penjara.
De Kock mau tidak mau harus mengikuti keputusan gubernur jenderal itu.Maka, ketika Diponegoro tiba di Magelsng dan menyatakan tidak ada perundingan selama bulan Ramadhan, De Kock santai saja.
Ia bahkan mrmberikan sambutan yang sangat ramah selama Ramadhan itu. Ia sering berkunjung ke Diponegoro pada saat makan sahur.
Keluarga Diponrgoro juga didatangkan di Magelang. Maka Diponegoro bisa berkumpul dengan keluarga selama Ramadhan.
Tiap hari ia sediakan lima kerbau untuk disembelih. Untuk keperluan makan berbuka dan makan sahur 800 pengikut dan 200 prajurit pengawal Diponegoro.
Oohya! Baca juga ya:
Tatal Jadi Tiang, Masjid Ini Dibangun Walisongo Dekat Selat Muria
Ia hadiahkan juga uang dalam jumlah besar. Seekor kuda Persia yang gagah pun diberikan kepada Diponegoro.
Tapi keramahannya itu hanya tipu daya. Pada 28 Maret 1830, keramahan De Kock berubah.
Saat Diponegoto mengunjunginya --bukan untuk berunding, melainkan untuk silaturahim Lebaran-- De Kock menangkapnya. Usai silaturahim, De Kock melarang Diponegoro pulang.
Bahkan secara diam-diam ia telah mengirim prajurit ke pesanggrahan untuk melucuti senjata prajurit Diponrgoro. Beberapa prajurit yang mengantarnya tanpa perlengkapan senjata juga segera diringkus.
Diponegoro kemudian dikirim ke Semarang dengan kereta kuda. Di Semarang dinaikkan kapal menuju Batavia.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Pembalasan Dendam Diponegoro, karta Martin Bossenbroek (2023)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]