Trunojoyo Sejak Kecil Dididik di Mataram pada Masa Amangkurat I, tetapi Kemudian Ia Menjadi Musuh Mataram, Mengapa?
Raden Trunojoyo lahir di Madura, tetapi sejak kecil ia didik di lingkungan Keraton Mataram. Ia dikenalkan kepada Putra Mahkota Mataram, yang di kemudian hari menjadi Amangkurat II dan membunuh Trunojoyo dengan keris.
Pada 1656, Trunojoyo masih berusia tujuh tahun ketika ayahnya dibunuh saat Madura berperang dengan Mataram. Trunojoyo yang selamat, kemudian dibawa ke ibu kota Mataram, Plered.
Pangeran (Adipati) Sampanglah yang membawa Trunojoyo masuk Keraton Mataram. Ia telah tinggal di Plered, di kemudian hari menjadi Cakraningrat II menggantikan ayahnya sebagai bupati Madura.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah dewasa, Trunojoyo melakukan pemberontakan terhadap Mataram. Alasannya, seperti yang ia kemukakan kepada perwira Kompeni Jacob Couper, ia mempunyai hak di Madura. Ayahnya, Demang Mloyo, jika tidak dibunuh, memiliki hak sebagai pengganti Cakraningrat I sebagai penguasa Madura.
Pangeran Sampang, yang merupakan kakak dari Demang Mloyo lantas menjadi Cakraningrat II, meski sebenarnya ia tidak memiliki hak untuk itu. Terlebih, Cakraningrat II memimpin Madura dari Plered, tidak di Madura.
Selain itu, ternyata juga ada persoalan pribadi antara Trunojoyo dengan Pangeran Sampang. Pangeran Sampang mencurigai Trunojoyo menjalin hubungan rahasia dengan keponakannya.
Ketika Pangeran Sampang hendak menghabisi Trunojoyo, orang-orang Madura di Plered menyelamatkannya. Kepada perwira Kompeni Cornelis Speelman, Trunojoyo mengaku, “Dicurigai berbuat salah terhadap paman saya, yang ingin membunuh saya, padahal saya tidak bersalah.”
Kepada perwira Jacob Couper, Trunojoyo mengaku, Pangeran Sampang hendak membunuhnya tanpa ia tahu kesalahannya. “Raja Mataram tidak menyelidiki masalah itu ... tetapi juga ingin membunuh saya,” tulis Trunojoyo dalam suratnya untuk Couper.
Oohya! Baca juga ya:
Kisah Ten Dudas, 10 Duda Penyintas Tsunami Aceh Membangun 200 Rumah Darurat Dibantu Posko Jenggala
Trunojoyo juga menceritakannya kepada Putra Mahkota Pangeran Adipati Anom. “Mengapa mereka ingin merusakkan diri saya di Mataram? Saya juag diburu dan hendak dibunuh, dan itulah yang dilakukan Adipati Sampang tanpa membawa masalahnya kepada raja Mataram untuk diselidiki,” tulis Trunojoyo kepada Putra Mahkota.
Dalam catatannya, Couper menyebut alasan Trunojoyo memberontak kepada Mataram. Adalah Demang Angantaka yang menjadi penyebabnya. Demang dari Balega, Madura, ini tidak mau menyerah kepada Pangeran Sampang.
Ketika pada 1677 Trunojoyo menyerbu Mataram, Demang Angantaka ada di dalamnya. Demang Angantaka memiliki catatan buruk terhadap Pangeran Sampang. Pada 1673, ayah Angantaka dibunuh atas perintah Pangeran Sampang.
Trunojoyo pada 1670 pulang ke Madura. Trunojoyo telah menjadi menantu Raden Kajoran.
Dekat dengan Putra Mahkota, Raden Kajoran menyarankan Putra Mahkota mengirim Trunojoyo ke Madura unntuk membujuk orang-orang Madura agar tidak pergi ke Mataram, menghadap Pangeran Sampang yang sudah menjadi bupati Madura dengan gelar Cakraningrat II. Dengan cara itu, Pangeran Sampang itu akan terkucil di lingkungan keraton.
Sebagai pertapa, Raden kajoran mengetahui masa depan Trunojoyo yang akan menjadi orang besar. Ia juga melihat, masa depan Mataram akan semakin surut dan Trunojoyo akan muncul.
Oohya! Baca juga ya:
Di Madura, dengan cepat Trunojoyo memiliki pengaruh. Dan ketika ia harus memberontak terhadap Mataram, mertuanya, Raden Kajoran menjadi panglima perangnya.
Penyerbuan Trunojoyo membuat Amangkurat I meninggalkan keraton secara diam-diam pada malam hari diiringi kerabatnya, termasuk Putra Mahkota.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Runtuhnya Istana Mataram karya Dr HJ de Graaf (1987)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com