Cerita ‘Banteng Marhaen' Grobogan yang Ditangkap Saat Isu Bersih-Bersih Komunis di Grobogan Muncul pada 1969
Berita tentang bersih-bersih komunis di Grobogan, membuat pejabat-pejabat di Jakarta harus ikut bicara. Ribuan orang dihilangkan, ribuan orang ditangkap.
Berita-berita itu menyebut mereka ditahan di Kuwu. Saat ditahan mereka mengalami penyiksaan.
Tidak semua yang ditangkap adalah orang komunis. Ada yang salah tangkap. Guru-guru dan orang-orang pendukung Sukarno ternyata juga ditangkap.
Oohya! Baca juga ya: Tan Malaka Menceletuk Ketika Sukarno Berdebat dengan Tentara Jepang Sebelum Naik Mimbar Rapat Raksasa Ikada
Adiprawiro salah satunya. Pulang dari mengajar ia mendapat surat dari Carik Padi. Surat panggilan dari Badan Onder Distrik Militer (BODM). Sekarang disebut Koramil.
Tiba di BODM ternyata tidak boleh pulang, lalu ditempatkan di sebuah rumuh kosong. Di rumah itu ia bertemu dengan tiga guru lain.
Sore hari, satu per satu dipanggil. Orang yang memanggil langsung menempeleng tengkuk yang dipanggil. Yang ditempeleng langsung berkunang-kunang pandangannya, diseret ke arah mobil yang sudah siap di depan rumah.
Mobil membawa mereka ke Kuwu. “Empat orang diturunkan dari mobil, dimasukkan ke rumah yang sudah penuh orang. Rumah tanpa kamar itu sudah penuh orang, berdesak-desakan," tulis Adiprawiro.
Oohya! Baca juga ya: Naik Kereta Api... Whoosh Whoosh Whoosh... Siapa Hendak Turut? Hus....
Tidur diatur. Kepala yang satu bertemu kaki orang yang lain yang tidur di sampingnya. Tidak boleh kepala bertemu kepala.
Esok harinya, mereka berempat diperiksa. Disuruh bercerita sebagai pengikut PNI Ali Sastroamidjojo-Surachman (Asu). PNI Asu merupakan pendukung Sukarno dengan politik nasakomnya.
Selesai pemeriksaan mereka disuruh mengangkut batu-batu kali sungai. Begitu juga di hari-hari lainnya.
Selama jadi tahanan, dapat informasi bahwa sudah banyak yang diangkut dari rumah tahanan itu. Entah dibuang ke mana. Mereka orang-orang komunis.
Oohya! Baca juga ya: Dibatalkan oleh Sukarno, Tunjangan untuk Janda WR Supratman Diberikan Lagi oleh Soeharto, Begini Kata Salamah
Saat Adiprawiro ada di rumah itu, ada banyak yang komunis. Jadi dicampur. Suatu hari, yang komunis pindah, sehingga tinggal orang-orang pendukung Sukarno.
Suatu hari pula, salah satu dari mereka yang merupakan pengurus PNI Asu berkata kepada Adprawiro. Ia mengatakan jika laporan pemeriksaan Adiprawiro akan membantu para 'banteng marhaen' yang ditahan segera dibebaskan. Sebab, pengakuan Adiprawiro dinilai yang paling baik dan menguntungkan PNI Asu.
Adiprawiro tidak percaya. Dua bulan berlalu, mereka tetap ditahan di rumah itu.
Hingga suatu malam, ada petugas jaga dari kesatuan di Salatiga. Pertugas jaga itu malah ikut berbincang dengan para tahanan di dalam rumah.
Ini tidak seperti biasanya. Malah ia minta izin tidur di dalam rumah bersama-sama para tahanan.
Oohya! Baca juga ya: Eks Pembantu Mengaku Janda WR Supratman Lalu Mewakili Terima Penghargaan dari Pemerintah, Indonesia pun Geger
Dua hari kemudian, pagi-pagi tanag tida truk. Para tahanan diminta mengemasi semua barang, lalu diminta naik truk, dibawa ke Kodim Grobogan.
Di Kodim mereka diberitahu boleh pulang dan dibekali surat keterangan salah tangkap. Mereka diminta segera lapor ke atasan masing-masing agar bisa segera berdinas kembali.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Crita Urip lan Pengalamane karya Adiprawiro, tanpa tahun.
Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966, editor Robert Cribb
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]