Kapten Tack Dibunuh Untung Suropati, Apa Isi Surat Kompeni yang Belum Sempat Diserahkan Kapten Tack kepada Amangkurat II?
Kapten Tack tewas tanpa pernah sempat menyerahkan surat Kompeni kepada Susuhunan Amangkurat II. Sebelum Kapten Tack tiba di Kartosuro, Amangkurat II sudah mencari tahu isi surat yang dibawa Kapten Tack itu.
“Tapi Tack seorang pendiam, sehingga membuat Sri Sunan ‘tetap dalam gelap-gulita’,” tulis DHJ de Graaf.
Ketika Amangkurat II membuat perjanjian dengan Kompeni pada 1677, Kompeni mendapatkan keuntungan banyak dari perjanjian itu. Maka, setelah sekian tahun tidak membayar utang dan Kompeni mengirim Kapten Tack untuk merundingkan utang itu, Amangkurat II sangat takut dengan Tack.
Oohya! Baca juga ya:
Presiden Sukarno dan Selasa Gila di Sarinah Setelah Uang Rp 1.000 Diubah Jadi Rp 1
Amangkurat II dianggap sudah kehilangan akal sehatnya karena nafsu menumpas Trunojoyo lalu memberikan janji begitu banyak kepada Kompeni jika Kompeni membantu penumpasan itu. Dari tahun ke tahun, janjinya tidak bisa dipenuhi, hingga akhirnya menjadi tunggakan utang.
Kapten Tack pun dikirim untuk merundingkan utang itu sekaligus menangkap Untung Suropati yang dilindungi oleh Amangkurat II. Kompeni tentu saja jengkel kepada Amangkurat II, karena Untung Suropati adalah buron Kompeni.
Namun bagi Mataram, terutama bagi Patih Nerangkusumo, Untung Suropati adalah sekutu mumpuni untuk melawan Kompeni. Karenanya, Suropati harus dilindungi.
Ketika Kapten Tack datang di Mataram tanpa diketahui keseluruhan tugas yang diembannya, itulah yang membuat Amangkurat II waswas. Padahal, jika Kapten Tack sempat menyampaikan surat tugasnya kepada Amangkurat II, tentu saja Amangkurat II akan berjingkrak kegirangan, seperti halnya ketika ia mendapat bantuan dari Kompeni pada 1677.
“Pokok pembicaraan dalam surat tersebut ialah mengenai persoalan-persoalan perdagangan. Komoeni tidak setuju dengan hak monopoli yang dilakukan oleh para penguasa pesisir,” tulis De Graaf.
Oohya! Baca juga ya:
Selain itu, surat itu juga meminta kepada Amangkurat II bahwa penangkatan penguasa pesisir harus seizing Kompeni. Pun menyatakan tidak setuju dengan usul Mataram agar Kompeni mengurangi pasukannya di Kartosuro dan Jepara.
“Nada surat itu bernapaskan kebapakan yang mau melindungi: mengurangi pasukan di Kartosuro dan Jepara terlalu membayakan, Sunan!” tulis De Graaf.
Ketika Kapten Tack tiba di Semarang, informasi yang diketahui Mataram cuma lampiran surat yang berisi perintah mengenyahkan Untung Suropati. Kehadiran Suropati di Kartosuro telah membuat semangat anti-Kompeni meningkat.
Selain itu, Kapten Tack juga datang untuk memberi tahu bahwa 36 desa kayu yang ada di Rembang akan dikembalikan kepada Amangkurat II. Kompeni tidak mau lagi menunggu dalam ketidakpastian penyerahan 4.000 pikul beras dalam setahun dari desa-desa itu. Kompeni memilih akan membeli langsung beras sesuai kebutuhan.
Soal utang, Kompeni akan menjadi penagih utang yang baik hati. Maka, Kapten Tack juga memba pesan bahwa Kompeni akan memberi keringanan soal utang berikut tunggakannya sejak 1677 itu.
Dengan keringaan itu, Kompeni akan meminta wilayah kekuasaannya tetap diperbolehkan hingga mencapai Cirebon. Untuk itu, Kompeni rela menutup loji di Semarang sebagai pos militer, tetapi tetap buka untuk kantor dagang.
Oohya! Baca juga ya:
Namun, Amangkurat II belum sempat mengetahui pesan soal utang ini. Sebab Kapten Tack keburu menghadapi serangan dari Untung Suropati dan pasukannya, hingga akhirnya Kapten Tack menemui ajalnya.
Hubungan Kompeni – Amangkurat II pun menjadi kritis. Kompeni pun memilih mengosongkan garnisunnya di Kartosuro.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack karya Dr HJ de Graaf (1989)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com