Amangkurat II Menegaskan tidak Bersalah atas Terbunuhnya Kapten Tack di Kartosuro, Apa yang Dilakukan Kompeni?
Kapten Tack terbunuh di Kartosuro, Susuhunan Amangkurat II pun berkirim surat ke Batavia. Amangkurat II menegaskan dirinya tidak bersalah atas penyerangan dan terbunuhnya Kapten Tack itu.
“Konon terdapat 20 luka pada tubuhnya,” kata sejarawan Australia MC Ricklefs mengenai luka-luka yang dialami Kapten Tack.
Namun, kata MC Ricklefs, tak ada seorang Kompeni pun yang memprcayai pernyataan Amangkurat II sebagai pihak yang tiak bersalah itu. Kompeni kemudian menemukan adanya surat-menyurat yang dinaggap Kompeni sebagai upaya pembentukan persekutuan membenci Kompeni.
Oohya! Baca juga ya: Gubernur Terkejam di Indonesia Ini Dijuluki Sebagai Tuan Besar Guntur, Orang Sunda Sering Mengucap: Kawas Mas Kalak Wae
Surat-surat itu antara lain surat-menyurat antara Amangkurat II dengan Raja Sakti dari Minangkabau. Surat-surat itu dipakai Kompeni sebagai bukti adanya niat Amangkurat II membentuk persekutuan memusuhi Kompeni.
Raja Sakti disebut telah mentang Kompeni di Sumatra dan Banten. Kompeni juga menyebut Amangkurat II berkirim surat ke Inggris untuk meminta dukungan terhadap rencana penyerangan kepada Kapten Tack.
Kapten Tack meninggalkan Batavia pada November 1685. Pada 4 Februari 1686 ia meninggalkan Semarang menuju Kartosuro.
Ia mendapat mandat dari Gubernur Jenderal untuk berunding dengan Amangkurat II mengenai utang Amangkurat II setelah Trunojoyo ditangkap. “Dia adalah orang Belanda yang paling dibenci Amangkurat II,” tulis Ricklefs.
Pada 1677, Amangkurat II membuat kontrak dengan Kompeni. Ia meminta bantuan Kompeni untuk menumpas pemberontakan yang dilakukan Trunojoyo dari Madura.
Kompeni kemudian berhasil menumpas Trunojoyo. Amangkurat II kemudian membunuh Trunojoyo di Batavia. Namun, imbalan yang harusnya diberikan kepada Kompeni belum juga dibayarkan hingga akhirnya Kompeniti mengirim Kapten Tack ke Kartosuro.
Oohya! Baca juga ya: RUU DKJ, Nasib Reklamasi Teluk Jakarta Jika Gubernur Jakarta Ditunjuk oleh Presiden seperti di Zaman Orde Baru
Pada saat bersamaan, Kompeni harus memburu budak Bali yang melarikan diri, yaitu Untung Suropati. Sialnya, Suropati dan 80 pengikutnya, juga budak-budak Bali, berlindung di istana Amangkurat II.
Di Kartosuro, Suropati bertemu dengan Patih Nerangkusumo yang membenci Kompeni. Atas bujukan Nerangkusumo inilah Amangkurat II bersedia menerima Suropati.
“Mereka dihadiahi wanita dan tempat tinggal di dekat istana. Kelompok yang anti-VOC tersebut yakin, mereka telah menemukan orang yang mereka perlukan,” tulis Ricklefs.
Kapten Tack ke Kartosuro tidak hanya untuk urusan mebahas utang. Ia juga ditugasi untuk menangkap Suropati.
Mendengar hal ini, Amangkurat II tidak bersedia menyerahkan Suropati kepada Kapten Tack. Muslihat pun dilakukan.
Prajurit Keraton berupa-pura mengepung Suropati pada saat Kapten Tack tiba di Kartosuro. Kapten Tack tentu saja mengira sedang ada upaya sunggu-sungguh dari Amangkurat II untuk menangkap Suropati.
“Dia pun ikut melakukan pengejaran,” kata Ricklefs.
Oohya! Baca juga ya: Napoleon Angkat Sosok Emosional dan Senang Mengumpat untuk Memimpin Hindia-Belanda yang Sopan Penduduknya
Saat melakukan pengejaran itu, Kapten Tack mendengar tembakan meriam di belakangnya. Ia lalu menyimpulkan bahwa Suropati telah kembali ke istana, melakukan penyerangan pos Kompeni di istana.
“Tack bergegas kembali, tetapi di depan istana dia diserang oleh Suropati dan prajurit-prajurit Amangkurat II yang menyamar sebagai orang Bali,” tulis Ricklefs.
Kapten Tack tewas. Sebanyak 74 serdadu Kompeni mengalami nasib seperti nasib Tack.
“Sumber-sumber berbahasa Jawa menyebutkan, pihak istana telah merencanakan itu secara hati-hati,” kata Ricklefs.
Oohya! Baca juga ya: Diangkat oleh Napoleon Jadi Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Begini Kelakuan Daendels di Jawa
Ada 248 serdadu Kompeni bangsa Eropa berhasil menyelamatkan diri. Mundur ke garnisun Kompeni. Kompeni pun segera mengosongkan tentaranya dari Kartosuro.
“Di sana mereka tinggal sampai tanggal 20 Maret, ketika mereka diperbolehkan mundur ke Jepara tanpa gangguan. VOC tidak mempunyai garnisun lagi di istana,” tulis Ricklefs.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 karya MC Ricklefs (2005)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com