Lincak

Di Ende Bung Karno Minta Dikirimi Buku Pengadjaran Shalat dari A Hassan

Selama di Ende menjalani masa pembuangan, Bung Karno berkirim surat kepada A Hassan sebanyak 12 kali. Ia meminta dikirimi buku-buku, di antaranya buku Pengadjaran Shalat.

Ada 12 surat yang dikirim Bung Karno dari Ende kepada ulama di Bandung. Surat-surat itu dikirim dari tanggal 1 Desember 1934 hingga 17 Oktober 1936.

Ulama di Bandung itu bernama A Hassan, pendiri Persatuan Islam (Persis). Lahir pada 31 Desember 1887, A Hassan menjadi tempat bertanya Bung Karno mengenai Islam.

Selain membahas masalah agama, surat-surat Bung Karno juga berisi permintaan agar dikirimi buku-buku tentang Islam. Pada surat pertama yang dikirim 1 Desember 1934, Bung Karno meminta dikirimi buku Pengadjaran Shalat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Jika Hari Lebaran Menjadi Hari Cemooh Nasional, Setelah Puasa Berani Pulang Kampung?

“Menggali pengetahuan Islam oleh Bung Karno bukanlah karena 'dipaksakan' oleh orang kedua, tapi timbul sendiri dari hati kecilnya,” ujar HA Notosoetardjo.

Ternyata di surat pertama itu tak hanya buku Pengadjaran Shalat yang diminta. Bung Karno juga meminta buku Utusan Wahabi, Al Moechtar, Debat Talqien, Al Burhan (lengkap), dan Al Djawahir. 

Hassan mengirim buku-buku yang diminta, tetapi rupanya belum mengirimkan Al Burhan. Di surat kedua, Bung Karno memintanya kembali, Al Burhan lengkap, jilid 1-11 dan buku Buchari-Muslim.

“Saya perlu Bukhari dan Muslim karena di situlah dihimpunkan hadis-hadis yang shahih. Bahkan saya pernah membaca, bahwa juga di Bukhari pun masih terselip hadis-hadis yang lemah,” kata Bung Karno.

Di surat ketiga, Bung Karno minta dikirimi buku Soal Djawab. Ia juga minta buku Djawahirul Buchari dan menyatakan ingin memiliki pula buku The Spirit of Islam karya Ameer Aly.

Oohya! Baca juga ya:

Samin Melawan Belanda dengan Cara Menolak Bayar Pajak

Di surat keempat hingga surat ke-12, Bung Karno sudah tidak lagi meminta kiriman buku, tetapi A Hassan masih berbaik hati mengiriminya majalah Al Lisaan, nomor ekstra (extra nummer). Di majalah itu ada debat soal taklid dan itu menarik perhatian Bung Karno.

“Saya ada maksud, insya Allah kapan-kapan menulis suatu artikel pemandangan atas itu extra nummer taklid, artikel yang mana nanti boleh saudara muatkan pula ke dalam Al Lisaan,” kata Bung Karo di suratnya yang ketujuh.

Di surat ketujuh pula, Bung Karno mengkritik para ulama yang hafal hadis dan Quran, tetapi tidka bisa memanfaatkan keilmuannya. “Tidak ubahnya seperti gramofon yang tidak bisa memecah persoalan, sekadar hanya bersuara belaka,” kata Bung Karno.

Di surat ketiga, Bung Karno pernah membahas soal kekolotan di dalam Islam. Kekolotan itu membuat masyarakat Islam mengalami kemunduran.

Hal itu, menurut Bung Karno, terjadi karena banyak orang yang mengamalkan hadis-hadis yang dhaif dan palsu. Karena itu, ia mengusulkan agar A Hassan juga mengajarkan ilmu-ilmu barat.

“Saya tahu Tuan punya pesantren, bukan universiteit, tapi alangkah baiknya kalau toch western science di situ ditambah banyaknya. Demi Allah, Islam Science bukan hanya pengetahuan Quran dan hadis, tapi plus pengetahuan umum,” kata Bung karno di surat ke-9.

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Bung Karno Memulangkan Sang Istri Utari ke Cokroaminoto?

Bung Karno sangat menyesalkan, banyak orang memiliki ilmu Islam tetapi minim ilmu pengetahuan umum. “Orang tak dapat memaham betul Quran dan hadis kalau tak berpengetahuan umum,” kata Bung Karno.

Di surat keempat hingga ke-12, Bung Karno banyak berdiskusi mengenai keislaman. Seperti di surat ketujuh, membahas soal taklid. Di surat ke-11, Bung Karno membahas soal kehidupan Islam yang harus mengikuti perkembangan zaman.

Islam is progress. Progress berarti barang baru, barang baru yang lebih sempurna, yang lebih tinggi tingkatannya daripada yang terdahulu,” kata Bung Karno.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Bung Karno Mentjari dan Menemukan Tuhan, karya HA Notosoetardjo (1964, cetakan ketiga)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]