Lincak

Pertempuran Hidup-Mati Perwira Kompeni Kapten Tack Melawan Untung Suropati di Keraton Amangkurat II

Ilustrasi karya Tirto dari Gresik ini menggambarkan penyerangan Kapten Tack oleh Suropati pada 1686 di keraton Mataram. Amangkurat II digambarkan sedang duduk di Siti Inggil memantau peperangan.

Saat Kapten Tack dan pasukanya memasuki gerbang timur keraton, sudah banyak prajurit Kompeni yang dibunuh oleh pasukan Untung Suropati. Pada 8 Februari 1686 itu, Untung Suropati dan pasukannya sudah kembali bersembunyi menunggu kedatangan Kapten Tack di alun-alun.

Ada tiga kompi pasukan yang dibawa Kapten Tack mengejar orang-orang Suropati yang membakar rumah di sebelah timur keraton. Saat kembali untuk pertepuran hidup-mati di alun-alun, yang tampak pertama terlihat di gapura timur adalah separuh kompi yang dipimpin Van der Meer.

Di belakang mereka ada dua kompi lagi yang segera ikut menyerang ke alun-alun, lalu menghadap ke keraton Amangkurat II. Di belakang dan sisi pasukan Kompeni itu ada pasukan Mataram yang dipimpin Ngabei Wongsonoto.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Dalam formasi inilah kekuatan Belanda maju sambil melepaskan tembakan, dan mendesak pihak Suropati masuk ke keraton. Musuh menempatkan diri di belakang tembok-tembok dan rumah-rumah yang belum terbakar, yaitu di bagian barat laut keraton (di belakang kandang-kandang harimau?),” tulis HJ de Graaf.

Oohya! Baca juga ya: Begini Gambaran Batavia pada 1670, Sultan Agung Mataram Pernah Dua Kali Menyerbu Markas Kompeni Itu

Saat melakukan penyerbuan itulah, Kompeni melihat pasukan Kompeni penjaga keraton telah tewas di tangan pasukan Suropai sebelum Kapten Tack tiba dialun-alun. Melihat hal itu, pasukan Kapten Tack menghentikan tembakan.

Kapten Tack meminta kompi di sayap kiri yang dipimpin Letnan Eygel tidak menghadapi Suropati. Ia khawatir kena muslihat lagi, begitu berapi-apinya menyerang Suropati di keraton, eh ternyata Suropati sudah menguasai benteng.

Maka kompi sayap kiri ia perintahkan untuk segera kembali ke benteng. Melihat gerakan pasukan itubergerak kea rah benteng, Suropati mengira mereka mundur dari peperangan. Seketika, pasukan Suropati segera berhamburan menyerang mereka.

Terdengar panggilan agar Eygel membawa pasukannya kembali. Suara tembakan sudah bertubi-tubi terdengar. Eygel segera membawa pasukanya untuk bergabung menghadapi pasukan Suropati, kali ini ia mengambil posisi di sayap kanan.

Pasukan Suropati sudah menarik mundur dan kembali bersembunyi. Suropati perlu menyusun langkah untuk lolos dari kepungan, sebab di belakang mereka api yang membakar rumah-rumah masih berkobar-kobar.

Pilihannya cuma dua: mati di medan perang atau mati terbakar api jika harus mundur. Suropati memilih kembali menyerang.

Oohya! Baca juga ya: Dapat Tugas Cari Anggota Pramuka Non-Muslim, Mengapa Para Santri dari Karawang Ini Mondar-Mandir Cari WC di Kemah Bakti Harmoni Beragama?

Pada serbuan kedua, Pasukan Suropati bisa dihalau pasukan Eygel. Pasukan Suropati kembali mundur dan menyusun strategi.

Munculkan kemudian serbuan yang ketiga, yang membuat Eygel terheran-heran. Serbuan Suropati lebih hebat dari dua serbuan sebelumnya, sehingga Eygel menduga, pasukan Mataram yang berada di belakang dan sisi pasukan Kompeni diduga ikut membantu Suropati.

“Hanya Tuhanlah yang tahu, apakah serbuan itu terjadi dengan bantuan orang Bali yang mengikuti Sunan,” tulis De Graaf mengutip laporan Eygel.

Pada saat pasukan Suropati hanya memiliki dua pilihan “mati menyerbu Kompeni atau mundur tapi mati terbakar”, mereka lalu berteriak “amuk-amuk”, berlari ke arah pasukan Kompeni. Saat itulah orang-orang Bali yang tergabung dalam pasukan Mataram yang dipimpin Wongsonoto ikut menyerbu pasukan Kompeni.

Wongsonoto adalah ngabei Mataram yang memimpin pasukan Mataram dan orang-orang Bali mendampingi Kapten Tack. “Karena lindungan asap yang tebal, orang-orang Bali dapat mendekati musuh dengan aman, lalu ‘menggulung’ mereka bagaikan ‘macan-macan kelaparan’,” tulis De Graaf.

Kompeni saat itu sudah kehabisan mesiu, tidak berdaya dengan mengandalkan pedang melawan orang-orang Bali yang membawa tombak panjang. Kompeni pun kocar-kacir. Dalam kepanikan, banyak yang menembakkan senapan mereka padahal tidak ada pelurunya.

Oohya! Baca juga ya: Tsunami Aceh, Kontak Senjata TNI-GAM Membuat Anak-Anak Pengungsi di Kamp Pengungsi Posko Jenggala di Lhok Nga Ketakutan

Eygel bersama anak buahnya lalu melarikan diri meninggalkan gelanggang peperangan. Delapan dari 12 pengawal Kapten Tack tewas, Kapten Tack pun kemudian mundur untuk kembali ke kudanya.

“Tetapi sebelum dapat menginjakkan kakinya pada sanggurdi, ia telah dibunuh oleh orang-orang Bali secara mengerikan. Jenazahnya ditemukan dengan 20 luka berat di sekujur tubuh,” tulis De Graaf.

Pukul 12.00, pertempuran usai, tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya. Sebanyak 68 prajurit Kompeni tewas, 12 lainnya mengalami luka-luka berat, satu prajurit dinyatakan hilang. 

“Eygel bersama 24 anak buahnya dapat mengusungkan jenazah-jenazah itu tanpa mengalami gangguan. Sungguh suatu tugas yang menyedihkan,” tulis De Graaf.

Oohya! Baca Juga: Tinggi Kandungan Litium, akankah Objek Wisata Bleduk Kuwu di Grobogan Ini Dijadikan Areal Pertambangan?

“Pada tanggal 9 Februari 1686 Leeman mendengar dari dokter yang membalut luka-luka ringan yang diderita Wongsonoto bahwa pasukan Bali yang dipimpin Mangkuyuda dan Singobarong bersama-sama Suropati menyergap pasukan Belanda, dan bersama dengannya juga mereka melarikan diri,” tulis De Graaf.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack karya Dr HJ de Graaf (1989)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Banjarmasin Dua Abad Tolak Monopoli Kompeni, Dihapus Belanda pada 1860