Gubernur Terkejam di Indonesia Ini Dijuluki Sebagai Tuan Besar Guntur, Orang Sunda Sering Mengucap: Kawas Mas Kalak Wae
Jalan raya pos yang ia bangun, selesai dalam waktu setahun. Dikenal sebagai marsekal besi, ia akan menghukum pemimpin yang tidak mau menyerahkan pekerja untuk pembangunan jalan raya pos itu.
Sultan Banten menjadi korban gubernur terkejam di Indonesia itu. Pembangunan jalan raya pos akan menghubungan Anyer di Banten dan Panarukan di Blambangan. Di Anyer dibangun pula pelabuhan.
Pada awalnya, Sultan Banten Aliudin memenuhi permintaan Gubernur Jenderal Daendels dengan mengirim 1.500 pekerja per hari. Ternyata, kesemuanya meninggal dunia.
Oohya! Baca juga ya: RUU DKJ, Nasib Reklamasi Teluk Jakarta Jika Gubernur Jakarta Ditunjuk oleh Presiden seperti di Zaman Orde Baru
Daendels pun meminta lagi 1.000 pekerja per hari. Kali ini, Sultan Banten tidak menurutinya.
Daendels menganggap Patih Wargadiraja telah menghasut Sultan agar tidak memenuhi permintaan Daendels. Dianggap menentang perintah, Patih Wargadiraja pun dipanggil ke Batavia.
Sultan Banten pun menolaknya. Rakyat Banten juga menjadi marah.
Komandan Du Poy, utusan Daendels yang menyampaikan panggilan itu, lalu dirampok. Peristiwa perampokan ini membuat Du Poy terbunuh.
Mendengar hal ini, Daendels pun marah besar. Ia kirim 1.000 prajurit untuk menyerbu Banten.
Banten pun berhasil ditaklukkan. Patih Wargadiraja dihukum mati dan Sultan Aliudin dibuang ke Ambon.
Oohya! Baca juga ya: Napoleon Angkat Sosok Emosional dan Senang Mengumpat untuk Memimpin Hindia-Belanda yang Sopan Penduduknya
Dalam setahun pembangunan jalan raya pos Anyer-Panarukan itu, setidaknya ada 13 ribu pekerja yang meninggal. Harus harus bekerja secara paksa tanpa diupah.
Mereka harus menebang pohon-pohon besar di hutan yang akan dijadikan jalan itu. Mereka harus mengangkut kayu-kau besar itu.
Mereka juga harus meratakan tanah sehingga meniadi permukaan jalan yang baik. Artinya, jika masih ada tunggak-tunggak kayu yang besar-besar itu, mereka juga harus menggalinya agar tunggak-tunggak itu bisa dibuang.
Para pekerja juga harus menutup rawa-rawa. Jika tanahnay berbukit, mereka harus meratakan tanah berkelok agar ruas jalan tidak terlalu tajam menanjaknya.
Dari Anyer sampai Panarukan, panjang jalan itu mencapai 1.000 kilometer. Jalan ini memberi keuntungan besar.
Sebelum dibangun jalan raya pos ini, perjalanan pengiriman surat dari Anyer sampai Panarukan bisa memerlukan waktu 40 hari. Setelah jalan jadi, perjalanan dipersingkat menjadi 6,5 hari.
Oohya! Baca juga ya: Diangkat oleh Napoleon Jadi Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Begini Kelakuan Daendels di Jawa
Ia berhasil mewujudkan pembangunan jalan raya pos itu karena kepemimpinan besinya. Ia juga akan dengan mudah mengumpat jika ada hal-hal-hal yang tidak sesuai keinginannya.
Maka di kalangan orang Indonesia di masa itu, ia dijuluki sebagai Tuan Besar Guntur. Tidak bisa menahan emosi, perkataannya meledak-medak seperti guntur. Ada koran Belanda yang menulis mengenai kehiduoan Daendels dengan judul “De Ijzeren Maarschalk”. Jenderal Besi.
Di militer ia memiliki pangkat marsekal (jenderal). Dalam bahasa Belanda maarschalk. Maka, orang Indonesia saat itu menyebutnya sebagai Mas Kalak, karena tidak bisa fasih mengucapkannya secara fasih seperti pengucapan dalam bahasa Belanda.
Oohya! Baca juga ya: Antisipasi Perubahan Iklim dengan Gaya Hidup Sehat, Bagaimana Caranya?
Maka, jika ada pejabat kolonial yang suka marah meledak-ledak seperti Daendels, orang Sunda dengan enteng akan mengucap, “Kawas Mas Kalak wae.” Artinya: “Seperti Maarschalk Daendels saja.”
Daendels ditunjuk oleh Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte menjadi gubernur jenderal Hindia-Belanda (Indonesia). Ia bertugas selama empat tahun.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Babad Tanah Djawi lan Tanah-Tanah ing Sakiwa-Tengenipoen karya L van Rijkevorsel dan RDS Hadiwidjana (1929)
- De Indische Courant, 27 Maret 1937
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]