Lincak

Tiga Tahun Kemarau karena El Nino, Sultan Agung Tetap Siapkan Penyerbuan terhadap Kompeni di Batavia, Bagaimana dengan Urusan Logistik?

Gambar Benteng Batavia, pernah dua kali diserbu pasukan Sultan Agung dari Mataram. Penyerbuan itu dilakukan setelah Kompeni menolak permintaan bantuan Mataram.

Pada masa Sultan Agung memerintah, Jawa pernah mengalami kemarau panjang. “Bencana alam muncul dan memperburuk kerusakan politik, ketika fenomena El Nino menimbulkan kemarau di Jawa,” tulis sejarawan MC Ricklefs.

Muncul epidemi yang membuat 2/3 penduduk di beberapa daerah meninggal dunia. Bencana ini terjadi selama tiga tahun di puncak kekuasaan Sultan Agung, pada 1625-1627.

Namun, Sultan Agung tetap menyiapkan pasukan dan perbekalan untuk menyerbu Kompeni di Batavia. Sebelum datang El Nino, Jawa juga sudah mengalami kesulitan beras akibat peekalukan-penalukan yang dilakukan Sultan Agung.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Kisah Ten Dudas, 10 Duda Penyintas Tsunami Aceh Membangun 200 Rumah Darurat Dibantu Posko Jenggala

Untuk upaya penaklukan itu, Sultan Agung ternyata pernah meminta bantuan kepada Kompeni. Itu terjadi pada saat Kompeni mengirimkan utusan ke Mataram setiap tahunnya, pada 1622-1624.

Dengan bantuan tentara Kompeni, Sultan Agung ingin menaklukkan Surabaya, Banten, dan Banjarmasin. Kompeni tidak memenuhi permintaan Sultan Agung.

“Oleh karena VOC tidak bersedia memberikan bantuan angkatan laut kepadanya, maka tidak ada satu alasan pun bagi Sultan Agung untuk membiarkan kehadiran mereka di Jawa,” tulis Ricklefs.

Pada 1619, JP Coen mempertimbangkan untuk menjalin hubungan dengan Surabaya. Tetapi tidak jadi dilakukan.

Pada 1621, Sultan Agung yang mengincar Surabaya melepaskan personel Kompeni yang ditawan di Mataram. Pun mengirimkan beras ke Batavia dengan harapan bisa mendapatkan bantuan dari Kompeni untuk memperkuat pasukan ketika menyerang Surabaya.

Setelah menaklukkan Surabaya pada 1625 tanpa bantuan Kompeni, Sultan Agung bersiap menyerang Batavia. Pada 1628, diberangkatkanlah pasukan Mataram untuk menggempur Kompeni di Batavia.

Oohya! Baca juga ya: Promosi Starbucks, Bagaimana Kedai Kopi Amerika Itu Melakukannya Sebelum Ada Boikot Kasus Israel?

Mereka harus menempuh perjalanan sekitar 500 kilometer dari Mataram. Agustus 1628, rombongan pertama tiba di Batavia. Lalu, rombongan kedua tiba pada Oktober 1628.

Tidak terbayangkan, bagaimana persiapan itu dilakukan ketika Jawa terkena dampak El Nino selama tiga tahun (1625-1627). Pasokan padi tentu saja tidak banyak. Apalagi, perang-perang penaklukan sebelumnya, juga membuat tanaman padi di sawah-sawah hancur.

Ketika Jawa mengalami kesulitan beras, Sultan Agung melarang penjualan beras kepada Kompeni. Padahal, Kompeni sangat memerlukan kiriman beras dari Mataram.

Berkali-kali pasukan Mataram hampir merebut benteng Kompeni di Batavia, tetapi akhirnya gagal. Kompeni menemukan 744 prajurit Mataram yang meninggal.

Gagal di penyerbuan pertama, tak membuat Sultan Agung berhenti. Mundur dari Batavia pada Desember 1628, pada Agustus 1629 kembali menyerbu Batavia.

Penyerbuan kali ini lebih pendek waktunya. Sekitar 72 hari. Kali ini Sultan Agung juga kalah karena penyakit dan kelaparan.

Pasukan Mataram telah bergerak ke Batavia pada Mei 1629. Gudang-gudang beras disiapan di Tegal dan Cirebon.

“Tetapi pada bulan Juli, kapal-kapal VOC berhasil menemukan dan menghancurkan gudang-gudang beras dan perahu-perahu di Tegal dan Cirebon yang dipersiapkan untuk tentara Sultan Agung,” tulis Ricklefs.

Oohya! Baca juga ya: Tinggi Kandungan Litium, akankah Objek Wisata Bleduk Kuwu di Grobogan Ini Dijadikan Areal Pertambangan?

Maka, pasukan Mataram di Batavia kehabisan bekal makanan. Sultan Agung menarik pulang pasukannya.

“Tentaranya bercerai-berai dalam perjalanan pulang,” kata Ricklefs.

Kompeni hanya menderita sedikit kerugian kali ini, tetapi mereka kemudian berduka. Gubernur Jenderal JP Coen pada 20 September 1629 meninggal akibat sakit.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 karya MC Ricklefs (2005)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]