Meminta Bantuan Kompeni untuk Jadi Raja Mataram, Pakubuwono I pun Terjerat Utang dan Kehilangan Banyak Wilayah Jawa-Madura
Amangkurat II meninggal pada 1703 dan baru mengangsur utang sebesar 27.878 riyal Spanyol dari total utang yang mencapai 1,4 juta riyal. Utang itu berawal dari permintaan Amangkurat II kepada Kompeni pada 1677 untuk menumpas Trunojoyo.
Amangkurat III menggantikannya, tetapi pada 1704 direbut oleh Pangeran Puger yang merupakan adik Amangkurat II. Kompeni mengangkat Pangeran Puger sebagai Pakubuwono I pada Juni 1704.
Hadiah yang diberikan Pakubuwono I kepada Kompeni, membuat Kompeni pada Oktober 1705 menghapus seluruh utang Mataram sebelum 1705. Dalam kesepakatan Oktober 1705 itu, Pakubuwono I memberikan 10 hadiah kepada Kompeni, yang artinya akan menjadi utang baru bagi Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Presiden Sukarno dan Selasa Gila di Sarinah Setelah Uang Rp 1.000 Diubah Jadi Rp 1
Hadiah itu berupa:
1. Pengakuan ulang atas batas-batas Batavia, termasuk Priangan.
2. Pengakuan bahwa Cirebon meruoakan daerah di bawah naungan Kompeni.
3. Menyerahkan separuh Madura bagian timur.
4. Mengakui kekuasaan Kompeni atas Semarang.
Oohya! Baca juga ya:
5. Memberikan wewenang kepada Kompeni membangun benteng-benteng di mana pun di Jawa.
6. Memberikan hak pembelian beras berapa pun yang Kompeni inginkan.
7. Memberi hak monopoli atas impor candu dan tekstil.
8. Membari beras secara gratis sebanyak 800 koyan per tahun selama 25 tahun.
9. Menempatkan kembali garnisun Kompeni di keraton atas biaya raja.
10. Melarang orang Jawa berlayar dari Lombok ke arah timur, dari Kalimantan kea rah utara, dari Palembang ke arah barat.
Karena pada 1696 Kompeni sudah mulai menanam kopi di Jawa, maka pada 1709 dibuat lagi perjanjian yang lebih detail dengan Pakubuwono I mengenai penyerahan beras, kayu, nilai, dan kopi. Lancarkan Pakubuwono I membayar utang baru ini?
Oohya! Baca juga ya:
Kayu jati di kawasan pesisir sudah semakin habis, sehingga Pakubuwono I kesulitan menyerahkan kayu karena harus mengambilnya jauh di pedalaman yang susah pengangkutannya. Para petani banyak yang pindah, sehingga ia juga kesulitan menyerahkan beras.
“Pakubuwono I benar-benar berusaha membayar utangnya, tetapi hal itu ada di luar kemampuannya,” tulis MC Ricklefs.
Pada kurun 1705-1709 banyak tunggakan yang menumpuk. “Sampai tahun 1718/1719 dia telah melunasi 69 persen dari seluruh utangnya, tetapi pembayarannya kemudian mulai tersendat-sendat lagi ketika kerajaannya terpecah-pecah,” tulis Ricklefs.
Untuk bisa naik tahta menjadi Pakubuwono I, Pangeran Puger memang meminta bantuan kepada Kompeni. Ia mengadu jika Amangkurat III adalah raja yang membenci Kompeni dan bersekutu dengan Untung Suropati.
Oohya! Baca juga ya:
Kekuasaannya direbut, Amangkurat III kemudian melarikan diri ke timur, bergabung dengan Suropati. Ini membuat Kompeni dibantu Pakubuwono I dan penguasa Madura Cakraningrat II melakukan penyerbuan ke Jawa Timur.
Serangan besar-besaran ini juga mengganggu keuangan Mataram, sehingga mempengaruhi kemampuan membayar utang-utangnya kepada Kompeni. Prajurit yang dikerahkan Kompeni dan Pakubuwono cukup besar, mencapai 46 ribu prajurit pada 1707.
Pada 1706 Suropati terbunuh di Bangil, Amangkurat dan putra-putra Suropati melarikan diri ke Malang. Pada 1708, Kompeni memberi janji hak kekuasaan separuh wilayah Mataram, sehingga Amangkurat III meyerahkan diri.
Namun itu hanya taktik Kompeni untuk bisa menangkapnya. Amangkurat III kemudian dibuang ke Srilanka. Ia meninggal di Srilanka pada 1734.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004 karya MC Ricklefs (2005)
- Terbunuhnya Kapten Tack karya Dr HJ de Graaf (1989)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com