Kendeng

Begini Cara Belanda Menangkap Samin, Tokoh Penolak Pajak dari Blora

Presiden Jokowi bertemu dengan masyarakat Samin di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Maret 2015. Masyarakat Samin dulu menolak bayar pajak. Belanda lalu menangkap Samin.

Tanggal 1 Maret 1907 adalah hari yang yang ditetapkan untuk mengadakan hajat bagi para penolak pajak. Harinya Jumat Pahing, bertepatan dengan tanggal 16 Suro 1837.

Tapi dua hari sebelumnya, pemerintah kolonial menangkap tokoh utamanya, Samin. “Sekitar pukul satu siang kemarin, Samin dan tiga pelaku utama lainnya sudah mendekam di penjara Blora,” tulis koran De Locomotief.

Sebelum bulan Suro tiba, Samin mengatakan kepada para pengikutnya bahwa bulan Suro merupakan bulan munculnya era baru, yaitu munculnya ratu adil yang akan menggantikan Belanda. Maka, Samin dari Blora akan menyatakan dirinya sebagai raja baru di Jawa.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Nabi Musa Bertemu Tuhan Ternyata di Arab Saudi, Bukan di Mesir?

Hajat pada 1 Maret itu akan diadakan oleh Soerodiwiryo, mantan sekretaris Desa Medalem, Blora. Soerodiwiryo akan merencanakan akan meresmikan dirinya sebagai patih.

Penangkapan itu dilakukan atas perintah Residen Rembang Fraenkel. "Belum jelas apakah selamatan di Soerodiwirio akan dilangsungkan atas persetujuan Samin dan apakah Samin akan hadir di hajat itu untuk memproklamasikan dirinya sebagai raja," kata Fraenkel dalam laporannya ke Batavia.

Belanda telah mengawasi Samin dan gerakannya selama setahun. Pada 1906, pengikutnya ada 2.600 orang, pada Februari 1907 pengikutnya sudah 3.000 orang.

Samin berpandangan, di dunia ini ad adua agama. Pertama, agama rasul yang dianut oleh orang-orang Belanda dan orang-orang di bawah komandonya. Kedua, agama Adam.

Jika waktunya sudah tiba, agama rasul akan hilang digantikan oleh agama Adam. Menurut Samin, pada zaman Adam tidak ada pajak. Maka, keadaan seperti itu harus dijalankan lagi sehingga semua orang berbahagia.

Oohya! Baca juga ya:

Di Ende Bung Karno Minta Dikirimi Buku Pengadjaran Shalat dari A Hassan

Samin pun melontarkan slogan gerakan: Kebo brujul lebokno, kebo branggah tokno utawa ulekno. Kerbau bajak masukkan, kerbau liar keluarkan atau pulangkan.

Kerbau bajak disimbolkan sebagai pribumi, sedangkan kerbau branggah disimbolkan sebagai Belanda. Maka ketika kerbau bajak telah menggantikan kerbau branggah, masyarakat tidak perlu lagi membayar pajak.

Samin mengenalkan sembilan doktrin kepada pengikutnya:

1. Pernikahan antarmanusia tidak membutuhkan penyucian lain selain cinta timbal balik yang sejati.

2. Begitu cinta tidak menyucikan pernikahan, maka pernikahan sudah sudah saatnya putus; tidak ada pertimbangan lain yang mungkin berlaku.

3. Jika cinta bergerak, tidak ada pasangan yang boleh menolak ekspresi alami ini.

4. Perpisahan ini hendaknya tidak menimbulkan kebencian pada orang yang ditinggalkan; kenangan akan kebahagiaan masa lalu seharusnya menumbuhkan perasaan kasih sayang persaudaraan.

Oohya! Baca juga ya:

Jika Hari Lebaran Menjadi Hari Cemooh Nasional, Setelah Puasa Berani Pulang Kampung?

5. Manusia harus berperilaku dengan ketulusan yang sempurna dalam berurusan satu sama lain.

6. Selama pihak laki-laki tidak membubarkan pernikahannya, maka perzinahan adalah perbuatan yang tercela, karena bertentangan dengan syarat moral keterusterangan yang sempurna.

7. Manusia harus memenuhi kewajibannya terhadap sesama manusia.

8. Kayu di hutan adalah milik bersama dan milik bersama.

9. Manusia tidak perlu membayar pajak.

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Bung Karno Memulangkan Sang Istri Utari ke Cokroaminoto?

“Pada hari Rabu, 27 Februari, Samin dipanggil Bupati. Seperti yang terjadi sebelumnya, panggilan itu selalu dia penuhi," tulis De Locomotief.

Saat dia dalam perjalanan dari kampungnya di Randublatung ke kota Blora, Belanda menangkap satu per satu pengikutinya. Tanpa ada perlawanan; rupanya mereka kaget.

"Rabu malam semua dibawa ke penjara di Blora dan keesokan harinya ke penjara di Rembang,” tulis De Locomotief.

Dalam pemeriksaan, Samin dan pengikutnya menyangkal adanya niat untuk melakukan perlawanan. Mereka juga menyangkal telah menghasut untuk melakukan perlawanan.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- De Locomotief, 28 Februari 1907, 18 maret 1907
- Nusa Jawa: Silang Budaya, karya Denys Lombard (2005)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]