Lincak

Cicipi Sukiyaki, Bung Karno Lalu Bantu Jepang Usir Belanda

Bung Karno bersedia membantu Jepang setelah Jepang berjanji membantu Indonesia mencapai kemerdekaan. Untuk merayakan kesepakatan itu, Bung Karno disuguhi sukiyaki.

Jepang merebut Padang dari Belanda pada 18 Maret 1942. Esoknya, 19 Maret 1942, Kapten Sakaguchi menyapa Bung Karno dalam bahasa Prancis.

Sakahuchi kemudian mempertemukan Bung Karno dengan komandan Jepang, Kolonel Fujiyama. Maka, untuk pertama kalinya Bung Karno mencicipi sukiyaki, yang dipakai untuk merayakan kesepakatan dirinya dengan Fujiyama.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kesepakatan itu: Bung Karno bantu Jrpang. Sebaliknya, Jepang bantu Bung Karno mencapai Indonesia merdeka.

Oohya! Baca juga ya:

Diponegoro Sudi Berpuasa di Magelang Setelah Dipanggil Sultan oleh Perwira Belanda

Pada mulanya Bung Karno menjalani masa pembuangan di Bengkulu sejak 1938. Ketika tersiar kabar Jepang mau merebut Bengkulu, dua polidi Belanda mengajak Bung Karno dan keluarga pergi ke Padang.

Dari Bengkulu ke Muko-muko sejauh 240 kilometer ditempuh dengan mobil dan pedati. Dari Muko-muko ke Padang sejsuh 300 kilometer ditempuh dengan jalan kaki menembus hutan.

Saat itu musim hujan, sehingga perjalansn harus fitrmpuh dengan susah payah. Terutama saat tiba di pinggir sungai dan air sungai sedang meluap.

Polisi Belanda memberitahu Bung Karno di Padang hanya akan menginap semalam, lalu esoknya naik kapal yang sudah disiapkan. Tapi rupanya Jepang sudan menorpedo kapal yang sudah disiapkan Belanda itu.

Oohya! Baca juga ya:

Bagaimana Mengatur Pengeras Suara Masjid? Begini Menurut DMI

Rupanya Jepang sudah menduduki Padang sebelum Bung Karno tiba di Padang. Jepang yang mendapat informasi Bung Karno dibawa ke Padang, segera mencarinya.

Polisi yang membawa Bung Karno sudah melarikan diri ketika Kapten Sakaguchi menemukannya. "Vous etes ingenieur Sukarno, n"est-ce pas?" tanya Kapten Sakaguchi. Artinya: Bukankah Anda Insinyur Sukarno?

Mendapat sapaan seperti itu Bung Karno merasa tenang. Isi kalimatnya tidak menunjukkan adanya rencana menangkap dirinya. Sikap Sakaguchi dilihat Bung Karno sebagai sikap yang sopan.

Kepada Bung Karno, Sakaguchi menyampaikan informasi bahwa komandannya di Bukittinggi tahu Bung Karno ada di Padang. Komandannya, Kolonel Fujiyama, ingin memastikan Bung Karno dalam keadaan baik-baik saja.

Ketika mereka bertemu di Bukittinggi, Fujiyama meninta bantuan Bung Karno. Di Padang, Jepang disambut meriah olrh rakyat.

Maka, Bunv Karno pun mrmberanikan diri bertanya, jika ia mendukung Jepang, apdkah Jepang juga bersedia mendukungnya dalam mencapai Indonesia merdeka?

Oohya! Baca juga ya:

Hang Tuah Dikerjai Gajah Mada di Pasar, Mengapa Patih Majapahit Itu Malu?

Bung Karno tersentak ketika Fujiyama bersedia mendukungnya."Anda akan menerima kepastian itu. Pemerintah Jepang tidak akan melakukan apa-apa untuk merintangi," kata Fujiyama memberi garansi.

Bung Karno pun segera menyatajan bekerja samavdengan Jepang. Maka untuk merayakankesepakatan itu, sukiyaki disajikan.

"Ini pertama kali saya mencicipinya dan saya menyukainya," kata Bung Karno.

Bung Karno juga mendapat "hadiah" mobil Buick hitam mengilap. Kata Sakaguchi kepada Bung Karno, mobil itu bisa dipakai oleh Bung Karno kapan saja.

Oohya! Baca juga ya:

Nabi Musa Bertemu Tuhan Ternyata di Arab Saudi, Bukan di Mesir?

Hidup di pembuangan sejak 1933 di Ende lalu pada 1938 dipindah ke Bengkulu, lantas tiba-tiba mendapat fasilitas mobil mewah dari Jepang, membuat Bung Karno terperangah. Apalagi sebelumnya ia berjalan kaki dari Muko-muko ke Padang.

"Seperti melayang-layang, ia kembali ke Padang," kata Martin Bossenbroek.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams (1986)
- Pembalasan Dendam Diponegoro, karya Martin Bossenbroek (2023)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]