Putri Solo Menari untuk Pernikahan Putri Juliana di Belanda dengan Iringan Gamelan yang Dimainkan di Jawa, Ini di Akhir 1936 dan Awal 1937 Lho
Radio disetel di Belanda untuk menangkap siaran gamelan pada 28 Desember 1936. Dengan iringan gamelan yang sedang dimainkan di Jawa itu, Putri Solo pun menari di hadapan Ratu Belanda.
Putri Solo, Raden Ajeng Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumowardhani, sedang di Belanda bersama kedua orang tuanya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII beserta istri. Mereka akan menghadiri pernikahan Putri Juliana yang akan dilangsungkan pada 7 Januari 1937.
Hanya Adipati Mangkunegaran yang datang langsung bersama istri dan anaknya, Putri Solo. Pada prosesi pernikahan Putri Juliana itu, Mangkunegoro VII menjadi pengiring Ratu Belanda.
Dari Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII mengirim utusan untuk menghadiri acara pernikahan itu. Demikian pula dari Pakualaman, Adipati Pakualam VII juga mengirim utusan. Pun dari Keraton Deli Serdang, yang datang juga utusan.
Oohya! Baca juga ya: Tinggi Kandungan Litium, akankah Objek Wisata Bleduk Kuwu di Grobogan Ini Dijadikan Areal Pertambangan?
Kemeriahan tak hanya di Belanda. Di berbagai kota di Indonesia perayaan pun dilakukan dengan meriah. Persiapan telah dilakukan beberapa hari sebelum pernikahan. Berbagai sudut kota dihias mahkota Ratu Belanda maupun inisial JB, inisial dari mempelai agung: Juliana-Bernhard.
Di Gambir sudah dipasang beberapa buah pengeras suara untuk menyebarkan siaran radio mengenai pernikahan itu. Di Istana Mangkunegaran, Jawa Tengah, Solosche Radio Vereeniging menyiapkan diri untuk menyiarkan suara gamelan.
Ada 40 pemain gamelan dan 20 pesinden. Pemancar pemerintah kolonial di Malabar akan memberikan transmisinya untuk mengirimkan siaran gamelan dari Jawa itu ke Belanda. Dinas Pos, Telegraf, dan Telepon Kerajaan Belanda akan menerima siaran itu dan meneruskannya ke Istana Noordeinde di Dan Haag.
Siaran ini dilakukan setelah sukses uji coba pada 28 Desember 1936 saat Raden Ajeng Nurul Kamaril membawakan Tari Serimpi di depan Sang Ratu. Saat itu terbilang sukses. Suara jernih, tidak ada gangguan.
Maka, pada 7 Januari 1937, masyarakat Indonesia dapat mendengarkan siaran langsung prosesi pernikahan agung itu melalui siaran radio. Raden Ajeng Nurul Kamaril juga akan menari lagi di pesta pernikahan menggunakan iringan gamelan dari Keraton Mangkunegaran yang disiarkan melalaui radio.
Oohya! Baca juga ya: Begini Indahnya Gelang Permata Hadiah Pernikahan Putri Juliana yang Dipesan Menggunakan Uang Sumbangan dari Penduduk Indonesia
Pagi itu, 7 Januari 1937, masyarakat di Indonesia sudah bersiap diri. Namun, turun hujan lebat di beberapa daerah, sehingga beberapa pawai yang seharusnya sudah dilakukan sejak pagi hari, batal dilakukan.
Selisih waktu Belanda-Indonesai sekitar enam jam. Jika di Jawa pukul 07.00, di Belanda masih pukul 01.00 dini hari. Jika di Belanda pukul 07.00, di Jawa sudah pukul 13.00.
Gubernur Jenderal Tjarda pagi itu melakukan doa di gereja bersama pejabat-pejabat lainnya. Ketika upacara pernikahan di Belanda sudah dimulai, dilakukan tembakan kehormatan dari meriam sebanyak 33 kali di Koningplein (sekarang Lapangan Monas) dan di Tanjung Priok oleh kapal perang Java.
Hujan sudah reda, maka arak-arakan pun dilakukan. Orang-orang Jepang di Jakarta membuat lima kendaraan hias digunakan untuk arak-arakan dengan cara ditarik oleh 80 orang.
Anak-anak sekolah ikut merayakan dengan cara menanam pohon peringatan pernikahan agung. Ratusan balon mereka lepas sebagai tanpa penanaman pohon itu di Jakarta.
Saat Raden Ajeng Nurul Kamaril akan membawakan Tari Serimpi, gamelan di Solo terlebih dulu memainkan gending “Arjuno Asmoro”. Gending ini dimainkan untuk mengentarkan Raden Radeng Nurul Kamaril beranjak dari tempat duduknya menuju ke lokasi menari.
Setelah itu dimainkan gending (tembang) “Pandelori”. Ini gending khusus untuk mengiringi tarian Serimpi. Sebelum berangkat ke Belanda, Raden Ajeng Nurul Kamaril perlu berlatih bersama para pemain gamelan untuk menyesuaikan harmoni.
Saat para pemain gamelan menyiapkan diri untuk memainkan gamelannya, tentu mereka menunggu kabar dari Belanda lewat siaran radio. Pidato Gubernur Solo MJJ Treur yang juga disiarkan radio itu menjadi penanda.
Oohya! Baca juga ya: Perusahaan Tambang Pulau Wawonii Ajukan Uji Materiil UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ini Harapan Warga Pulau Kecil kepada MK
Treurlah yang memberi pengantar mengenai tarian ini kepada para tamu undangan yang hadir di acara pesta pernikahan agung itu, hingga suara gamelan menghilang di Istana mangkunegaranpada pukul 11.15. Selama pertunjukan, Treur menjelaskan makna yang terkandung di dalam tarian itu.
Perayaan tidak cukup satu hari. Pada 8-9 Januari 1937 juga masih diadakan perayaan. Tidak hanya di kota-kota besar, melainkan jug adi kota-kota kecil. Tidak hanya di Jawa tetapi juga di luar Jawa seprti Kalimantan dan Sumatra.
Tidak hanya orang Eropa yang merayakan, orang-orang Indonesia pun merayakan. Tidak hanya para siswa sekolah umum, para santri pun juga ikut merayakan.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- De Locomotief, 29 Desember 1936
- Nederlandsch-Indisch Herinneringsalbum karya FAW van der Lip (1937)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]