Lincak

Dapat Tugas Kodifikasi Bahasa Melayu, Ada Ahli Belanda Hubungi Raja Ali Haji tetapi Bukan Van Ophuijsen

Makam Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.

Dimulai oleh ahli bahasa Von de Wall tapi yang dapat nama CA van Ophuijsen. Demikianlah ketika pada 1857 Wall berkenalan dengan Raja Ali Haji.

Sebagai pujangga Kerajaan Riau, Raja Ali Haji menyusun Kitab Pengetahuan Bahasa, tetapi baru diterbitkan pada 1929. Wall mendapat tugas dari Gubernur Jenderal untuk menyusun kodifikasi bahasa Melayu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tapi baru 50 tahun kemudian proses kodifikasi itu selesai. Wall meninggal 1872 ketika baru menyelesaikan buku pertamanya. Tugas dia dilanjutkan oleh Herman van der Tuuk. Tuuk hanya merevisi buku pertama Wall, lalu diterbitkan ulang dalam versi yang lebih ringkas.

Oohya! Baca juga ya: Berdosa Tinggalkan Bayi dan Suami, Nawangwulan Ditolak di Kahyangan dan Akhirnya Jadi Penguasa Laut Selatan

Maka, yang disambut penuh antusias adalah hasil pekerjaan CA van Ophuijsen (Ophuysen). “Paedah kitab itoe ialah tempat bertanja, tjarabagaimana tiap-tiap kata jang terseboet, haroes ditoetoerkan dan bagaimana atoeran toelisannja dengan hoeroef olanda,” tulis Djamaloedin.

Komentar Djamaloedin itu ditujukan untuk kehadiran Kitab Logat Melayu. Judul lengkapnya: Kitab logat Melajoe, Woordenlijst voor de spelling der Maleische taal.

Djamaloedin menulisnya pada April 1902. Kitab Logat Melayu terbit pada 1901, sebagai hasil kerja Ophuijsen melanjutkan pekerjaan Wall. Pada 1910, Ophuijsen menerbitkan satu buku lagi, Maleische spraakkunst.

Yang pertama merupakan buku ejaan bahasa Melayu. Yang kedua buku tata bahasa Melayu. Karya Ophuijsen ini diputuskan oleh Kongres Bahasa Indonesia I 1938 sebagai panduan pengembangan bahasa Indonesia. 

Oohya! Baca juga ya: Ibu Tien Soeharto Ternyata Masih Keturunan dari Anak Raja Majapahit yang Dibuang ke Grobogan

Wall melakukan penelitian bahasa di Riau, tempat kelahiran pujangga Raja Ali Haji. Sedangkan Ophuijsen di Tapanuli, tempat kelahiran pujangga Hamzah Fansuri. Tapanuli saat Hamzah Fansuri hidup masih masuk wilayah Kerajaan Aceh Darussalam.

Sejak zaman Kesultanan Samudra Pasai pada abad ke-13, bahasa Melayu ditulis dalam huruf Jawi. Di Samudra Pasai berlaku tiga bahasa, yaitu Arab, Melayu, dan Aceh.

Tradisi itu diteruskan oleh Kesultanan Malaka pada abad ke-14 yang kemudian ditaklukkan Portugis pada 1511. Kemudian diteruskan oleh Kesultanan Johor yang berdiri pada 1528 dan oleh Kesultanan Riau Lingga yang berdiri pada 1824 sebagai pecahan dari Kesultanan Johor.

Oohya! Baca juga ya: Penduduk Sumatra Barat Hanya Minum Kopi Daun, Belanda Menikmati Harga Jual Kopi 40 Gulden Per Pikul

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochusen (1845-1851), bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa perhubungan administrasi dengan pribumi. Maka, keluarlah perintah kodifikasi bahasa Melayu.

Pada 1855 perintah kodifikasi itu keluar. Belanda perlu mengubah penulisan dari huruf Jawi ke huruf Latin.

Menurut Jerome Samuel, ada dua faktor yang mendorong kodifikasi itu harus segera diselesaikan di akhir abad ke-19. Pertama, pada 1892-1893 ada program pembaruan pendidikan pribumi. Program ini menuntut penyeragaman bahan-bahan pengajaran.

Oohya! Baca juga ya: Apa yang Dimaksud Diponegoro dengan Bahasa Melayu adalah Bahasa Ayam?

Kedua, karena adanya perkembangan bahasa Melayu-rendah lewat sastra Melayu-Cina atau koran Melayu-Cina. Menurut Samuel, bahasa sastra Melayu-Cina ini “ditolak oleh kalangan ‘pegawai bahasa’ atas nama sebuah konsep norma yang dilandaskan pada gagasan ‘bahasa klasik’.”

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Boeah Pikiran karya Djamaloedin (1910).
Kasus Ajaib Bahasa Indonesia? karya Jerome Samuel (2008)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]