Kemarau Panjang Tanah Retak Bisa Didongkel, Hati Bangsa yang Retak Hendak Diapakan?
Ketika meletus peristiwa G30S/PKI, air mata tidak lagi menggenang di lubuk hati, melainkan telah tumpah. Bagi orang Jawa, periode 12 September – 13 Oktober merupakan periode waspa kumembeng jroning kalbu.
Arti dari waspa kumembeng jroning kalbu adalah air mata menggenang di lubuk hati. Inilah yang disebut mangsa sitra dalam kalender Jawa. Mangsa sitra adalah musim keempat.
Ini musim ketika sumber-sumber air sudah mengering. Musim para petani menunggu panen palawija.
Oohya! Baca juga ya:
Pada 5 Oktober 2023, Bupati Grobogan Sri Sumarni beserta jajaran Forkopimda melakukan panen raya jagung di Kecamatan Ngaringan. Sebuah anugerah, kata Bupati, karena di musim kemarau panjang para petani gigih memelihara tanaman jagung mereka.
Di beberapa desa, kekeringan sudah terlihat nyata. Pengiriman air bersih untuk keperluan penduduk pun dilakukan oleh berbagai pihak. Di antaranya dilakukan oleh Polres Grobogan dan Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) Grobogan.
Pada pertengahan Oktober, menurut kalender Jawa, musim akan berganti menjadi musim labuh. Mulai musim hujan. Namun, masyarakat perlu sedikit bersabar.
Oohya! Baca juga ya:
Sebab, menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, musim hujan belum terjadi pada Oktober 2023. Musim hujan baru akan mulai pada November 2023.
Oohya! Baca juga ya:
“Prediksi kami, kemarau panjang ini akan berakhir secara berangsur di bulan Oktober akhir. Dan mulai transisi hujan itu November,” ujar Dwikorita Karnawati, Senin (9/10/2023), seperti ditulis oleh republika.co.id (9/10/2023).
Dalam kalender Jawa, tanggal 14 Oktober – 9 November merupakan mangsa kalima. Musim kelima, Manggakala. Periode pancuran mas sumawur ing jagad.
“Ditandai dengan turunnya hujan yang pertama,” tulis Anton Rimanang di buku Pranatamangsa, Astrologi Jawa Kuno.
Pada musim keempat (12 September – 13 Oktober), sawah-sawah masih kering, penuh dengan retakan tanah di sana-sini. Bahasa Jawanya sawahe dha nela. Sawah pada retak.
Oohya! Baca juga ya:
Begini Suasana di Grobogan Ketika Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Datang Berkunjung
Di bulan-bulan ini pada 1965, hati bangsa Indonesia pun juga retak. tanaSetelah pembunuhan terhadap para jenderal, gelombang pembunuhan terhadap orang-orang komunis terus menggulung. Berbalas, ulama-ulama juga menjadi korban.
Dalam kalender Jawa, tanah retak ini sudah muncul sejak mangsa karo. Musim kedua, Pusa (2 Agustus – 25 Agustus). Periode bentala rengka, tanah retak.
Orang Jawa akan bilang, “Lemahe wis nela.” Nela adalah kondisi tanah sawah yang meretak.
Oohya! Baca juga ya: Berita Bersih-Bersih Komunis di Grobogan Membuat Panas Kuping Para Pejabat di Jakarta
Untuk memperbaiki lemah nela itu, para petani akan mendongkelnya. Ini memperingan kerja, karena jika dicangkul tentu lebih susah karena tanahnya benar-benar kering.
Jika yang retak hati bangsa, tentu tidak bisa iperbaiki dengan cara mendongkel hati. Bisa makin hancur hati bangsa ini.
Priyantono Oemar