Pitan

Joko Tingkir, Cucu Raja Majapahit yang Menurunkan Presiden Indonesia

masyarakat Desa Magersari, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, berziarah ke Makam Joko Tingkir di Sragen. Joko Tingkir merupakan cucu raja Majapahit, keturunan ke-10-nya menjadi presiden Indonesia.

Meski hanya menantu Sultan Demak Trenggono, Joko Tingkir bisa naik tahta. Hal itu terjadi setelah Demak kehilangan raja, karena Sultan Demak Prawoto dibunuh oleh Adipati Jipang Aryo Penangsang.

Aryo Penangsang membunuh Sultan Prawoto berdasarkan fatwa Sunan Kudus, Joko Tingkir naik tahta atas restu Sunan Giri dengan nama Sultan Hadiwijoyo. Benarkah Joko Tingkir masih cucu Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V?

Sebenarnya, Joko Tingkir juga menjadi sasaran pembunuhan Aryo Penangsang. Namun, Joko Tingkir selamat dari upaya pembunuhuan, lalu beranak-pinak, hingga di kemudian hari salah satu keturunannya menjadi presiden Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Makamnya Kebanjiran, Dulu Sunan Kalijaga Bertapa di Kali dan Bikin Kolah Masjid dari Emas

Pada masa remaja ia menjadi santri Ki Ageng Selo di Desa Selo, Grobogan. Ia adalah anak dari Ki Ageng Pengging II alias Kebo Kenongo dan kelak ia memiliki keturunan yang menjadi presiden Indonesia.

Kebo Kenongo merupakan anak kedua dari Andayaningrat. Andayaningrat yang dijuluki sebagai Ki Ageng Penggging I inilah yang merupakan menantu Raja Majapahit Brawijaya V.

Istrinya, Ratu Ratna Pembayun, merupakan anak pertama daru salah satu permaisuri Brawijaya V. Begitulah silsilah Joko Tingkir sebagai cucu Brawijaya V.

Sebelum memiliki anak, Joko Tingkir memilih Danang Sutowijoyo sebagai anak angkatnya. Setelah itu, ia memiliki anak yang kemudian ia jadikan putra mahkota, yaitu Pangeran Benowo.

Mengapa namanya Joko Tingkir, tidak Joko Pengging? Saat kecil, nama Joko Tingkir adalah Karebet. Ketika kedua orang tuanya meninggal, ia diangkat sebagai anak oleh Ki Ageng Tingkir.

Oohya! Baca juga ya:

Kuil Freemason Dibangun oleh Penangkap Diponegoro, Pemuda Indonesia Memakai untuk Kongres

Ki Ageng Tingkir merupakan sahabat ayahnya yang tinggal di Desa Tingkir. Oleh sebab itulah, di kemudian hari Karebet memiliki nama Joko Tingkir.

Ketika Joko Tingkir meninggal dunia, Pangeran Benowo menggantikannya sebagai Sultan Pajang. Sejak kecil Pangeran benowo menjadi santri Sunan Kalijaga, tetapi ia hanya menjadi raja sebentar, karena ia memilih melanjutkan dakwah yang dirintis gurunya, Sunan Kalijaga.

Kekuasaan Pangeran Benowo direbut oleh Adipati Demak, Raden Pangiri. Raden Pangiri merupakan anak Sultan Prawoto. Membela Pangeran Benowo, Danang Sutowijoyo lalu merebut kekuasaan Raden Pangiri.

Karena Pangeran Benowo tak bersedia lagi menjadi raja, maka Danang Sutowijoyo yang menggantikannya, tetapi memindahkan keraton ke Mataram. Pangeran Benowo terus mengembangkan dakwahnya.

“Atas anjuran Sunan Kalijaga, Pangeran Benowo yang merupakan putra mahkota Keraton Pajang mendirikan pusat pendidikan Islam yang kemudian berkembang menjadi cikal bakal sistem pendidikan pesantren di Jawa,” Dr Purwadi dan Dra Siti Maziyah.

KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nnahdlatul Ulama, adalah keturunan ke-7 dari Pangeran Benowo. Berarti keturunan ke-8 dari Joko Tingkir.

Oohya! Baca juga ya:

Tatal Jadi Tiang, Masjid Ini Dibangun Walisongo Dekat Selat Muria

Hasyim Asy’ari memiliki cucu bernama Abdurrahman Wahid. Berarti Abdurrahman Wahid merupakan keturunan ke-10 dari Joko Tingkir.

Keturunan ke-10 Joko Tingkir inilah yang pada 2009 terpilih menjadi presiden Indonesia di Sidang Umum MPR. Cucu Raja Majapahit itu telah menurunkan presiden Indonesia.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Sunan Kalijaga, karya Dr Purwadi MHum dan Dra Siti Maziyah MHum (2005)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]